Perbandingan Bingkai Pemberitaan Upaya Pelegalan Daging Anjing

juga.Tapi persoalannya kan sejauh mana pemerintah melakukan sosialisasi agar Pergub ini tidak disalah pahami”. 6 Kompas.com mencantumkan satu narasumber untuk melengkapi berita ini dan narasumber yang di wawancarai adalah pihak yang cenderung setuju dengan rencana penerbitan Pergub tersebut.Selain itu berita di Kompas.com juga dilengkapi dengan pernyataan Gubernur DKI Jakarta. Tabel 4.10 Perbandingan Analisis Skrip Republika Online Edisi 30 September 2015 dan Kompas.com 30 September 2015 Elemen Republika Online Kompas.com Skrip Republika Online menekankan mengapa umat Islam harus menolak rencana Pergub tentang peredaran daging anjing di Jakarta dan menjelaskan dampak negatif apabila Pergub ini diterbitakan.. Kompas.com menekankan tujuan- tujuan terkait wacana Pergub tentang peredaran daging anjing di Jakarta. Dari tabel struktur skrip Republika Online menekankan penolakan terkait rencana Pergub tentang peredaran daging anjing di Jakarta karena berdampak negatif. “Contoh kasus kaya kasus miras deh, miras di jual bebas di minimarket-minimarket, tapi karena pengawasannya ga ketat itu anak SMP, SMA dengan bebasnya membeli miras. Hal serupa ditakutkan ketika aturan legalisasi daging anjing ini dikeluarkan 6 Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016. tanpa ada pengawasan yang ketat yang selama ini menjadi problem dari Pemprov DKI, ketika tidak ada pengawasan yang ketat bisa saja karena daging anjing murah kemudian daging sapi mahal akhirnya pedagang berbuat curang menjual daging anjing yang dimanipulasi dengan menjadi daging sapi”. 7 Republika Online juga menuliskan pendapat dari Susianah Affandy yang mencontohkan ayam tiren itu ayamnya halal.Namun, karena mati kemarin ayamnya tidak baik.Jadi, ayam tiren tidak boleh di konsumsi, apalagi mengkonsumsi daging anjing yang jelas haram. Dikhawatirkan kalau daging anjing dilegalkan dengan regulasi akan makin banyak beredar. Berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menekankan aspek berita pada pernyataan Pemprov DKI Jakarta yang mengklarifikasi atas opini yang beredar mengenai wacana Pergub tentang peredaran daging anjing di Jakarta. Kemudian pihak Pemprov DKI Jakarta menjelaskan tujuan dari Pergub terebut yang dimana tujuan utamanya untuk kesehatan yaitu mencegah virus rabies. “Menurut kami sendiri kebijakan itu bisa baik bisa tidak.bisa baik dalam pengertian itu betul harus di awasi peredaran rabiesnya ini.Karena kalau tidak ada peraturan yang memayungi ini, nanti pengawasannya menjadi sulit.Maka dari itu kami melihat baik.Kami tidak mengambil posisi mendukung atau tidak, kami melihat ada sesuatu yang positif dari pemberitaan itu.Kami netral” 8 7 Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015. 8 Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016. Tabel 4.11 Perbandingan Analisis Tematik Republika Online Edisi 30 September 2015 dan Kompas.com 30 September 2015 Elemen Republika Online Kompas.com Tematik Ketua Presidium NU menolak rencana Pergub tentang pelegelan daging anjing di Jakarta. Yang apabila peredaran daging anjing di legalkan, kebijakan tersebut akan melukai umat islam. Pemprov DKI Jakarta membantah akan melegalkan daging anjing konsumsi. Sekaligus menjelaskan tujuan- tujuan dari wacana Pergub tentang peredaran daging anjing di Jakarta. Dari tabel struktur tematik, Republika Online menuliskan satu tema berita mengenai tanggapan Ketua