Kebijakan di Bidang Politik

amandemen keempat UUD 1945, tugas pemerintah selanjut nya melakukan penyesuaian seluruh ketentuan perundangan yang ada dengan muatan UUD 1945 yang telah diamandemen. Di sisi lain pemerintah juga menyusun peraturan perundangan yang belum dimiliki, agar amanat konstitusi bisa dilaksanakan dengan baik. Dalam bidang politik, pemerintah bersama DPR telah menerbitkan ketentuan perundang-undangan yang baru, serta menyiapkan sejumlah ketentuan perundangan lain, seperti revisi UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan RUU tentang Mahkamah Konstitusi. Ketentua n perundangan yang baru diterbitkan untuk mengembangkan infrastruktur politik yang baru, antara lain, UU No 30 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, UU No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum, UU No 22 Tahun 2003 Tentang Susduk dan UU No 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Tidak hanya menerbitkan undang-undang yang baru, pemerintah juga merealisasikan amanat UU bersangkutan melalui serangkaian kebijakan. Perubahan UUD 1945 ini juga memuat tentang adanya upaya untuk menyetarakan lembaga- lembaga Negara, sehingga dapat mekanisme check and balances yang lebih memadai, demi mendorong demokratisasi lembaga- lembaga negara tersebut. Dalam pelaksanaan pemilihan umum 2004 nanti merupakan agenda baru dalam politik Indonesia. Indonesia mengalami beberapa kemajuan politik, karena Indonesia melakukan pemilihan Presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan bertugas untuk masa jabatan yang pasti. Hal ini diadopsi di dalam perubahan UUD 1945 menjadi presiden dan Wakil Presiden dalam satu pasangan dipilih secara langsung oleh rakyat dengan masa jabatan paling banyak dua periode. Melalui pemilihan secara langsung, Presiden dan Wakil Presiden terpilih akan memiliki mandat dan legitimasi yang sangat kuat karena didukung oleh rakyat yang memberikan suaranya secara langsung. Rakyat tidak lagi menitipkan suaranya melalui MPR karena potensi distorsi yang sangat mungkin terjadi. Dengan demikian Sistem Presidensiil lebih mampu memberikan garansi bagi stabilitas politik, basis bagi pembangunan politik daripada sistem parlementer. 80 Penerapan tatanan baru, diawali dengan pengembangan sistem kepartaian baru, sistem pemilihan umum yang baru, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung, reformasi birokrasi ditingkat pusat maupun daerah, penataan ulang kelembagaan dan struktur organisasi pemerintah, termasuk didalamnya penerapan sistem pengawasan dan kontrol terhadap legislatif melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu PAW . PAW atau Recall adalah hak partai untuk memberhentikan anggotanya dari DPR. Dimasa lalu hak tersebut digunakan untuk membungkam anggota dewan sehingga mereka cenderung tidak kritis terhadap pemerintah. 81 Dihidupkannya kembali PAW atau lembaga recall ini agar anggota DPR terkendali dan tidak lepas dari kontol partainya. Lembaga ini digunakan untuk melindungi kepentingan masyarakat, bukan diabdikan kepada kepentingan penguasa. 82 Pemerintah juga mendorong pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan, melalui lembaga- lembaga baru yang dibentuk, seperti 80 Bima Arya Sugiarto, 2002, “Sidang Tahunan MPR 2002: Menuju Institusionalisasi, Menyelamatkan Transisi”, Analisis CSIS, Tahun XXXI 2002, No. 2., Hal. 172. 81 …….., “Recall tidak sepenuhnya hak partai”, Media Indonesia, Jakarta, Edisi. 26 Februari 2002. 82 ……..., “Lembaga Recall untuk bersihkan DPR, Media Indonesia. Jakarta, Edisi 25 Februari 2002. Komisi Penyiaran Indonesia, Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta lembaga lainnya yang membuka peluang partisipasi masyarakat secara aktif. Upaya-upaya itu dilakukan secara bertahap, disesuaikan dengan kebutuhan maupun perkembangan. Mekanisme Pergantian Antar Waktu PAW diatur lebih rinci pada Undang-Undang No 22 Tahun 2003 tentang Susunan Kedudukan Anggota DPR, DPD dan DPRD UU Susduk. Pada UU Susduk, alasan atau latar belakang PAW diperluas. Misalnya, seseorang tak lagi memenuhi persyaratan sebagai anggota legislatif, melanggar kode etik legislatif, diusulkan oleh partainya karena melanggar ADART partai, termasuk tidak menghadiri rapat-rapat selama tiga bulan berturut-turut tanpa alasan yang jelas. UU No 30 Tahun 2002 dan UU No 23 Tahun 2003 merupakan salah satu alat untuk mengontrol kinerja anggota legislatif, apakah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi lembaga legislatif atau tidak. 83

A. 1. Persatuan dan Kesatuan Nasional

Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI adalah negara kepulauan dan negara maritim. Hal ini berarti bahwa Indonesia sangat rentan dengan adanya konflik antar daerah dan munculnya gerakan-gerakan separatisme di daerah. Lepasnya Timor- Timur dari NKRI pada tahun 1999 telah mendorong munculnya wacana pemisahan diri disejumlah daerah. Ide pemisahan diri atau wacana mengenai federalisme, tentu menimbulkan pro dan kontra. Hal ini dikhawatirkan akan menimbulkan disintegrasi bangsa. 83 ……. , “Lembaga Recall Di hidupkan Lagi”, Media Indonesia, Jakarta, Edisi. 23 Februari 2002. Secara historis, NKRI dibentuk karena perasaan senasib dan sepenanggungan serta tujuan bersama yang ingin dicapai oleh seluruh suku bangsa yang ada di Nusantara. NKRI bukan terbentuk karena bergabungnya daerah-daerah yang ada, sehingga menjadi satu negara, sebagaimana terjadi di Amerika Serikat. Untuk tetap mempertahankan negara kesatuan, pemerintahan Megawati Soekarnoputri telah menentukan berbagai kebijakan, yaitu pertama direalisasikan desentralisasi kewenangan yang dikenal dengan sebutan otonomi daerah dari pemerintah pusat ke daerah sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku. 84 Kebijakan pemerintah ini diatur dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang otonomi daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Pembagian keuangan antara Pusat dan Daerah. Otonomi daerah ini dibangun dengan tujuan untuk memperkuat negara kesatuan Indonesia yaitu berkenaan dengan pelimpahan hak, kewajiban, kewenangan dan tanggung jawab dalam hal- hal tertentu yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 85 Dengan otonomi daerah, daerah didorong untuk mampu mengelola atau mengatur daerahnya secara mandiri. Kemandirian diharapkan mampu mendorong terjadinya percepatan pembangunan, pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan rakyat. 86 Kebijakan kedua adalah mempercepat penyelesaian konflik antar kelompok masyarakat yang marak terjadi periode tahun 1998-2000. Untuk 84 Ryaas Rasyid, “Pemerintah Pusat Sumber Distorsi Otonomi Daerah”, Kompas,Edisi. 5 Februari 2003. 85 ……., 2001, “ Otonomi Bahayakan Keutuhan Bangsa” Dokumentasi Kliping Tentang Peta Politik di Indonesia, Tahun XIII, No. 10., Centre for Strategic and International, Jakarta, hal. 52. 86 TN, 2004, Megawati Membangun Negeri, Komunitas Peduli Komunikasi, Jakarta, Hal. 95.