Analisis Pasca-Optimal PRODUKSI OPTIMAL KARET OLAHAN

Dari tabel 21 terlihat bahwa pada kondisi pasca optimal, terjadi peningkatan produksi pada RSS 1 dan penurunan produksi pada Cutting A. Dari Lampiran 19 didapatkan bahwa nilai optimal dari kondisi pasca optimalitas ini bernilai Rp 2.921.695.000,- yang berarti pada kondisi pasca optimal keuntungannya lebih tinggi daripada kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp 160.628.000,- .Adanya penambahan batasan baru pada model yaitu pada taksasi produksi RSS 1 untuk maka sumberdaya memiliki dual price yang berbeda yaitu sebesar koefisien pada penggunaan yang semuanya merupakan sumberdaya untuk memproduksi. Namun dikarenakan terjadi peningkatan pada produk RSS 1 maka terjadi penurunan pada produksi RSS 2 dan Cutting A. Perubahan ini juga menyebabkan nilai dual price dari lateks yang berubah pada triwulan tersebut. Taksasi produksi menjadi pembatas utama yang membatasi fungsi tujuan.

BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan 1.

Berdasarkan hasil analisis optimalisasi produksi karet olahan di Perkebunan Widodaren PT Jember Indonesia, diketahui bahwa pengolahan yang dilakukan masih belum optimal. Pengolahan karet pada perkebunan Widodaren belum menghasilkan keuntungan yang maksimal. Pengolahan karet di Perkebunan Widodaren mempunyai penerimaan optimal sebesar Rp 2.761.067.000,- pada tahun 2006 dan 2007. Komposisi produk optimal adalah RSS 1 sebesar 94 persen, RSS 2 sebanyak persen dan Cutting A sebesar 1 persen dengan RSS 1 masing – masing triwulannya sebesar 27.102; 31.567 ; 28.121 ; 22.210; 26.969; 31.887; 31.940; 22.685. RSS II masing – masing triwulannya sebesar 1.626; 1.693; 809; 1.069; 1.110; 336; 1.816; 918. Cutting A sebesar 271; 315; 281; 222; 269; 318; 319; 226. 2. Sumberdaya yang menjadi pembatas utama dalam perkebunan Widodaren adalah taksasi produksi RSS 1, yaitu penambahan satu unit sumberdaya ini akan mempengaruhi nilai optimal maupun produksi optimal pada perkebunan Widodaren. Taksasi produksi untuk produk karet olahan yang telah ditetapkan tidak tercapai secara keseluruhan, hal tersebut disebabkan karena adanya perbaikan dalam sistem di pabrik perkebunan Widodaren dan juga cuaca yang tidak menentu yang menyebabkan kurangnya pasokan bahan baku lateks pada bulan – bulan tertentu. Sedangkan sumberdaya bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya terdapat nilai sisa, yang berarti sumberdaya – sumberdaya tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat menyebabkan efisiensi yang buruk pada perkebunan Widodaren. Kondisi optimal dicapai dengan mengoptimalkan persediaan bahan baku lateks, bahan penolong, HOK dan jam kerja mesin. Analisis sensitivitas koefisien fungsi tujuan memperlihatkan batas keuntungan per Kilogram Karet Kering produk yang masih boleh diijinkan untuk dinaikkan sebesar Rp dan nilai kenaikan yang tak terhingga. Pada kendala bahan baku lateks, bahan penolong asam semut, HOK, jam mesin semuanya mempunyai range yang tidak terbatas untuk dinaikkan yang berarti kenaikan sumberdaya tersebut tidak berpengaruh pada nilai optimal perkebunan Widodaren karena jumlahnya berlebih. 3. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai optimal atau nilai keuntungan maksimal yang dapat dicapai oleh perkebunan Widodaren adalah dengan meningkatkan taksasi produksi RSS 1. Meningkatkan taksasi produksi berarti meningkatkan target produksi RSS 1 yang ingin dicapai. Kenaikan taksasi produksi pada triwulan 1,4 dan 5 akan menghasilkan keuntungan yang lebih tinggi daripada kondisi optimal awal yaitu sebesar Rp 2.921.695.000,-

8.2 Saran

1. Pada kondisi optimal didapatkan bahwa komposisi produksi optimal adalah RSS 1 sebanyak 94 persen, RSS 2 sebanyak 5 persen dan Cutting A sebanyak 1 persen.Oleh karena itu, perkebunan Widodaren sebaiknya tetap