Pendidikan dan Pelatihan Calon Pengelola Manajer CUM

98

3.2.5. Pendidikan dan Pelatihan Calon Pengelola Manajer CUM

MPA mengatakan bahwa identitas wacana CUM merupakan sebentuk sistem ekonomi kerakyatan versi kristiani. Dengan mengajukan wacana CUM ini kepada gereja-gereja untuk mengisi ketiadaan instrumen artikulasi aspek etis gereja di bidang pemberdayaan ekonomi rakyat, MPA berniat untuk menjadikan wacana CUM ini sebagai wacana tanding kontra hegmoni terhadap wacana sistem ekonomi kerakyatan yang hegemonik yang dominan yang ada di masyarakat. Sebagaimana prinsip penyelenggaraan CU pada umumnya, MPA memijakkan prinsip dasar penyelenggaraan CUM pada tiga pilar atau trilogi komunitas CUM. Dalam salah satu dictum tiga pilar CUM tersebut disebutkan bahwa komunitas CUM dimulai dari pendididikan, dikembangkan dengan pendidikan dan dikontrol oleh pendidikan”. 158 Atas dasar itu, MPA menyelenggarakan “Pendidikan dan Pelatihanbagi calon pengelola manajer CUM”. Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola manajer CUM ini sudah diselenggarakannya sejak tahun 2004”. 159 Hingga kini tahun 2012 MPA sudah menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan tersebut sebanyak 15 angkatan dan menghasilkan hampir 300 orang calon manejer CUM yang menyebar di berbagai denominasi gereja di Sumatera Utara, khususnya “gereja suku”. Gereja-gereja yang mengutus Pendetanya atau Diakonesnya untuk mengikuti pelatihan itu antara lain: Huria Kristen Batak Protestan HKBP, Gereja Batak Karo Protestan GBKP, Gereja Kristen Protestan Simalungun GKPS, Gereja Kristen Protestan IndonesiaGKPI,Gereja Kristen Pak-Pak Dairi GKPPD, Gereja Kristen Protestan Angkola GKPA, dan lain- 158 Ibid, hlm, 3-4 159 Komunitas CUM yang pertama sekali berdiri adalah Komunitas CUM yang diselenggarakan di HKBP Kedaton Lampung, berdiri 13 Januari 2005. Di HKBP saat ini ada 126 orang calon manajer CUM. Selanjutnya lihat: Pdt.Nelson F.Siregar, “HKBP menjadi Inklusif di Masyarakat Pluralis”, dalam Pdt. Martunas Manullang 2010 Menuju HKBP Inklusif dan Misioner:“Ekklesiologi di Masyarakat Pluralis”, Pematang Siantar, L.Sapa STT HKBP dan Yayasan Nomensen HKBP Jambi, hlm, 162 99 lain. Sejauh ini gereja HKBP adalah gereja yang memiliki paling banyak calon manajer CUM, yakni lebih kurang 126 orang. Sedangkan GKPS sejauh ini memiliki 22 orang calon manajer. MPA mematok syarat yang boleh mengikuti “Pendidikan dan Pelatihan” itu adalah Pendeta atau Diakones”. 160 Dengan syarat seperti itu, maka yang dapat menjadi pengelola atau manajer CUM adalah hanya Pendeta atau Diakones. Menurut MPA, hal itu dilakukan untuk menjaga agar wacana CUM tidak dijadikan sebagai alat untuk mencari keuntungan pribadi atau praktik rentenir. MPA sangat menyadari bahwa sebagai sebentuk informal microfinance, wacana CUM ini rentan disalahgunakan untuk mencari kepentingan pribadi atau sebagai praktik rentenir. MPA menginginkan pengelola atau manajer CUM adalah mereka yang memiliki kapasitas moral, intelektual, integritas dan jujur. MPA melihat subjek yang paling representatif untuk menjadi pengelola atau manajer suatu komunitas CUM adalah Pendeta atau Diakones. Sebagai Hamba Tuhan, Pendeta dan Diakones, dianggap memiliki kualifikasi tersebut. Karena itulah, MPA hanya memperuntukkan Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola CUM itu hanya bagi pelayan gereja penuh waktu yakni Pendeta atau Diakones. Meskipun terkesan sangat subjektif, syarat harus “Pendeta atau Diakones” merupakan bagian dari strategi MPA untuk membangun proyek hegemoninya agar wacana CUM tersebut dapat dengan cepat meluas dan menembus sampai ke lapisan struktur gereja yang paling bawah yakni jemaat.Melalui para Pendeta atau Diakones yang telah mengikuti Pendidikan dan Pelatihan itu, MPA berharap komunitas CUM dapat didirikan atau dibentuk di wilayah pelayanan di mana para Pendeta dan Diakones 160 Yang dimaksud dengan Pendeta adalah pelayan gereja yang memiliki pengetahuan teologi formal dalam arti memiliki pendidikan teologi formal entah itu bergelar S1.S2 atau S3 Sedangkan yang dimaksud dengan Diakones, adalah pelayan gereja non-pendeta, yang memiliki tugas-tugas khusus di gereja dan memiliki pendidikan teologi formal. 