Presidium NU yang menolak rencana Pergub tentang pelegelan daging anjing di Jakarta. “Tidak krusial menurut saya karena alasan Ahok untuk membatasi tingkat rabies di DKI padahal faktanya Ahok sendiri bilang bahwa tingkat rabies di DKI sudah menurun. Artinya kan pengawasan terhadap peredaran daging anjing itu udah bisa dilakukan. Artinya aturan yang sudah berlaku sudah bisa diterapkan.Jadi tidak perlu ditambahkan Pergub baru atau aturan baru itu bisa menimbulkan kekhawatiran diwarga muslim soal peredaran daging anjing itu sendiri”. 9 Sama hal nya dengan Republika Online, Kompas.com juga menuliskan satu tema berita mengenai pernyataan Pemprov DKI Jakarta 9 Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015. yaitu Sri Hartati yang membantah bahwa akan ada pelegalan daging anjing konsumsi. Menurutnya media terkadang melebih-lebihkan berita.Karena pada kenyataannya belum ada Pergubnya tetapi sudah bilang melegalkan. Sri hartati juga menegaskan bahwa wacana Pergub ini difokuskan untuk mencegah peredaran rabies di Jakarta. Karena bedasarakan data Dinas KPKP banyak anjing untuk konsumsi yang dipasok dari kawasan Sukabumi yang merupakan daerah endemik rabies bukan untuk melegalkan daging anjing untuk dikonsumsi. “Orang tidak membaca berita secara benar.Orang tidak membaca kompas.com secara utuh.Kalau mereka membaca secara utuh berita dari kompas.com subtansi nya bukan makan daging anjingnya tetapi karna rabiesnya.Pembaca seringkali engga utuh aja dalam membaca.Kadang-kadang baru melihat judulnya udah ambil kesimpulan. Apalagi di era media sosial baru liat judul langsung share langsung komentar padahal engga baca secara utuh. Media sih engga melebih-lebihkan, persoalannya itu menjadi terlebih-lebihkan karena respon audience nya yang engga baca secara komplit maksud dari berita ini. 10 Tanggapan dari Pemprov DKI Jakarta sebagai klarifikasi atas berita yang banyak beredar di media bahwa daging anjing akan dilegalkan. Padahal, pada kenyataanya bukan daging anjing yang dilegalkan untuk dikonsumsi tapi Pergub ini lebih membahas tentang peredaran daging anjing dari luar daerah yang masuk ke DKI Jakarta.Dengan adanya Pergub ini di harapkan agar daging anjing yang masuk ke Jakarta di seleksi atau di periksa kesehatannya terlebih dahulu agar daging anjing yang masuk ke Jakarta bebas dari rabies.Sehingga, 10 Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016. bagi yang mengkonsumsinya pun aman dan terhindar dari penyakit serta virus rabies. Tabel 4.12 Perbandingan Analisis Retoris Republika Online Edisi 30 September 2015 dan Kompas.com 30 September 2015 Elemen Republika Online Kompas.com Retoris Penggunaan foto yang mendeskripsikan seekor anjing dilapangan mendukung isi teks berita. Penggunaan kata-kata tertentu untuk menggambarkan berita mengenai ini. Tetapi tidak terdapat foto dalam berita ini. Dari tabel struktur retoris Republika Online menggunakan foto seekor anjing untuk mendukung isi teks dari berita mengenai “ Ahok akan legalkan daging anjing di Jakarta. NU: Melukai umat Islam. Maksud dari penggunaan foto ini selain untuk mendukung dari teks berita, juga ketika orang membaca judul dengan legalisasi anjing, pembaca sudah dapat membayangkan isi dari berita tersebut. Berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menekankan penggunaan kata-kata dalam berita ini. Tetapi dalam berita ini Kompas.com tidak menggunakan foto dikarenakan tidak memiliki stock foto yang pas untuk berita tersebut.

