3. Partai KEBIJAKAN-KEBIJAKAN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI
faktual yang dilakukan Departemen Kehakiman dan HAM maupun Komisi Pemilihan Umum KPU digunakan untuk menseleksi secara alamiah partai
politik yang ada. Berdasarkan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang dilakukan KPU, dari 49 partai politik yang mendaftar sebagai peserta
pemilu, yang memenuhi syarat hanya 24 partai politik saja. Partai politik yang lolos verifikasi faktual dan verifikasi administrasi dinyatakan sebagai
peserta pemilu. Makin sedikitnya jumlah partai politik yang menjadi peserta pemilu,
merupakan konsekuensi dari penerapan Undang Undang No 30 Tahun 2002 tentang Pertai Politik dan Undang Undang No 12 tentang Pemilihan Umum
DPR, PDP, dan DPRD. Berdasarkan kedua Undang Undang tersebut, ada persyaratan administrasi, persyaratan kepengurusan minimal dan dukungan
minimal pada masing- masing kepengurusan yang harus dipenuhi partai politik.
Partai politik yang telah memenuhi syarat-syarat sebagaimana diatur dalam Undang Undang No 30 tahun 2002, kemudian didaftarkan di
departemen Kehakiman dan HAM kemudian melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual terhadap persyaratan Undang Undang No
30 Tahun 2002. Jika memenuhi persyaratan, disahkan sebagai badan hukum. Partai politik yang telah ditetapkan sebagai badan hukum, kemudian
mendaftar sebagai peserta pemilu di KPU. Agar ditetapkan sebagai peserta
pemilu, partai politik harus memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dala m Undang-Undang No 12 Tahun 2003. Syarat itu antara lain:
98
a Diakui keberadaannya sesuai dengan UU No.312002 tentang Partai
politik b
Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 23 dari seluruh jumlah propinsi
c Memiliki pengurus lengkap sekurang-kurangnya di 23 dari jumlah
kabupatenkota di propinsi . d
Memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau sekurang- kurangnya 11.000 dari jumlah penduduk pada setiap kepengurusan
Parpol. e
Pengurus harus memiliki kantor tetap f
Mengajukan nama dan tanda gambar partai politik kepada KPU. Bedasarkan hasil verifikasi administrasi dan verifikasi faktual yang
dilakukan oleh KPU dengan melibatkan KPU daerah, dari 48 partai yang berstatus hukum, hanya 24 partai politik yang dinyatakan memenuhi syarat
dan kemudian ditetapkan sebagai peserta pemilihan umum. Pada Pemilu 2004 dikembangkan konsep dukungan riil masyarakat
terhadap partai politik. Dalam hal ini, partai politik wajib memiliki anggota minimal seribu orang atau satu persen dari jumlah penduduk pada
kepengurusan tingkat kabupatenkota. Dengan adanya syarat seperti ini, paling tidak telah dikembangkan satu sistem kepartaian dengan keanggotaan
98
M. Dadijono, 2003, Persiapan Pemilu 2004 dan Dinamikanya, Analisis CSIS, Tahun. XXXII. No. 4. hal.408.
aktif. Sehingga partai politik bukan lagi ”partai para pengurus”, karena yang menjadi anggota partai adalah para pengurus partai.
Dengan memiliki anggota dalam jumlah memadai, partai sekaligus menjadi wahana bagi para pengurusnya untuk belajar menyelenggarakan
suatu pemerintahan. Keberhasilan mengelola partai antara lain tercermin dari makin banyaknya warga masyarakat yang bergabung serta aspirasi yang
diperjuangkan, akan menjadi modal dan pengalaman berharga bagi pengurus partai yang pada gilirannya nanti akan berperan sebagai penyelenggara
negara.
A.4. Keamanan
Dewasa ini keadaan Indonesia banyak dirundung masalah, terutama mengenai keamanan dalam negeri. Selain masalah konflik Nanggroe Aceh
Darusallam dan sebagian Maluku, keamanan di Indonesia sedang porak- poranda akibat munculnnya aksi terorisme. Aksi ini merupakan penyakit
baru dalam wilayah Indonesia sepanjang sejarah. Aksi pengeboman di Legian, Kuta Bali pada tanggal 12 Oktober 2002, disusul dengan
pengeboman Hotel George.W. Marriot Jakarta merupakan awal adanya terorisme. Kedua aksi pengeboman tersebut yang menimbulkan kerugian
bagi pemerintah secara material dan berakibat puluhan orang tewas. Aksi terorisme ini telah menjadi ancaman bagi Indonesia, untuk itu pemerintah
berusaha untuk melindungi segenap masyarakat yang ada di Indonesia dan melakukan perlawanan terhadap terorisme.
Perlu kiranya disadari bahwa aksi terorisme bukanlah sekedar tindak pidana biasa. Ini merupakan kejahatan luar biasa yang masuk kedalam
kategori kejahatan terhadap kemanusiaan. Mengingat dampak atau akibat yang ditimbulkan dari suatu aksi terorisme tidak terbatas pada korban jiwa,
harta benda, sarana dan prasarana umum. Aksi terorisme amat berpotensi memusnahkan lingkungan hidup, sumber-sumber ekonomi bahkan
menimbulkan keguncangan sosial dan politik.
