73
beroperasi di dalam struktur regulasi dan pengawasan pemerintah maka LKM informal justru sebaliknya ia beroperasi di luar struktur regulasi dan pengawasan pemerintah.
Pendekatannya juga berbeda secara diametral. LKM informal menekankan pendekatan kesejahteraan welfarist sedangkan LKM formal menekankan pendekatan institusional
atau keberlanjutan finansial. LKM yang termasuk dalam kategori LKM informal, menurut Bagus Aryo antara lain: arisan, pinjaman pribadi tanpa jaminan, hutang
warung, gadai dan pemberi pinjaman informal rentenir.
2.2.3. Perdebatan Seputar Credit Union CU: Antara Gerakan ekonomi atau Gerakan Sosial
Salah satu lembaga keuangan mikro non bank atau non koperasi yang cukup berkembang di Indonesia adalah Credit Union CU. Tetapi, diantara para pegiat CU itu
sendiri tampaknya terdapat pandangan yang berbeda dalam memahami keberadaan CU. Pada satu pihak ada yang memahami bahwa CU merupakan sebentuk lembaga
keuangan mikro pada pihak yang lain ada yang memahami bahwa CU tidak tepat disebut sebagai lembaga keuangan mikro sebab di dalam CU, aktivitas simpan-pinjam
hanya merupakan salah satu dari beragam aktivitas CU. Mereka yang tidak setuju mengasosiasikan CU sebagai suatu LKM, lebih memahami CU sebagai bagian dari
gerakan sosial. Istilah credit union berasal dari bahasa Latin, credere, atau credo yang artinya
percaya dan unus berarti kumpulan atau persatuanunion. Jadi, “credit union” dapat diartikan sebagai kumpulan orang yang saling percaya dalam suatu ikatan pemersatu
dan sepakat menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama untuk PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
dipinjamkan kepada anggota dengan tujuan produktif dan kesejahteraan”.
115
Dalam kenyataan aktualnya di Indonesia, CU dianggap merupakan bagian dari koperasi apalagi
asosiasinya disebut sebagai Pusat Koperasi Kredit Puskopdit. Meskipun begitu, harus dicatat bahwa ada perbedaan yang sangat fundamental antara CU dan Koperasi pada
umumnya bahkan dengan lembaga keuangan mikro yang lain seperti bank. Manfaat CU bagi anggota adalah mengubah pola pikir dari yang terbiasa instan - langsung
memanfaatkan uang saat mendapat pinjaman - menjadi menciptakan modal dahulu dengan menabung secara rutin – baru kemudian meminjam. Di dalam CU, modal atau
tabungan diciptakan terlebih dahulu baru kemudian anggota dapat memanfaatkannya atau meminjam. Hal seperti inilah yang tidak ditemukan dalam praktik perkoperasian
pada umumnya. CU dapat mengubah kebiasaan seseorang dari tidak biasa menabung menjadi
biasa menabung. Di dalam CU, setiap anggota selalu mempunyai uang dalam bentuk tabungan yang terus meningkat, dan selalu bisa memanfaatkan tabungan untuk
meningkatkan jumlah aset. Di dalam CU, seorang anggota mesti menabung untuk meningkatkan modal. Menabung dalam sistem CU berbeda dengan menabung secara
‘tradisional’ di lembaga lain, misalnya bank, di mana setelah menabung, uang kemudian ditarik untuk dipergunakan. Tetapi di dalam CU ada yang khas, karena anggota yang
meminjam tetap memiliki dana yang tersimpan”.
116
Artinya, kalaupun seorang anggota meminjam dari CU dan ia memiliki kewajiban membayar jasa bunga pinjamannya,
namun ia sendiri juga mendapatkan hasil dari jasa bunga pinjaman ia berikan lewat pembagian deviden atau keuntungan. Besarnya jumlah deviden yang akan diterima
115
T.Handono Eko Prabowo 2010 Pengembangan Kekuatan-Kekuatan Tranformasi Untuk Kedaulatan Sosial Ekonomi “Sebuah Refleksi Sosial Ekonomi”, Yogyakarta, Universitas Sanata Dharma, hlm, 55
116
http:widodo07.blogspot.com201211apa-perbedaan-dan-persamaan-koperasi.html, diakses tgl, 31 Juli 2014
75
masing-masing anggota disesuaikan dengan besarnya jumlah dana saham yang dimiliki dana yang tersimpan di CU tersebut.
