Jalannya Politik Sidang Istimewa MPR 2001

jabatannya berakhir sesuai dengan masa jabatan presiden dan wakil presiden yang digantikan. 69 3. Atas permintaan DPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden apabila DPR mengangggap presiden telah melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara. Disini, DPR hanya dapat meminta SI MPR setelah memberikan dua kali memorandum. 70 Memorandum DPR tidak harus berakhir dengan sidang istimewa MPR, hal ini tergantung dari respon Presiden. Jika respon presiden tidak memuaskan DPR, maka Memorandum pertama DPR akan disusul dengan memorandum kedua DPR. Bila memorandum kedua DPR juga tidak me ndapat perhatian dari presiden maka DPR meminta MPR menyelenggarakan SI MPR untuk meminta pertanggungjawaban Presiden. DPR menyampaikan memorandum kepada presiden apabila DPR mengganggap Presiden talah melanggar UUD 1945 dan Haluan Negara. Dikatakan melanggar UUD 1945 apabila presiden dalam menjalankan pemerintahan dan kebijakannya tidak sesuai atau bahkan bertentangan dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UUD 1945. Sementara yang dimaksud dengan melanggar haluan negara adalah menjalankan kebijakan-kebijakan tetapi menyimpang dari haluan negara atau tidak menjalankan haluan negara. Yang dimaksud haluan negara adalah seluruh ketetapan-ketetapan MPR, baik 69 Ketetapan MPR No. VIIMPR1973,pasal 5 ayat 1 70 Ketetapan MPR No. IIIMPR1978, pasal 7 ayat 2,3,4. ketetapan MPR secara khusus mengatur Garis-garis Besar Haluan Negara maupun ketetapan-ketetapan MPR lainnya. 71 Keterlibatan Presiden Abdurrahman Wahid dalam percairan dana Yanatera bulog dan dana bantuan dari sultan Brunnei membuat DPR untuk mengeluarkan Memorandum kepada Presiden untuk mengingatkan Presiden. Akan tetapi memorandum yang dikeluarkan DPR ini diabaikan oleh Presiden, sehingga DPR mengeluarkan memorandum untuk yang kedua kalinya untuk meminta pertanggungjawaban presiden kepada MPR. Kedua memorandum inipun tidak diindahkan oleh presiden karena dianggap tidak konstitusional. Bahkan presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan dekrit sebagai bentuk perlawanan terhadap DPR. Atas dasar inilah, DPR meminta MPR untuk menyelenggarakan Sidang Istimewa dan meminta pertanggujawaban presiden. Seluruh fraksi di MPR sepakat menggelar Sidang Istimewa MPR untuk mengatasi persoalan yang dihadapi bangsa Indonesia. Setidaknya ada lima fraksi yang mendukung diselenggarakannya Sidang Istimewa, mereka menyatakan bahwa tidak adanya perubahan sikap dan kinerja presiden Abdurrahman Wahid sejak dikeluarkannya Memorandum I dan II. Presiden dianggap melanggar sumpah jabatan dan meremehkan parlemen. Di samping itu, presiden dinilai tidak serius dalam memberantas KKN bahkan cenderung melawan DPR. 72 Atas desakan dari beberapa fraksi, diantaranya F. PDIP, F. 71 Kusnardi, Moh, dan Bintan R. Saragih, 1978, Susunan Pembagian Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, PT. Gramedia, Jakarta, hal 20. 72 ……”Dari Senayan: Tiada Kompromi, tiada maaf lagi” Tempo, Vol.XXX, No. 9., Edisi 30 April-6 Mei 2001, hal. 22., lihat, “Presiden akan Jawab Memorandum I 29 Maret” dalam, http:www.kompas.comkompas-cetak010323utamapres01htm.23 Maret 2001. PG, F. PPP, F. Reformasi, F. PBB, maka Sidang Istimewa MPR untuk dipercepat menjadi tanggal 21-26 Juli 2001.