99
Aksi teror ini berdampak pada Indonesia secara langsung, misalnya pengeboman di Bali. Tidak hanya harta benda dan menelan korban jiwa saja,
melainkan telah menghancurkan citra Bali sebagai kawasan wisata dunia. Penurunan kunjungan wisatawan, menimbulkan dampak buruk bagi
masyarakat yang selama ini menggantungkan kehidupan pada pariwisata di Bali. Pemerintah juga dirugikan, karena hilangnya devisa dari sektor
pariwisata, dimana pariwisata di Bali merupakan devisa tertinggi di Indonesia.
100
Dengan maraknya aksi terorisme yang terjadi di Indonesia, Megawati Soekarnoputri pada tanggal 18 Oktober 2002 menerbitkan dua
peraturan Pemerintah pengganti UU perpu. Yaitu Perpu No 1 Tahun 2002 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, serta Perpu No 2 Tahun
2002 Tentang Pemberlakuan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2002
99
TN, op,cit., Hal. 184.
100
Idem.,
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme pada Peristiwa Peledakan Bom di Bali tanggal 12 Oktober 2002
101
. Berkaitan dengan perpu Anti Terorisme tersebut, di DPR terdapat
polarisasi. Fraksi- fraksi yang mendukung perpu tersebut antara lain Fraksi PDI-P, Fraksi Golkar, dan Fraksi Kesatuan Kebangsaan Indonesia.
Alasannya adalah terorisme tidak bisa diselesaikan dengan menggunakan KUHP sementara fraksi- fraksi yang menolak adalah fraksi Persatuan
Pembangunan, F. Reformasi dan F. Daulat Umat. Yang berpendapat bahwa perpu anti terorisme ini berpotensi dijadikan landasan yuridis bagi negara
untuk melakukan kekerasan politik pada pihak-pihak yang tidak sejalan. Sehubungan dengan reaksi penolakan sebagian kalangan atas perpu
Anti Terorisme, pemerintah aktif melakukan public relation. Menurut Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Izha Mahendra bahwa perpu Anti
Terorisme bukan sejenis haatzaai artikelen atau undang- undang anti subversi. Perpu Anti Terorisme tidak dirancang untuk mematikan aktivitas
politik melainkan kriminal murni. Aktivitas politik baru dijerat saat pelaksanaannya melalui cara-cara teror.
102
Melalui diterbitkannya perpu baru ini Megawati Soekarnoputri mempunyai keinginan adanya peraturan tegas terhadap setiap pelanggaran
yang terjadi. Indonesia sebelumnya tidak mempunyai Undang-undang tentang pemberatasan terorisme sehingga menyulitkan aparat keamanan
untuk mengungkap kasus bom di Bali. Dengan dikeluarkannya UU baru
101
Idem., hal. 185.
102
Donny Gahral Adian, 2003, Mencegah Lahirnya Terorisme Negara: Indonesia pasca Bom Bali, Analisis CSIS, Tahun XXXII, No.1., hal 83.
tersebut perpu pemberantasan terorisme menjadi UU No 15 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme aparat keamanan
khususnya kepolisian memiliki payung hukum dan payung politik dalam melaksanakan operasi menumpas terorisme di Indonesia.
103
Munculnya gerakan separatis di Aceh dan Papua serta konflik sosial di Maluku dan Poso sangat mengancam keamanan dalam negeri. Konflik
yang dilatarbelakangi oleh perbedaan etnis, agama atau bahasa ini diperlukan pemimpin yang kuat dan visioner.
104
Dalam menghadapi konflik di beberapa daerah di Indonesia Megawati Soekarnoputri mencoba untuk
menyelesaikan konflik tersebut dengan upaya perdamaian. Untuk keamanan di Provinsi Papua sudah membaik sejak deklarasi Propinsi Irian Jaya
Tengah. Perdamaian adat antara kelompok pro dan kontra atas pemekaran Papua dan pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah. Perdamaian adat ini
disebut dengan ugon uragin merupakan puncak dari semua proses perdamaian adat. Upacara adat itu dimaksudkan untuk menghilangkan rasa
dendam dan membangun persaudaraan baru diantara mereka yang bertikai.
105
Misalnya, dalam penyelesaian konflik di Maluku diselesaikan dengan sebuah kesepakatan dama i yang dikenal dengan Perjanjian Malino
lihat Lampiran.2. Kesepakatan damai tersebut diyakini sebagai prasyarat untuk memulihkan keamanan dan rehabilitasi sosial ekonomi.
106
103
Idem., hal. 185.
104
….., “Indonesia dalam Zona Bahaya Kearah Negara Yang Gagal”, Kompas, Edisi 28 Maret 2002.
105
Indra J. Pilliang, “Bulan-bulan politik sebagaii Panglima?, op.cit., hal. 294.
106
….., “Disepakati untuk Mengakhiri konflik”, Kompas, Edisi. 13 Februari 2002.
Pertemuan Malino II menghasilkan perjanjian untuk menghentikan konflik dan kekerasan, namun pemerintah menyadari bahwa untuk
menyelesaikan konflik komunal di Maluku yang intensitas, kompleksitas dan sebarannya tinggi, diperlukan langkah- langkah yang komprehensif
menyangkut bidang politik, sosial, ekonomi, hukum dan keamanan.