Interpretasi ANALISIS TEMUAN TEKS DAN INTERPRETASI
realtime sebuah berita itu seberapa banyak dibaca.Kami bisa mengidentifikasi secara langsung oh berita ini laku banget. Nah
berita-berita yang ramai biasanya kami jadikan headline untuk menarik perhatian public. Selain itu tentu saja berita-berita yang
kami anggap punya dampak atau punya nilai berita yang sangat tinggi kami rasa public harus tau”.
15
Pemberitaan Kompas.com yang berjudul “Pemprov DKI Jakarta Bantah Akan Legalkan Daging Anjing Konsumsi” di tempatkan dalam
headline karena berita ini memiliki nilai berita yang penting dan berita ini juga menjadi kontroversi dikalangan masyarakat.
Selain headline yang dapat memperkuat isi berita adalah grafis. Elemen grafis biasanya muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel
untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan.
16
Menurut pihak Republika Online grafis atau foto pada sebuah berita penting untuk menjadi support pada tulisan atau berita.
Berikut kutipannya:
17
“Ukurannya sih kalo foto itu kan, jadi selama ini kan pemberitaan itu hanya pada teks ya, berita itu hanya berita tulis.
Padahal pada faktanya kalo kita berbicara tentang online bahkan berita cetak berita itu tidak hanya pada teks tulis tapi juga pada
gambar pada grafis juga, nah gambar dan grafis itu harus menjadi support dari tulisan itu. Jadi ketika ada tulisan tentang
legalisasi anjing gambar harus semakin mendukung dari teks tulisan tersebut. Jadi kalo orang ketika membaca judul dengan
melihat gambarnya aja udah kebayang oh ini beritanya tentang ini”.
Berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menilai grafis atau foto pada berita merupakan hal yang penting dan tidak
15
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
16
Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2002 , h. 306.
17
Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015.
penting.Penting karena pembaca bisa mendapat gambaran tentang berita tersebut.Tidak pentingnya kalau gambar itu tidak mewakili dari isi berita.
Berikut kutipannya:
18
“Penting dan tidak penting.Penting dalam artiaan bahwa foto itu bisa memberikan nilai tambah pada berita sehingga pembaca
bisa mendapatkan gambaran secara real bagaimana situasi dilapangan atau juga foto memiliki arti orang jadi tau siapa sih
yang ngomong.Misalnya ada seorang tokoh, pengamat atau anggota DPR lalu kita tampilkan tokohnya.Kalo engga kita
tampilkan fotonya orang gatau yang namanya Fadli Zon tuh kaya gimana sih. Nah kalo ada gambarnya orang akantau Fadli Zon itu
seperti apa. Kalau tidak pentingnya contohnya gambar itu tidak mewakili dari isi berita atau misalnya kita tidak ada stockgambar
untuk mewakili isi berita, mendingan kita gausah memakai gambar karena tidak sesuai dengan isi beritanya”.
Namun dalam berita yang berjudul“Pemprov DKI Jakarta Bantah Akan Legalkan Daging Anjing Konsumsi” di Kompas.com tidak
menampilkan unsur grafis atau gambar. Pihak Kompas.com mengatakan bahwa ia tidak memiliki stock foto dari narasumber tersebut. Berbeda
dengan Republika Online, menurut kompas.com tidak pas apabila berita tersebut di cantumkan gambar anjing. Berikut kutipannya :
19
“Kemungkinan karena ga nemu orangnya atau kalo seandainya di kasih ilustrasi anjing kok kayanya engga pas. Ini sepertinya
kami engga punyastock foto yang mewakili berita”. Pemberitaan yang diangkat oleh kedua media online tersebut
membahas sebuah peristiwa yang memiliki inti persoalan yang sama yaitu mengenai tanggapan dari wacana Gubernur DKI Jakarta yang berupaya
18
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
19
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
menerbitkan peraturan daerah tentang peredaran daging anjing di Jakarta. Walaupun terdapat kesamaan dalam inti permasalahan, tapi media ini bisa
saja mengkontruksi berita tersebut dengan cara yang berbeda. Peristiwa tentang pelegalan daging anjing di Jakarta dimaknai
oleh kedua media tersebut secara berbeda. Republika melihat bahwa pergub tersebut tidaklah perlu karena apabila daging anjing dilegalkan
dengan regulasi, akan makin banyak beredar. Menurut pihak Republika Online Pergub baru atau aturan baru itu bisa menimbulkan kekhawatiran
diwarga muslim soal peredaran daging anjing itu sendiri. Berikut kutipannya :
20
“Tidak krusial menurut saya karena alasan Ahok untuk membatasi tingkat rabies di DKI padahal faktanya Ahok sendiri
bilang bahwa tingkat rabies di DKI sudah menurun. Artinya kan pengawasan terhadap peredaran daging anjing itu udah bisa
dilakukan. Artinya aturan yang sudah berlaku sudah bisa diterapkan.Jadi tidak perlu ditambahkan Pergub baru atau aturan
baru itu bisa menimbulkan kekhawatiran diwarga muslim soal peredaran daging anjing itu sendiri”.
Berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menilai pergub tersebut bisa baik bisa tidak karena apabila tidak ada peraturan yang
memayungi ini, nanti pengawasan terhadap masuknya anjing dari luar kota ke Jakarta menjadi sulit. Berikut kutipannya :
21
“Kami sih netral-netral aja.Kami tidak dalam posisi mendukung atau tidak mendukung. Kami hanya menyampaikan apa yang
menjadi wacana dan apa yang kemudian di putuskan oleh Pemprov DKI. Menurut kami sendiri kebijakan itu bisa baik bisa
tidak.bisa baik dalam pengertian itu betul harus di awasi peredaran rabiesnya ini.Karena kalau tidak ada peraturan yang
20
Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015.
21
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
memayungi ini, nanti pengawasannya menjadi sulit.Maka dari itu kami melihat baik.Kami tidak mengambil posisi mendukung atau
tidak, kami melihat ada sesuatu yang positif dari pemberitaan itu.Kami netral”.
Meskipun menurut Kompas.com peraturan tersebut bisa berdampak baik, namun Kompas.com menegaskan bukan berati
Kompas.com mengambil posisi mendukung, Kompas.com tetap netral. Sebuah berita juga harus terdapat unsur objektifitas dalam
memberikan informasi yang akurat.Dalam hal ini pemilihan narasumber untuk dijadikan unsur kutipan harus narasumber yang berkaitan dengan
pemberitaan.Republika Online mengatakan narasumber yang di ambil selain harus sesuai dengan berita narasumber pun di ambil dari berbagai
macam segi. Berikut kutipannya :
22
“Pasti ada penentuan. Maksutnya ketika misalkan kasus leglalisasi daging anjing maka narsum yang kita ambil yang
sesuai dengan isu kita. Misalkan dari DPRD gimana tanggapannya, tanggapan dari Umat Muslim dan tokoh-tokoh
agama karena kan ini berkaitan degan daging anjing yang diharamkan oleh Islam. Ketika kita ambil isu ini kita coba
megambil dari berbagai macam segi.Itu yang menentukan siapa narsum yang akan kita ambil”.
Pada berita ini narasumber yang diambil hanya satu narasumber
yaitu Ketua Presidium Muda NU Susianah Affandy yang dengan tegas menolak wacana pergub tersebut. Alasan Republika Online hanya
mengambil satu narasumber karena berita ini merupakan hot topic atau berita yang muncul hingga berhari-hari dan pada setiap beritanya di ambil
narasumber yang berbeda-beda. Berikut kutipannya :
23
22
Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015.
23
Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015.
“Karena ini Hot Topic jadi isu ini berhari-hari.Misalnya pada hari pertama kita narsum nya dari tokoh-tokoh umat Islam itu
kita ga hanya ngambil dari NU.Misalnya ada tiga reporter.Oke kamu garap dari NU nya, kamu dari Muhamadiyah nya bahkan
dari tokoh-tokoh muslim yang di luar dari NU dan Muhamadiyah”.
Sedangkan menurut Kompas.com menentukan narasumber harus kompeten dan kredibel terhadap wacana yang sedang kita beritakan.
Berikut kutipannya :
24
“Ketentuannya umum.Pada sebuah peristiwa bukan hanya ini kita menentukan narasumber pasti kompeten, terkait dan kredibel
terhadap wacana yang sedang kita beritakan intinya itu”. Dalam memilih narasumber Kompas.com juga memilih
narasumber yang bersifat netral tidak condong kesana dan tidak condong kesini.Apabila condong, Kompas.com hanya ingin kecondongannya
terhadap kebenaran. Berikut kutipannya:
25
“Kami melihat orang-orang yang mempunyai cara pandang objektif pada sebuah peristiwa. Biasanya kalau kita kenal dengan
banyak narsumber kita bisa tau kecondongan orang ini begini, orang itu begitu.Maka terhadap sebuah peristiwa lalu kita
memilih yang benar-benar bisa memberikan pendapat yang objektif.Kami engga ingin pemberitaan kami itu condong kesini,
condong kesana.Kalaupun condong pada hal tertentu kami ingin condongnya pada kebenaran.Pada objektivitas sehingga publik
dapat mendapatkan informasi yang benar”.