b. Agenda Utama Sidang Istimewa MPR

Sidang Istimewa yang akan diselenggarakan pada tanggal 1-7 Agustus 2001 dipercepat menjadi tanggal 21-26 Juli 2001, hal ini dilakukan atas desakan beberapa fraksi, seperti F. PDI-P, F. PPP, F. Reformasi dan F, Partai Bulan Bintang. SI MPR dipercepat dengan alasan hari- hari menjelang diselenggarakannya SI MPR Presiden Abdurrahman Wahid masih mengambil langkah-langkah berbahaya yang mengancam keamanan dan keselamatan bangsa serta melanggar haluan negara. Misalnya, tindakan Gus Dur selama ini banyak nyeleneh, masalah pemilihan ketua MA dan kegagalannya menjalankan pemerintahannya. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya pertikaian diberbagai daerah seperti di Ambon, Aceh dan Sampit. 73 Dipercepatnya Sidang Istimewa ini dengan alasan bahwa apabila kinerja presiden sebelum Sidang Istimewa justru menunjukkan situasi ekonomi dan politik yang memburuk. Dengan asumsi bahwa menjaga keutuhan bangsa dan negara berlandaskan konstitusi lebih utama jika dibandingkan dengan menjaga kepentingan orang per orang atau golongan. 74 Berdasarkan hasil votting rapat paripurna DPR menunjukkan mayoritas anggota DPR menginginkan pelaksanaan sidang istimewa. Dari 408 anggota dewan yang mengikuti votting, 365 diantaranya setuju meminta MPR 73 ………, “Riskan Desak Gus Dur Mundur”, Suara Karya, edisi. 19 Maret 2001. 74 ………, “ Lima Fraksi desak percepat SI”, Republika, edisi. 8 Juni 2001. melaksanakan sidang istimewa setelah presiden dianggap tidak mengindahkan peringatan DPR melalui memorandum. Langkah MPR menggelar Sidang Istimewa ini dibalas oleh presiden dengan memberlakukan dekrit, tanggal 23 Juli dini hari, tetapi dekrit ini ditolak oleh MPR melalui voting, karena dinilai melanggar haluan negara. Demikian pula fatwa MA menegaskan dekrit itu tidak konstitusional. 75 Dekrit itu sendiri merupakan tindakan yang kontroversial karena disamping tidak ada dasar konstitusinya, juga tidak efektif sama sekali karena tidak mendapat dukungan dari kekuatan-kekuatan politik yang ada, termasuk TNI dan Polri. Ini berbeda dengan Dekrit 5 Juli 1959 yang mendapat dukungan dari TNI dan Partai politik. 76 Diawali dengan penolakan Presiden atas Memorandum I dan II DPR, SI MPR akhirnya diselenggarakan, untuk meminta pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid. Alasan kedua melakukan percepatan sidang istimewa ini , didasarkan pada kebijakan presiden mengeluarkan Maklumat. Sebelumnya, Presiden telah melakukan langkah- langkah politik untuk melawan lawan- lawan politiknya yaitu dengan mengeluarkan maklumat 28 Mei 2001. Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid mengeluarkan maklumat 28 Mei 2001 menimbulkan kemarahan MPR. Sebab menurut UUD 1945, Presiden harus tunduk kepada MPR dan karena itu tidak selayaknyalah presiden membekukan MPR yang merupakan atasannya. Disamping itu, dikeluarkannya maklumat tersebut ada maksud tertentu yang mendasarinya. 75 M. Taufiq “Fatwa MA tentang Dekrit”, Koran Tempo,edisi 24 Juli 2001. 76 ……, “ Dekrit Prematur “. Tempo, No. 9., Vol. XXX, Edisi 5-11 Febuari 2001, hal. 26. Salah satu hal yang melatarbelakangi kebijakan tersebut adalah munculnya anggapan dari presiden bahwa telah terjadi kekacauan pelaksanaan konstitusi. Dalam hal ini terjadi ketidakselarasan antara praktek pelaksanaan ketatanegaraan dengan tatanan politik, masing- masing berjalan sendiri- sendiri. 77 Didasarkan pada kedua alasan tersebut akhirnya MPR mempercepat Sidang Istimewa. Terselenggaranya SI MPR ini berarti pula usai sudah kepemimpinan Aburrahman Wahid yang kemudian digantikan oleh Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri. Inti dari bab II, latar belakang Megawati Soekarnoputri terpilih sebagai presiden Republik Indonesia yang ke- lima, yang pertama ia merupakan tokoh yang memiliki kharisma dan seorang demokrat yang mempunyai banyak pendukung terutama ”wong cilik”. Hal ini tampak pada pemilu 1999 dimana Megawati Soekarnoputri memperoleh suara terbanyak. Selain itu Megawati Soekarnoputri merupakan anak dari Presiden pertama yaitu Soekarno, maka oleh sebagian masyarakat Indonesia percaya bahwa beliau dapat mewarisi mendiang ayahnya sebagai pemimpin bangsa. Latar belakang kedua adalah kondisi dan situasi politik Indonesia yang tidak stabil. Latar belakang kedua adalah pemerintahan Abdurrahman Wahid sudah tidak mendapat dukungan di parlemen terkait kasus Buloggate dan Bruneigate yang berakibat dikeluarkan Memorandum I, II dan Sidang Istimewa sehingga Abdurrahman Wahid di berhentikan sebagai presiden yang keempat dan digantikan oleh wakil presiden Megawati Soekarnoputri. 77 M. Djadijono, op.cit., hal. 227. 72

