Masa Kecil Megawati Soekarnoputri
tidak sentimental dalam mengungkapkan perasaannya.
41
Masa kanak-kanaknya hingga remaja, ia lalui di lingkungan istana negara, diisi dengan belajar menari
dan membaca. Sesekali jika ada tamu negara yang berkunjung ke Istana, Bung Karno menampilkan putri kesayangannya untuk menari didepan tamunya dalam
jamuan resmi kenegaraan.
42
Sebagai putri Presiden Megawati bersama saudara- saudaranya cukup dimanja para abdi dalem istana dalam situasi penuh privilege
fasilitas khusus yang dinikmati first family. Meskipun demikian Mega kecil sudah dibiasakan bersosialisasi dengan orang-orang disekitarnya. Yaitu pada saat
mendapat pendidikan pra-sekolah, Mega dan Guntur kakaknya dididik dengan tegas untuk menjadi anak yang mandiri dan tidak eksklusif. Mega dan kakaknya
belajar bersama dengan anak-anak karyawan dan tukang kebun. Bercampurnya anak-anak tersebut membuat Mega mengetahui langsung kehidupan “wong cilik”
dan bisa memahami betapa sulitnya menjadi “wong cilik”. Pendidikan dasar Megawati hingga SMA dilaluinya di Perguruan Cikini
Jakarta Pusat.
43
Selepas SMA, Megawati masuk Fakultas Pertanian di Universitas Pajajaran Bandung, tahun 1965. Semasa mahasiswa, Megawati aktif dalam
Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia GMNI cabang Bandung, sebagai anggota biasa. Keaktifan Mega dalam GMNI ini telah membuktikan bahwa Mega
pun sebagai seorang aktivis, namun pembawaan pribadinya sangat tenang dan cenderung pendiam.
Pada tahun 1967, situasi politik Indonesia telah membuka luka hati Megawati, dimana ia memilih untuk meninggalkan bangku kuliah untuk
41
Syahbuddin Managandaralam, 1986, Apa dan Siapa Bung Karno , Rosda, Jakarta, hal. 11.
42
Sumarno, op.cit., hal. 4.
43
Sumarno, op.cit., hal 5.
mendampingi ayahnya, Bung Karno. Kesehatan Bung Karno semakin memburuk dan sedang dikenai karantina politik oleh Soeharto sebagai penguasa baru.
Megawati merasakan betul kegoncangan jiwa yang dialami ayahnya akibat tekanan dan isolasi politik oleh rezim yang menamakan Orde Baru. Kesedihan
dan kepedihan Megawati begitu mendalam ketika akhirnya Bung Karno wafat tanggal 21 Juni 1970, dalam status politik yang kurang menggembirakan bahkan
memilukan. Setelah situasi agak mencair, pada tahun 1970 Megawati berusaha untuk
melanjutkan kuliahnya. Ia masuk Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Akan tetapi kuliah keduanya inipun tak terselesaikan. Tahun 1972, ia memutuskan
untuk berhenti kuliah. Hal ini disebabkan karena faktor mengurus rumah tangga dan kegiatannya terjun dalam dunia politik.
Megawati mengakhiri masa lajangnya dengan dipersunting oleh seorang penerbang Letnan Satu Surindro Supjarso, yang biasa dipanggil dengan sebutan
Mas Pacul. Akan tetapi kebahagiaan Mega tidak berlangsung lama, saat ia hamil, suaminya bersama tujuh awak pesawat Skyvan T.70 dikabarkan jatuh di Biak
Irian Jaya tahun 1970, tak lama setelah Bung Karno wafat.
44
Pada tahun 1972, Mega mencoba untuk membangun rumah tangga untuk yang kedua kalinya. Mega
berkenalan dengan seorang pemuda tampan Hassan Gamal Ahmad Hassan, diplomat Mesir yang bertugas di Jakarta. Keduanya menikah di Kantor Urusan
Agama Sukabumi tahun 1972. Namun, pernikahan kedua ini tidak seperti yang diharapkan. Pernikahan Megawati dibatalkan oleh Pengadilan Agama Istimewa
44
Agus Basri dan Nunik Iswardani, “Mega dan Berbagai Tanda”, Tempo No.43 Tahun XXIII,Edisi 25 Desember 1993, hal. 17.
Jakarta. Pengadilan menganggap nasib suaminya, Surindro belum jelas apakah sudah meninggal atau masih hidup. Oleh karena itu, Pengadilan Agama menilai
pekawinan Mega-Gamal Ahmad Hasan tidak sah sehingga harus dibatalkan.
45
Dalam perjalanan selanjutnya, wanita pendiam dan suka senyum itu bertemu dengan seorang aktivis GMNI. Pria asal Ogan Komering Ulu, Palembang
yang menjadi tambatan hati Mega itu adalah Taufik Kiemas. Setelah mendapat kepastian bahwa suaminya telah meninggal dalam musibah di Biak itu, Mega
akhirnya menikah dengan Taufik Kiemas hingga saat ini. Pasangan Mega-Taufik dalam banyak hal menemukan kecocokan. Taufik sena ntiasa memberikan
“support” terhadap karier politik yang dirintis istrinya. Saat ini Megawati dapat dikatakan sebagai salah seorang aktor politik
yang cukup penting di pentas nasional, akan tetapi Mega tidak pernah menempuh pendidikan politik secara formal,seperti tokoh politik lainnya. Pendidikan politik
Megawati diperoleh sejak kecil dari ayahnya, Bung Karno. Di lingkungan istana itulah Megawati mengalami proses sosialisasi politik yang intensif dari tokoh-
tokoh politik yang menemui ayahnya dimana ia sering dilibatkan walaupun sekedar untuk menghidangkan minuman dan makanan atau menemani ayahnya
dalam perbincangan santai tentang aneka persoalan negara. Bahkan di meja makanpun Megawati dapat memperoleh pelajaran politik
dari ayahnya, hal ini dikarenakan kesibukan Soekarno sebagai kepala negara. Peristiwa ini terjadi salah satunya diruangan makan Istana Merdeka tahun 1964.
Diruangan ini Megawati mendapat dua jenis pelajaran yang berharga dari
45
Ibid.
ayahnya. Pertama, ayahnya memberi kiat-kiat menjadi seorang politikus yang baik. Soekarno menjelaskan bahwa seorang politikus yang baik harus menguasai
psikologi massa rakyat; mempunyai keteguhan dalam memegang asa dan taktik perjuangan organisasi. Organisasi yang dimaksud bisa berupa negara, partai,
tentara, mahasiswa dan sebagainya. Pelajaran kedua, yaitu mengenai bagaimana gaya berdiplomasi ketika
berhadapan dengan pemimpin dan masyarakat Internasional, sehingga mereka memberi respon yang positif terhadap setiap gagasan yang dilontarkan. Respon
yang positif ini juga yang dapat dijadikan barometer keberadaan Indonesia di forum Internasional.
Sebagai anak Presiden, Megawati tentu memahami pasang surut badai dan gelombang kehidupan politik yang juga dialami bapaknya. Sejak awal Megawati
telah menyadari benar apa konsekuensi memasuki dunia politik yang sarat dengan konflik kepentingan conflict of interest dan perebutan kekuasaan struggle for
power . Merasakan pasang surut karier politik ayahnya, tampaknya membawa
pemahaman yang dalam pada diri Megawati bahwa dalam politik tidak ada kawan dan lawan yang abadi, yang abadi hanyalah kepentingannya.