Cara Republika membentuk frame yang dibuat dengan menceritakan alasan-alasan mengapa pergub itu harus dibatalkan. Hal
tersebut didukung dengan pemilihan judul , narasumber dari NU yaitu
24
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
25
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
organisasi Islam besar di Indonesia, dan isi berita yang di sampaikan Republika Online. Pada bagian ini Republika Online melakukan
penekanan pada judul berita yaitu “Ahok Akan Legalkan Daging Anjing, NU: Melukai Umat Islam” yang menekankan bahwa umat Islam akan
terluka apabila pergub tersebut diterbitkan, selain itu Republika Online menjelaskan dampak apabila pergub tersebut di terbitkan.
Tidak seperti Republika Online, Kompas.com menggunakan frame berita yang menceritakan tujuan-tujuan dari pergub tersebut. Hal
tersebut didukung dengan dengan pemilihan judul, narasumber yang berasal dari Pemprov DKI, dan isi berita yang disampaikan. Pada bagian
ini Kompas.com mencoba mengklarifikasi berita-berita yang beredar sebelumnya.Dengan menggunakan judul “Pemprov DKI Jakarta Bantah
Akan Legalkan Daging Anjing Konsumsi” Dinas Kelautan Pertanian dan Ketahanan Pangan KPKP membantah bahwa peraturan gubernur ini
bermaksud melegalkan daging anjing untuk konsumsi.Dan pada kesempatan berbeda Kompas.com juga mengambil pernyataan dari
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang mengklarifikasi maksud dari Pergub ini.
Setiap media memiliki ideologi yang berbeda.Ideologi media mengandung pengertian ideologi yang dimiliki oleh media sebagai sebuah
institusi atau yang menjadi landasan hidup media.
26
Republika Online sendiri menganut ideologi nasionalis bukan media agama.Meskipun
dalam Republika terdapat rubrik-rubrik agama. Berikut kutipannya:
27
26
Udi Rusadi, Kajian Media Isu Ideologis dalam Perspektif, Teori dan MetodeDepok: PT Rajagrafindo Persada, 2015, cet ke-1, h. 82.
27
Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015.
“Kalau bicara ideologi ya banyak pembaca yang mengaitkan bahwa media Republika itu ideologi nya Islam.Tapi sejak
pendiriannya ketika Parni Hadi mengumumkan pendirian Republika secara tegas menjelaskan bahwa Republika adalah
media umum atau media nasionalis bukan media agama. Banyak nya rubrik-rubrik Islam karena latar belakang kita pembacanya
adalah muslim. Jadi, kita coba mengakomodir kepentingan- kepentingan umat Islam.Jadi, bukan berati kita media Islam.
Karena kalau kamu bandingkanporsi berita Nasional dengan berita keislaman, gak misalkan 90 berita Islam tapi hampir
seimbang”.
Tidak jauh berbeda dengan Republika, Kompas.com juga memiliki ideologi nasionalis disamping itu kebenaran,tidak berpihak dan
objektivitas juga menjadi ideologi dari kompas.com. Berikut kutipannya:
28
“Kebeneran, independensi, objektivitas, tidak berpihak kepada satu kelompok.Ideologi nya lebih nasionalis, prularis, demokrasi,
universalitas, keberagaman, kemanusiaan”. Kedua media tersebut mempunyai ideologi yang sama yaitu
nasionalis. Meskipun banyak yang menyangka bahwa Republika mempunyai ideologi Islam karena didalam nya terdapat rubrik-rubrik
Islami tetapi sejak pendiriannya Parni Hadi menegaskan bahwa Republika adalah media umum atau media nasionalis bukan media agama.Begitupun
dengan Kompas.com yang memiliki ideologi nasionalis selain itu tidak berpihak artinya Kompas.com adalah media netral yang sifatnya tidak
mendukung kepada satu pihak. Dalam berita yang disajikan biasanya media mengarahkan
pembacanya kepada kesimpulan pro atau kontra. Dalam berita “Ahok
28
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
Akan Legalkan Daging Anjing, NU: Melukai Umat Islam” Republika Onlinemengarahkan pembaca pada kesimpulan kontra terhadap wacana
Gubernur DKI Jakarta yang akan menerbitkan Pergub terkait peredaran daging anjing di Jakarta. Berikut kutipannya:
29
“Ya jelas, jadi kan ketika kita menetapkan isu ini kita sudah tau nih isu ini mau dibawa kemana nih. Nah target kita
menggagalkan pergub tersebut. Artinya kan kalo seandainya Ahok jadi menerbitkan peraturan daging anjing berbahaya bagi
umat Islam. Ketika umat Islam ke pasar ingin membeli daging sapi ternyata beli daging anjing kan sangat berbahaya sekali”.