BAB III KEBIJAKAN-KEBIJAKAN MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

SELAMA MENJABAT SEBAGAI PRESIDEN Kebijakan merupakan pemikiran seseorang yang sudah terkait dengan situasi konkrit atau situasi tertentu. Kebijakan dapat diartikan sebagai rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan dan cara bertindak. 78

A. Kebijakan di Bidang Politik

Salah satu permasalahan utama dalam pemerintahan Megawati Soekarnoputri adalah kondisi Indonesia yang belum stabil. Pada saat itu Indonesia sedang dalam krisis multidimensional. Dimana, sebagian krisis itu merupakan bagian dan kelanjutan dari krisis moneter, krisis ekonomi, krisis kepercayaan, krisis politik, dan krisis keamanan yang telah melanda sejak tahun1997. Sebagian lagi merupakan rangkaian krisis baru, baik yang berasal dari dinamika kehidupan nasional didalam negeri, maupun imbas dari peristiwa-peristiwa global. 79 Stabilitas pemerintahan sangat diperlukan untuk kemantapan dalam penanganan masalah- masalah nasional. Untuk itu Presiden Megawati Soekarnoputri bersama anggota kabinet dan masyarakat bersama-sama guna penanganan masalah- masalah nasional tersebut. Langkah awal yang dilakukan salah satunya membangun tatanan politik baru, yaitu dengan amandemen UUD 1945. Dengan selesainya 78 Tim Penyusun KBBI, 1990, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cetakan Keempat, Balai Pustaka, Jakarta, Hal. 115. 79 Pidato Presiden Republik Indonesia pada Sidang Tahunan MPR RI Tanggal 1November2001, http:www.ri.go.idproduk_uu isi sidth-ind.htm.,22032007. amandemen keempat UUD 1945, tugas pemerintah selanjut nya melakukan penyesuaian seluruh ketentuan perundangan yang ada dengan muatan UUD 1945 yang telah diamandemen. Di sisi lain pemerintah juga menyusun peraturan perundangan yang belum dimiliki, agar amanat konstitusi bisa dilaksanakan dengan baik. Dalam bidang politik, pemerintah bersama DPR telah menerbitkan ketentuan perundang-undangan yang baru, serta menyiapkan sejumlah ketentuan perundangan lain, seperti revisi UU No 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan RUU tentang Mahkamah Konstitusi. Ketentua n perundangan yang baru diterbitkan untuk mengembangkan infrastruktur politik yang baru, antara lain, UU No 30 Tahun 2002 Tentang Partai Politik, UU No 12 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Umum, UU No 22 Tahun 2003 Tentang Susduk dan UU No 23 Tahun 2003 Tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Tidak hanya menerbitkan undang-undang yang baru, pemerintah juga merealisasikan amanat UU bersangkutan melalui serangkaian kebijakan. Perubahan UUD 1945 ini juga memuat tentang adanya upaya untuk menyetarakan lembaga- lembaga Negara, sehingga dapat mekanisme check and balances yang lebih memadai, demi mendorong demokratisasi lembaga- lembaga negara tersebut. Dalam pelaksanaan pemilihan umum 2004 nanti merupakan agenda baru dalam politik Indonesia. Indonesia mengalami beberapa kemajuan politik, karena Indonesia melakukan pemilihan Presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat dan bertugas untuk masa jabatan yang pasti. Hal ini diadopsi di dalam perubahan UUD 1945 menjadi presiden dan Wakil Presiden dalam satu