100 itu menjalankan tugas-tugas pelayanan kegerejaannya sehari-hari. Dengan kata lain, para Pendeta atau Diakones itulah yang diharapkan MPA sebagai agen atau perpanjangan tangannya untuk memelopori pembentukan dan perluasan simpul-simpul komunitas CUM di berbagai wilayah pelayanan gereja. Dengan cara seperti, formasi hegemonik baru yang dicita-citakan MPA dalam wujud materialnya sebagai suatu komunitas CUM dapat terbentang dan meluas memasuki lapisan struktur gereja yang paling bawah. MPA mengatakan bahwa praktik CUM sebaiknya dimulai dengan minimal 20 orang. Tetapi kalau anggota benar-benar berhasrat besar untuk mendirikannya, dengan jumlah dibawah 20 orang juga dapat diselenggarakan. Adanya kemauan dan tekad untuk mendirikan suatu komunitas CUM sudah merupakan ikatan yang dapat mempersatukan, tetapi agar suatu komunitas CUM yang sudah berdiri dapat berkembang perlu ada unsur pemersatunya”. 161 Dalam upayanya untuk mendidik dan melatih para Pendeta atau Diakones menjadi calon manajer CUM, MPA menjalin kerjasama dengan Pimpinan Gereja-gereja khususnya yang ada di Sumatera Utara. Setiap kali MPA mengadakan Pendidikan dan Pelatihan itu, MPA meminta kepada masing-masing Pimpinan gereja agar mengutus para Pendeta atau Diakones dengan kuota tertentu untuk menjadi pesertanya. Dalam konteks GKPS, LG adalah orang pertama Pendeta pertama yang mengikutinya pendidikan dan pelatihan tersebut. Melalui LG lah, GKPS pertama sekali mengenal wacana CUM. Sejak itu, GKPS kemudian mengutus Pendetanya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan tersebut yang diselenggarakan oleh MPA setiap tahun. Semula, Pendidikan dan Pelatihan tersebut diadakan MPA di komplek kantor pusat PT.BPR-PPK di desa Sukamakmur Kecamatan Sibolangit Deliserdang namun 161 MP.Ambarita,”Ekonomi Kerakyatan Versi Kristiani Sebagai Kekuatan Dalam Menghadapi globalisasi”, dalam Pdt. Martunas Manullang, ed, 2010 Op.cit,hlm, 148-149 101 sejak ia menyatakan berhenti sebagai direktur utama PT.BPR-PPK pada tahun 2010, “Pendidikan dan pelatihan calon manajer CUM” dipindahkan ke Lumban Ambarita, desa Sirait Uruk, Kecamatan Porsea Kabupaten Toba Samosir. Di desa inilah yang juga merupakan kampung halamannya, MPA berdomisili dan menyelenggarakan Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola manajer CUM. Adapun materi “Pendidikan dan pelatihan calon manajer CUM” yang diberikan MPA kepada para Pendeta dan Diakones itu adalah: Tabel 4: Materi Pendidikan dan Pelatihan CUM No Materi Sessionjam 1. Akuntansi Umum dan Akuntansi CUM 30 Session 2. Ekonomi Mikro 20 Session 3. Ekonomi Makro 20 Session 4. Moneter 15 Session 5. Manajemen Umum dan Manajemen CUM 30 Session 6. Hukum PerdataDagang 10 Session 7. Ceramah-ceramah agama teologi pelayanan holistik 1-1,5 jam setiap hari 8. Evaluasi penguasaan materi dan Paper akhir Selain dididik dan dilatih untuk memahami dan menguasai pengetahuan teknis tentang sistem akuntansi dan manajemen CUM, MPA juga menekankan pentingnya mempraktikkan cara hidup berkomunitas. Itulah sebabnya, sehingga segala sesuatu yang berkaitan dengan kebutuhan peserta selama masa pendidikan dan pelatihan seperti belanja, memasak, cuci peralatan makan, ibadah refleksi, kebersihan, semuanya dilakukan secara bersama bergiliran dan berkelompok dengan tidak membedakan usia tua-muda dan jenis kelamin laki-laki – perempuan, pendeta atau diakones”. 162 Dengan memberi titik tekan pada praktik hidup berkomunitas, MPA berharap para 162 Dalam penyelenggaraan ibadah bersama, pelayanan Firman Tuhan, diselenggarakan dalam bentuk penelaahan Alkitab PA, sehingga terselenggara sebentuk dialog dalam kesetaraan, berbagi pengalaman religiusitas sebagai cara untuk saling menguatkan komitmen sesama peserta. 102 manajer CUM senantiasa mengingat bahwa menyelenggarakan praktik diskursif CUM sesungguhnya merupakan cara untuk memaknai tri tugas panggilan universal gereja yakni bersaksi marturia, bersekutu koinonia, melayani diakonia. Sejak MPA memutuskan bertempat tinggal di desa Sirait Uruk, MPA juga mengumpulkan para manajer CUM dari berbagai gereja itu dalam suatu pertemuan yang disebutnya sebagai konsolidasi manajer CUM yang dilakukan satu kali dalam enam bulan”. 163 3.3. Konkretisasi wacana CUM ke Dalam Konteks GKPS 3.3.1. Sekilas Tentang GKPS

