133
BAB IV IDENTITAS POLITIK “GEREJA SUKU” :
DARI GERAKAN EKONOMI KE GERAKAN POLITIK
4.1. Pengantar
Pada pembahasan di dua bab sebelumnya, secara deskriptif telah dipaparkan latar belakang historis kemunculan wacana “credit union modifikasi” CUM dan juga
bagaimana wacana CUM dikonkretisasi ke dalam konteks GKPS yang mewujud menjadi kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta”. Selain itu, sudah diceritakan juga
sejumlah Aktivitas yang dilakukan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” untuk merespon tuntutan-tuntutan dari beragam kesatuan sosial yang antagonistik yang
membentuk komunitas tersebut. Penguraian pada bab sebelumnya masih sekadar memberi informasi dan belum membeberkan secara mendalam ihwal hegemoni yang
dihadapi oleh MPA dan strategi diskursif yang dilakukannya untuk menciptakan formasi hegemoni tandingan yang dicita-citakannya. Demikian juga halnya dengan uraian
tentang pembentukan kesatuan sosial Komunitas CUM “Talenta” belum membeberkan problematisasinya dari perspektif hegemoni LM.
Oleh karena itu, uraian pada bab IV ini berisi analisis atas artikulasi identitas politik “gereja suku” di ruang publik tersebut sebagaimana direpresentasikan oleh
Komunitas CUM “Talenta”. Dengan melakukan analisis dan porblematisasi atas data- data yang sudah dipaparkan pada bab sebelumnya, uraian pada bab ini dapat memberi
gambaran menyeluruh tentang tujuan dan inti studi ini dilakukan yakni untuk mengetahui sejauhmana komunitas CUM “Talenta” mampu mengartikulasi identitas
politik “gereja suku” GKPS di ruang publiknya di pedesaan di tanah Simalungun. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Pembahasan pada bagian analisis ini akan dibagi menjadi dua bagian: pertama, paparan data tentang konteks dan latar belakang kemunculan wacana CUM
sebagaimana sudah dipaparkan pada bab III akan direkonseptualisasi dengan mengunakan perspektif politik hegemoni LM dan sejumlah konsep-konsep psikoanalisa
Lacanian. Pembahasan pada sub bagian pertama ini meliputi: hegemoni, antagonisme dan identitas posisi subjek MPA sebagai penemu gagasan CUM dan pendidikan dan
pelatihan calon pengelola CUM sebagai strategi diskursif membangun formasi hegemoni tandingan.
Pada bagian kedua ini pembahasannya akan fokus pada analisis atas identitas politik “gereja suku” GKPS dan representasi sebagaimana diartikulasikan oleh
komunitas CUM “Talenta”. Subpembahasannya akan meliputi: pertama, inventarisasi tuntutan-tuntutan demand dari beragam kekuatan sosial yang antagonistik yang telah
membentuk kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” tersebut. Kedua, setelah menginventarisasi apa saja yang menjadi tuntutan-tuntutanya maka akan dibahas apa
yang dijadikan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” ini sebagai “penanda kosong” empty siginifier yaitu semacam alat pemersatu dari beragam kekuatan sosial yang
antagonistik tersebut. Ketiga, pembahasannya akan menampilkan bagaimana logika persamaan dan logika perbedaan dijalankan dalam kesatuan sosial komunitas CUM
“Talenta” sehingga dapat memperlihatkan apa yang menjadi alasan beragam kekuatan sosial yang antagonistik itu bersatu. Dengan kata lain, beragam kesatuan sosial yang
antagonistik itu bersatu karena berbeda dengan apa? Lalu, pada bagian keempat, yang merupakan inti dari studi ini dilakukan, analisisnya akan menukik memperbincangkan
identitas politik “gereja suku” dan representasinya oleh komunitas CUM “Talenta”. Analisis pada bagian ini akan fokus untuk menggeledah dinamika dan ciri-ciri yang
135
khas yang digunakan oleh kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” ini untuk mengatasi hubungan-hubungan eksploitatif yang dihadapinya dalam kehidupannya
sehari-hari. Dengan cara seperti itulah kita akan melihat bagaimana logika demokrasi radikal plural itu bekerja dalam formasi hegemonik komunitas CUM “Talenta”.
Menurut Laclau-Mouffe, revolusi demokrasi merupakan prasyarat bagi bekerjanya logika demokrasi radikal-plural. Melalui revolusi demokrasi dibangunlah
rantai ekuivalensi dan penciptaan rantai ekuivalensi itu bagaimanapun juga dimaksudkan untuk mengaktualisasikan kesetaraan equality dan kebebasaan freedom
yang merupakan angan-angan politik political imaginary. Aktualisasi kesetaraan equality dan kebebasaan freedom dilakukan dengan jalan mengeliminasi setiap
bentuk hubungan sosial yang subordinatif, eksploitatif, dan bahkan opresif”.
200
Kebebasan yang otentik itu menurut LM tidak pernah bersifat individual tetapi kolektif sebab menyangkut segi-segi relasional dari banyak orang”.
201
Jadi, pembahasan tentang bagaimana logika demokrasi radikal-plural bekerja dalam formasi hegemonik komunitas CUM “Talenta” merupakan perbincangan tentang
perjuangan-perjuangan demokratik baru apa saja yang dilakukannya untuk mengatasi hubungan-hubungan eksploitatif, subordinatif dan opresif itu dalam kehidupannya
sehari-hari.
4.2. Hegemoni, Antagonisme dan Persoalan Identitas Subjek Dalam Konteks Kemunculan Wacana CUM