D. Interpretasi

Dari hasil temuan yang telah di teliti, penulis melihat adanya perbedaan sudut pandang yang digunakan oleh Republika Online dan Kompas.com dalam memberitakan peristiwa tentang upaya gubernur tekait penerbitan pergub tentang peredaran daging anjing di Jakarta. Republika Online menganggap Pergub tersebut tidaklah penting karena akan melukai umat Islam, sedangkan Kompas.com melihat pergub tersebut mempunyai tujuan-tujuan yang positif untuk mengawasi peredaran daging anjing di Jakarta. Dalam mengemas sebuah pesan, media massa dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal disini berupa kebijakan redaksional tertentu mengenai suatu kekuatan politik, kepentingan politik para pengelola media, relasi media dengan sebuah kekuatan politik tertentu, dan faktor eksternal seperti tekanan pasar atau pemirsa, sistem politik yang berlaku, dan kekuatan- kekuatan luar lainnya. 11 Dalam hal ini Republika memiliki faktor internal yang berasal dari Mahaka Media, media massa nasional ini dilahirkan oleh kalangan komunitas muslim. Hal tersebut yang mengakibatkan berita yang disajikan oleh Republika lebih mengangkat sisi postif dari umat Islam dan latar belakang dari pembaca Republika sendiri adalah muslim. Berbeda dengan Republika, Kompas memiliki faktor internal yaitu Jakob Oetama, salah satu pendiri Kompas ini merupakan Presiden Direktur Kelompok Kompas Gramedia, Pembina Pengurus Pusat Persatuan Wartawan Indonesia, dan Penasihat Konfederasi Wartawan ASEAN. Tampak terlihat perbedaan antara Republika Online dan Kompas.com. 11 Ibnu Hamad, Kontruksi Realitas Politik dalam Media Massa Jakarta: Granit, 2004, h. 2 Perbedaan kebijakan redaksional antara Republika Online dan Kompas.com mempengaruhi pengemasan pesan pemberitaan kedua media massa tersebut. Hal ini terlihat dari berita yang membahas tentang upaya Gubernur DKI Jakarta menerbitkan pergub yang mengatur khusus tentang peredaran daging anjing di Jakarta. Bagi Republika Online kriteria berita yang layak untuk diberitakan salah satunya berpatokan dengan pembaca utamanya yaitu muslim. Jadi isu yang berkaitan dengan muslim merupakan isu yang menarik bagi republika. Berikut kutipannya: 12 “Ya salah satu ukuran republika memilih sebuah isu pertama kita berpatokan pada pembaca basic kita, kan pembaca umum kita kan rata-rata adalah pembaca muslim, artinya segala isu yang berkaitan dengan muslim itu merupakan isu seksi bagi republika. Isu umat yang sebagian besar pembacanya republika”. Berbeda dengan Republika, Kompas.com lebih melihat berita yang layak untuk diberitakan apabila berita tersebut memiliki nilai berita. Berikut kutipannya: 13 “Dalam jurnalistik ada yang disebut nilai berita.Sebuah informasi dikatakan layak untuk di beritakan kalau mempunyai nilai berita.Misalnya prominence, siapa yang mengatakan tokoh yang mengatakan berpengaruh atau engga, apakah pendapatnya punya dampak atau engga terhadap masyarakat. Lalu ada juga timeless yaitu waktu, update atau engga peristiwanya.Ada juga soal proximity kedekatan peristiwa dengan masyarakat pembacanya.Nilai-nilai umum dalam jurnalistik atau nilai berita itu adalah kriteria berita layak atau tidak layak”. Untuk memilih berita yang layak untuk dijadikan headline dalam Republika Online dilihat dari jumlah viewersnya. Berikut kutipannya: 14 12 Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015. 