Teori Kontruksi Sosial Media Massa

harian, terbitan mingguan atau terbitan beberapa mingguan atau bulanan. Walaupun media cetak memiliki konsep real-time yang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut. Prinsip dasar dari sebaran kontruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pemirsa atau pembaca secepatnya dan setepatnya bedasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi media atau pembaca. 7 c. Pembentukan Kontruksi Sosial 1. Tahap pembentukan kontruksi realitas Tahap selanjutya setelah sebaran kontruksi, dimana pemberitaan telah sampai pada pembaca dan pemirsanya, yaitu terjadi pembentukan kontruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung secara. Pertama, kontruksi realitas pembenaran dan kedua, kesediaan dikontruksi oleh media massa, dan ketiga sebagai pilihan konsumtif. Tahap pertama adalah kontruksi pembenaran sebagai suatu bentuk kontruksi pembenaran sebagai suatu bentuk kontruksi di media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada tersaji di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. Tahap kedua adalah kesediaan di kontruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap yang pertama. Bahwa pilihan seseorang 7 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Dikursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 212. untuk menjadi pembaca dan pemirsa media massa adalah karena pilihannya untuk bersedia pikiran-pikirannya di kontruksi oleh media. Tahap ketiga adalah menjadikan konsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif. Media massa adalah bagian kebisaan hidup yang tak bisa dilepaskan. Tanpa hari, tanpa menonton televisi, tanpa hari, tanpa membaca koran. Pada tingkat tertentu, seseorang merasa tak mampu beraktivitas apabila ia belum membaca koran atau menonton televisi pada hari itu. 2. Pembentukan Kontruksi Citra Pembetukan kontruksi citra adalah bangunan yang diinginkan oleh tahap kontruksi. Dimana bangunan kontruksi citra yang dibangun oleh media massa ini terbentuk dalam dua model: 1 model good news. Model good news adalah sebuah kontruksi yang cenderung mengkontruksi suatu pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Pada model ini objek pemberitaan dikontruksi sebagai sesuatu yang memiliki citra baik sehingga terkesan lebih baik dari sesungguhnya kebaikan yang ada pada objek itu sendiri. Sedangkan model bad news adalah sebuah kontruksi yang cenderung mengkontruksi kejelekan atau cenderung memberi citra buruk pada objek pemberitaan sehingga terkesan lebih jelek, lebih buruk, lebih jahat dari sesungguhnya. Setiap pemberitaan di sadari atau tidak oleh media massa memiliki tujuan-tujuan tertentu dalam model pencitraan di atas. Jadi, umpamanya pada kasus pemberitaan kriminal, maka model bad news menjadi tujuan akhir. Dimana terbentuknya citra buruk sebagai penjahat, koruptor, terdakwa, maupun buronan. 8 d. Tahap Konfirmasi Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca dan pemirsa memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan kontruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasannya kontruksi sosial. Sedangkan bagi pemirsa dan pembaca, tahapan ini juga sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses kontruksi sosial. Alasan-alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini adalah umpamanya; a kehidupan modern menghendaki pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa. Pribadi-pribadi yang jauh dari media massa akan menjadi pribadi yang kehilangan informasi, karena itu ia terlambat untuk merebut kesempatan dan berubah. b kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, dimana orang modern sangat menyukai popularitas, terutama sebagai subjek media massa itu sendiri. c media massa walaupun memiliki kemampuan mengkontruksi realitas media bedasarkan subjektivitas media, namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa batas yang sewaktu-waktu dapat diakses. 9 8 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Dikursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 213. 9 Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi : Teori, Paradigma, dan Dikursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, h. 216.