Kini wacana Credit Union CU tidak dipahami hanya sebagai lembaga keuangan mikro tetapi gerakan CU telah menjelma menjadi sebentuk model gerakan
sosial ekonomi yang berdampak besar dan luas. Berdasarkan data dari Induk Koperasi Kredit jumlah anggota secara keseluruhan dari tahun 1970 sampai 2011 mengalami
peningkatan yaitu tahun 1970 sebanyak 733 anggota dan pada tahun 2011 sebanyak 1.808.329 anggota dengan total jumlah kekayaan sebesar Rp12,823 triliun. Saat ini
Induk Koperasi Kredit Inkopdit memiliki jaringan 30 Pusat Koperasi Kredit Puskopdit Pra Puskopdit BK3D yang tersebar di beberapa Propinsi di seluruh
Indonesia Inkopdit, 2012”.
117
Sejarah kemunculan gagasan tentang CU bermula pada tahun 1848 di Jerman”,
118
yang mana Jerman ketika itu sedang mengalami krisis sosial ekonomi yang hebat. Turunnya badai salju yang melanda seluruh negeri telah mengakibatkan para petani
menjadi gagal panen. Akibatnya, kelaparan terjadi di mana-mana. Dalam keadaan seperti itu, para rentenir justru memanfaatkan keadaan dengan semakin merajalela
meminjamkan uangnya kepada kaum miskin dan mematok bunga yang sangat tinggi. Akibatnya, masyarakat miskin terpaksa menjual harta bendanya. Urbanisasi besar-
besaran menjadi tak terhindarkan. Persoalan ini kemudian diperumit lagi oleh kenyataan di mana tenaga manusia mulai digantikan oleh tenaga teknologi mesin sebab tidak
lama berselang terjadi revolusi industri. Perubahan tersebut telah memantik perubahan manajemen pabrik dengan mengadopsi manajemen efisiensi. Akibatnya, pemutusan
117
Monica Carollina, Ag. Edi Sutarta, “Peranan Credit Union Sebagai lembaga pembiayaan Mikro” : “Studi Kasus: Pada Usaha UMKM Di Desa Tumbang Manggo Kecamatan Sanaman Mantikei, Kabupaten
Katingan, Provinsi Kalimantan Tengah Tahun 2013” dalam Jurnal CU, 2013
118
http:www.cu-cintamulia.or.id?aapro=sejarah.html, diakses tgl, 24 Mei 2011
76
hubungan kerja PHK terjadi di mana-mana yang kemudian membuat terjadi pengangguran besar-besaran.
Dalam kondisi krisis seperti itu, Walikota Flammersfield, Frederich Wilhelm Raiffeisen, mencoba mengatasinya dengan cara menghimpun dana dari dermawan dan
membagikannya kepada kaum miskin sebagai modal usahamirip dengan program Bantuan Langsung Tunai – BLT-nya Indonesia. Cara seperti itu ternyata tidak berhasil
untuk mengatasi kondisi krisis yang sedang terjadi sebab orang-orang miskin merasa apa yang diberikan Pemerintah tersebut selalu kurang atau tidak cukup. Belajar dari
kenyataan tersebut Wilhelm Raiffeisen kemudian mengubah pendekatannya. Kali ini Raiffeissen tidak lagi memberikan uang tetapi membeli roti dari pabrik-pabrik, lalu
membagikannya kepada kaum miskin.Malangnya, upaya tersebut juga tidak dapat mengatasi kondisi krisis yang sedang terjadi.