Berbeda dengan Republika Online yang ingin menggagalkan Pergub tersebut.Kompas.com lebih menyajikan berita ini secara objective,
Kompas.com tidak dalam posisi medukung ataupun menolak kebijakan tersebut.Kompas.com lebih dalam posisi netral. Berikut kutipannya:
30
“Kami menyajikan objective, seluruh pandangan yang menyeluruh terhadap persoalan ini”.
Berita yang disajikan kepada masyarakat merupakan hasil dari proses panjang kontruksi yang dilakukan oleh para pekerja media.
Republika Online dan Kompas.com menggunakan judul demikian untuk mengkontruksi pembaca. Jadi, baik Republika Online maupun
Kompas.com memandang suatau peristiwa dengan menggunakan bahasa dan cara yang berbeda. Selain itu narasumber yang di ambil dalam berita
tersebut sangatlah berbeda, Republika Online mengambil narasumber dari NU yang kita tahu bahwa NU adalah organisasi Islam besar di Indonesia,
narasumber tersebut di pilih sesuai dengan latar belakang Republika.
29
Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015.
30
Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016.
Sedangkan berita di Kompas.com mengambil narasumber dari Pemprov DKI Jakarta, narasumber ini di ambil sesuai dengan sikap Kompas.com
yang netral dan tidak berpihak terhadap berita yang di tulis. Pemilihan narasumber pun menjadi salah satu strategi Republika Online dan
Kompas.com mengkontruksi berita. Selain penggunaan bahasa dan pemilihan narasumber, proses
kontruksi sosial media massa juga sangat terkait oleh ideologi yang dimiliki oleh masing-masing media. Kita mengetahui bahwa Republika
Online dan Kompas.com adalah media online yang sama-sama memiliki ideologi nasionalis.Tetapi, opini publik yang berkembang pada
masyarakat yang menganggap Republika Online adalah media yang beraliran Islami.Ini dilihat dari sejarah dan latar belakang berdirinya
media tersebut, serta bayaknya rubrik Islami yang terdapat dalam Republika Online. Republika berdiri atas dasar pemikiran dari ikatan
Cendikiawan Muslim Indonesia ICMI.Hal ini yang membuat Republika dalam berita pelegalan daging anjing di Jakarta lebih condong kontra atau
menolak rencana Gubernur DKI Jakarta dalam menerbitkan Pergub tentang peredaran daging anjing di Jakarta.Sedangkan Kompas.com
selain berideologi nasionalis juga tidak berpihak kepada satu kelompok. Hal ini membuat Kompas.com dalam berita pelegalan daging anjing di
Jakarta lebih condong pro terhadap rencana Pergub tersebut, meskipun Kompas.com menegaskan iatidak memposisikan pro atau kontra dalam
berita ini, namun menurutnya ada sesuatu yang positif dari Pergub tersebut.
Dengan demikian dapat disimpulkan media mengkontruksi berita dengan berbagai cara agar masyarakat melihat berita tersebut melalui
pandangan yang berbeda sesuai dengan cara pandang media. Republika Online dan Kompas.com tanpa bisa di hindari sangat dipengaruhi oleh
ideologi media yang memiliki sudut pandang tersendiri terhadap rencana Gubernur DKI Jakarta dalam menerbitkan Pergub tentang peredaran
daging anjing di Jakarta. Sudut pandang yang berbeda inilah yang akanmembuat hasil kontruksi media dalam membahas sebuah isu yang
sama menjadi terlihat berbeda. Hal ini juga dipengaruhi oleh kebijakan pada setiap media. Disini, baik Republika Online maupun Kompas.com
memandang peristiwa ini dengan cara yang berbeda, melakukan kontruksi dengan cara mereka sendiri, dan menghasilkan hasil pemaknaan yang
berbeda.
95