Dokumen yang terkait

Studi Komparatif Peran Koperasi dan Credit Union (CU) Terhadap Pengembangan Usaha Mikro Kecil (UMK) di Kecamatan Medan Area

1 74 105

Pemanfaatan Modal Sosial Dalam Credit Union (Studi deskriptif mengenai Kopdit/CU Cinta Kasih di Pulo Brayan, Medan)

3 99 107

Credit Union Sebagai Usaha Pemberdayaan Masyarakat ( Studi Deskriptif Usaha Pemberdayaan Masyarakat Di Desa Tukka Kecamatan Pakkat Kabupaten Humbahas)

3 77 127

Evaluasi penyusunan laporan keuangan credit union berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) : studi kasus di Credit Union Pancur Kasih tempat pelayanan pemangkat.

3 25 189

Evaluasi penyajian laporan keuangan Credit Union berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) revisi tahun 2013. Studi kasus di Credit Union Barerod Gratia.

0 0 143

Analisis tingkat kesehatan keuangan credit union studi kasus pada credit union Lantang Tipo, Credit Union Bima dan Credit Union Keling Kumang di Kalimantan Barat.

3 21 233

Evaluasi penyusunan laporan keuangan credit union berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) studi kasus di Credit Union Pancur Kasih tempat pelayanan pemangkat

2 25 187

Artikulasi kolektif masyarakat Dayak melawan perusahaan PT. Ledo Lestari (studi kasus tentang konflik agraria di Desa Semunying Jaya dalam perspektif Hegemoni Ernesto Laclau-chantal Mouffe).

4 16 126

Evaluasi penyajian laporan keuangan Credit Union berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) revisi tahun 2013. Studi kasus di Credit Union Barerod Gratia

0 0 141

HEGEMONI SOSIAL DAN POLITIK IDENTITAS PUTRA DAERAH JAMBI

0 0 27