Dari pengalaman itu, Wilhelm Raiffeisen akhirnya sampai pada kesimpulan bahwa kesulitan kaum miskin hanya dapat diatasi oleh kaum miskin itu sendiri. Ia
kemudian mencoba mengorganisasi masyarakat dan mengumpulkan modal uang yang ada pada mereka untuk dijadikan sebagai modal bersama. Uang yang terkumpul
tersebut, kemudian dipinjamkan kepada orang-orang miskin dengan jumlah tertentu untuk dapat digunakan sebagai modal usaha untuk mengatasi kondisi krisis yang sedang
terjadi. Pendekatan ini ternyata cukup berhasil mengatasi kondisi krisis sosial ekonomi yang sedang terjadi. Dari keberhasilan itulah, filosofi CU dikenal dengan “People
helping, people help themselves”.
119
119
http:www.cu-cintamulia.or.id?aapro=sejarah.html, diakses tgl, 24 Mei 2011
77
Sejak saat itulah, konsep CU dikenal sebagai sebuah sistem ekonomi informal yang kemudian menyebar dan berkembang ke seantero dunia”.
120
Gerakan CU mula- mula menyebar ke Kanada dan Amerika Serikat. Lalu, pada tahun 1934, ketika Amerika
Serikat dipimpin oleh Rossevelt, dibentuklah Biro pengembangan Credit Union se dunia dengan nama World Council of Credit Union WOCCU dan di Asia dibentuk “The Asia
Confederation of Credit Union” ACCU. Pada tahun 1963, sebuah seminar mengenai “Social Economic Life in Asia” dan “Social Action Leadership Course” diselenggarakan
di Bangkok yang juga diikuti oleh delegasi dari Indonesia. Di situ, gagasan mengenai CU juga mulai diperkenalkan kepada peserta seminar.
Di Indonesia, wacana CU sebagai sebuah sistem ekonomi mikro mulai diperkenalkan secara formal ketika perwakilan dari WOCCI diundang secara resmi ke
Indonesia untuk memperkenalkan detail konsep CU tersebut: Pada tahun 1967, Mr.A.A.Baily, perwakilan WOCCU diundang ke Indonesia
untuk memperkenalkan CU. Sejak saat itulah beberapa tokoh seperti, Pater Albretch Karim Arbi, SJ, Ir.Ibnoe Soedjono, Margono Djojohadikusumo,
Mokhtar Lubis, Prof. Dr. Fuad Hasan, Prof.Dr. A.M. Kadarman, SJ dan Roby Tulus mulai memperkenalkan gagasan tentang CU kepada masyarakat
Indonesia. Gerakan Credit Union mulai dirintis melalui Konpernas PSEDelsos di Bandung pada tahun 1968 dan Konpernas PSE Pelayanan Sosial Ekonomi
Delsos Delegatus sosial di Sukabumi pada tahun 1969, yang diselenggarakan oleh gereja Katolik”.
121
Dari situlah, gerakan CU mulai bertumbuh di Indonesia bahkan mengalami perkembangan dan kemajuan yang cukup pesat yang ditandai dengan banyaknya CU
primer yang berdiri. Karena perkembangannya yang begitu pesat dan untuk
120
http:www.mail-archive.comforum-pembaca-kompasyahoogroups.commsg105221.html. Diakses, tgl, 27 Okt 2011
121
http:www.mail-archive.comforum-pembaca-kompasyahoogroups.commsg105221.html. Diakses, tgl, 27 Okt 2011
78
memperkenalkan gagasan tentang CU secara lebih meluas, pada tahun 1970,
122
Pater Albretch dan kawan-kawan, membentuk sebuah asosiasi untuk mewadahi CU yang
sudah ada dengan mendirikan Credit Union Counseling Office CUCO. CUCO inilah kemudian yang menjadi cikal bakal dari “Badan Kordinasi Koperasi Kredit Indonesia”
BK3I atau yang saat ini dikenal dengan “Induk Koperasi Kredit” Inkopdit. Sejak saat itulah CUCO semakin gencar memasyarakatkan CU kepada masyarakat Indonesia
khususnya kepada masyarakat lokal di pedesaan. Seiring dengan berjalannya waktu, berbagai inovasi untuk mengembangkan
gerakan pelayanan CU di Indonesiasemakin banyak dilakukan. Sistem CU pada dasarnya bukanlah perkumpulan uang melainkan perkumpulan orang-orang yang saling