13 Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016. “Headline itu kalo misalkan ukuran untuk media online bisa dilihat dari viewers nya, kalo viewers nya tinggi ini menjadi perhatian pembaca, nah itu pantas untuk menjadi headline, kedua ya karna isu itu, isunya sangat seksi sekali bahwa ini ketika Ahok ingin melegalkan daging anjing ini dampaknya sangat banyak sekali sehingga isu ini sangat penting kita angkat untuk menjadi sebuah headline. Di Republika Online itu ada headline ada juga hot topic, jadi hot topic itu isu yang kita running selama beberapa hari bahkan bisa sampe sepekan kalo ternyata isunya masih panas kita perpanjang. Kalo headlineitu ada di tampilan pertama republika online biasanya berita itu bergeser setiap sejam sekali. Kalo kasus legalisasi anjing ini kita masukan kedalam hot topic artinya, isu ini kita terus gulir sampai akhirnya ada keputusan Ahok membatalkan rencananya menerbitkan peraturan tersebut”. Kutipan di atas menggambarkan bahwa Republika Online melihat dari viewers yang tinggi dan isu yang seksi untuk dicantumkan sebagai headline. Berita tentang pelegalan daging anjing ini dalam Republika Online bukan hanya dijadikan sebuah headline tetapi juga menjadi hot topic karena isu ini terus bergulir sampai akhirnya ada keputusan Ahok membatalkan rencananya menerbitkan peraturan tersebut. Tidak jauh berbeda dengan Republika Online, Kompas.com mengatakan berita yang layak untuk dijadikan headline dilihat dari viewers yang tinggi melalui Google analytics yaitu sebuah mesin dari google yang bisa mengidentifikasi secara realtime sebuah berita itu seberapa banyak dibaca. Berikut kutipannya: “Kami punya namaya google analytics.Google analytics itu sebuah mesin dari google yang bisa mengidentifikasi secara 14 Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015. realtime sebuah berita itu seberapa banyak dibaca.Kami bisa mengidentifikasi secara langsung oh berita ini laku banget. Nah berita-berita yang ramai biasanya kami jadikan headline untuk menarik perhatian public. Selain itu tentu saja berita-berita yang kami anggap punya dampak atau punya nilai berita yang sangat tinggi kami rasa public harus tau”. 15 Pemberitaan Kompas.com yang berjudul “Pemprov DKI Jakarta Bantah Akan Legalkan Daging Anjing Konsumsi” di tempatkan dalam headline karena berita ini memiliki nilai berita yang penting dan berita ini juga menjadi kontroversi dikalangan masyarakat. Selain headline yang dapat memperkuat isi berita adalah grafis. Elemen grafis biasanya muncul dalam bentuk foto, gambar, atau tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan. 16 Menurut pihak Republika Online grafis atau foto pada sebuah berita penting untuk menjadi support pada tulisan atau berita. Berikut kutipannya: 17 “Ukurannya sih kalo foto itu kan, jadi selama ini kan pemberitaan itu hanya pada teks ya, berita itu hanya berita tulis. Padahal pada faktanya kalo kita berbicara tentang online bahkan berita cetak berita itu tidak hanya pada teks tulis tapi juga pada gambar pada grafis juga, nah gambar dan grafis itu harus menjadi support dari tulisan itu. Jadi ketika ada tulisan tentang legalisasi anjing gambar harus semakin mendukung dari teks tulisan tersebut. Jadi kalo orang ketika membaca judul dengan melihat gambarnya aja udah kebayang oh ini beritanya tentang ini”. Berbeda dengan Republika Online, Kompas.com menilai grafis atau foto pada berita merupakan hal yang penting dan tidak 15 Wawancara dengan Heru Margianto, News Assistant Managing Editor Kompas.com, Jakarta 20 Mei 2016. 16 Eriyanto, Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media, Yogyakarta: LKIS Pelangi Aksara, 2002 , h. 306. 17 Wawancara Pribadi dengan Didi Purwadi, Asisten Redaktur Pelaksana ROL, Jakarta 9 Mei 2015.