B. Analisis Framing dan Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M.

Kosicki 1. Konsep Framing Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat merekontruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan dan pertautan fakta kedalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti atau lebih diingat, untuk menggiring interprestasi khalayak sesuai prespektifnya. Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu atau berita. Cara pandang pada prespektif itu akhirnya menentukan fakta apa yang diambil , bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa kemana berita tersebut. 10 Framing merupakan metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak di ingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan penonjolan terhadap aspek-aspek tertentu, dengan menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu, dan dengan bantuan foto, karikatur, dan alat ilustrasi lainnya. Dengan kata lain bagaimana realitas dibingkai, dikontruksi dan dimaknai oleh media. 11 Robert Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek realitas. Kedua faktor 10 Mohammad Zamroni , Filsafat Komunikasi : Pengantar Ontologis, Epistimologis, Aksiologis , Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009 , cet ke-1, h. 96 11 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana prenada media group cet ke-4, h. 253. ini dapat lebih mempertajam framing berita melalui seleksi isu yang layak ditampilkan dan penekanan isi beritanya. Prespektif wartawanlah yang akan menentukan fakta yang dipilihnya, ditonjolkannya, dan dibuangnya. Di balik semua ini, pengambilan keputusan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita. 12 William Gamson dan Andre Modigliani menganggap framing sebagai cara bercerita atau gugusan ide-ide yang tersusun sedemikian rupa dan menghadirkan kontruksi makna dari peristiwa yang berkaitan dengan suatu wacana. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang itu akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagian mana yang ditonjolkan dan dihilangkan dan kemana arah berita tersebut. Cara pandang inilah yang disebut Gamson dan Modigliani sebagai kemasan package. Package ini merupakan rangkaian ide yang menunjukan isu apa yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan. 13 Sedangkan Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mengoperasionalisasikan empat dimensi struktural teks berita sebagai perangkat framing, yaitu sintaksis, skrip, tematik dan retoris. Model framing ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat organisasi ide. Frame merupakan suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita, kutipan 12 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: PT Remaja rosdakarya t, 2001, cet ke-1, h. 163. 13 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 257. sumber, latar informasi, pemakaian kata atau kalimat tertentu ke dalam teks secara keseluruhan. 14 Jadi, analisis framing merupakan analisis untuk mengkaji pembingkaian realitas peristiwa, individu, kelompok, dan lain-lain yang dilakukan media. Pembingkaian tersebut merupakan proses kontruksi, yang artinya realitas dimaknai dan di rekontruksi dengan cara dan makna tertentu. Framing digunakan media untuk menonjolkan atau memberi penekanan aspek tertentu sesuai kepentingan media. Akibatnya, hanya bagian tertentu saja yang lebih bermakna, lebih diperhatikan, lebih dianggap penting, dan lebih mengena dalam pikiran khalayak. 15

2. Framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

Dalam skripsi ini penulis menggunakan framing model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Framing didefinisikan sebagai proses membuat suatu pesan lebih menonjol,mendapatkan informasi lebih pada yang lain, sehingga khalayak lebih tertuju pada pesan tersebut. Menurut Pan dan Kosicki ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Framing disini dilihat sebagai 14 Alex Sobur, Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, h. 175. 15 Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, h. 254. penempatan informasi dalam suatu konteks yang unikkhusus dan menempatkan elemen tertentu dari suatu isu dengan penempatan yang lebih menonjol dalam kognisi seseorang. Kedua, konsepsi Sosiologis. Dalam konsep ini lebih melihat pada bagaimana konstruksi sosial atas realitas. Dipahami sebagai proses bagaimana seseorang mengklasifikasikan, mengorganisasikan, dan menafsirkan pengalaman sosialnya untuk realitas menjadi teridentifikasi, dipahami, dan dapat dimengerti karena sudah dilabeli dengan label tertentu. 16 Wartawan atau media menonjolkan pemaknaan atau penafsiran mereka atas suatu peristiwa melalui strategi kata, kalimat, lead, hubungan antarkalimat, foto, grafik, dan perangkat lain unuk membantu dirinya mengungkapkan pemkanaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Dalam pendekatan framing model Pan dan Kosicki, perangkat framing dapat dibagi ke dalam empat struktur. Pertama, struktur sintaksis, bagaimana wartawan menyusun peristiwa atau pernyataan,. Kedua, struktur skrip, bagaimana wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik, bagaimana wartawan mengungkapkan pandangannya atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara keseluruhan, melihat pemahaman itu diwujudkan kedalam bentuk 16 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2002 , h. 291.