percaya. Dalam status ontologisnya sebagao perkumpulan orang atau perkumpulan sosial, CU dapat dimaknai dengan berbagai cara dan bentuk yang berbeda-beda. Harus
diingat bahwa aktivitas generik simpan-pinjam di dalam suatu perkumpulan CU hanyalah salah satu dari beragam bentuk kegiatan yang dapat dilakukan. Sebagai sebuah
diskursus sosial ekonomi, CU menjadi terbuka contingent untuk segala kemungkinan pemaknaan dan reartikulasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang
berniat menggunakannya. Karena sifatnya yang terbuka seperti itu maka bentuk atau model CU yang dikembangkan masyarakat di Indonesia juga menjadi beragam. Di
berbagai tempat, gerakan CU tidak selalu memfokuskan aktivitasnya semata-mata pada “uang” tetapi telah menjadi bagian dari gerakan pemberdayaan, penyadaran sosial,
ekonomi politik, dan kebudayaan masyarakat adat lokal. Sebutlah misalnya, CU model Kalimantan, yang tidak dapat lagi dipandang sebagai gerakan “ekonomi uang” saja
tetapi sudah menjelma menjadi sebentuk gerakan sosial. Bahkan, CU model Kalimantan
122
Ibid
79
yang berada dibawah naungan Badan Kordinasi Credit Union BKCU Kalimantan ini telah diakui bahkan digunakan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa PBB sebagai salah
satu model alternatif bagi pemberdayaan masyarakat adat lokal di dunia”.
123
Rahasia sukses CU model Kalimantan ini, menurut AR.Mecer, karena BKCU Kalimantan berhasil memformulasikan empat filosofi nilai-nilai kehidupan masyarakat
adat Dayak ke dalam pelayanan dan produk-produk CU. Filosofi itu disebut dengan Empat Jalan Keselamatan yakni konsumsi, benih, sosial, ritual.Ke empat filosofi
tersebut mewujud sebagai produk CU model Kalimantan dalam bentuknya sebagai: produksimpanan bunga harian konsumsi; simpanan jangka panjang, depositobenih;
ada solidaritas sosial--seperti kesehatan, pendidikan sosial; adasolidaritas kematian, tabungan hari raya ritual: agar dapat dilihat secara lebih terperinci, berikut ini
dikutipkan saja “Empat Jalan Keselamatan” yang menjadi filosofi mayarakat adat Dayak Kalimantan:
1 Konsumsi: penting sekali memenuhi kebutuhan makan-minum, meliputi kebutuhanpokok manusia yaitu makan-minum sehari-hari, sandang, papan,
pendidikan,kesehatan, air bersih, dan lain sebagainya agar memenuhi karya penciptaanTuhan di bumi ini dari generasi ke generasi.
2 Benih: menyisihkan hasil sebagai benih untuk ditanam kembali, yang eratkaitannya dengan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alamhayati
dankonsep menghemat dari hasil kerja agar ekologi dan kehidupan ini dapatlestari.
3 Sosial: pentingnya kebutuhan sosial-budaya untuk menyokong kualitas hiduppribadi yakni kesadaran untuk partisipasi dan emansipasi dalam
bentuksumbangan materi maupundoa dan restuuntuk membangun dan mempertahankankeutuhan relasi sosial di antara sesama manusia. Di sini
terdapat nilai danspirit kebersamaan dan sosial.
4 Ritual: pentingnya kebutuhan ritual untuk menyeimbangkan hubungan denganTuhan vertikal dan hubungan dengan sesama dan lingkungan
alamnyahorizontal. Konsep ritual ini memberikan partisipasi horizontal yangmenekankan keseimbangan hubungan antara alam-sesama-Tuhan.
123
Ibid
80
Tidak mengherankan kalau ada yang menyatakan ketidaksetujuannya jika CU digolongkan hanya semata-mata sebentuk lembaga keuangan. Yohanes Agus Setyono
CM, misalnya mengatakan pandangan yang menyebut Credit Union hanya merupakan sebentuk lembaga keuangan bukan saja merupakan pandangan yang fatal dan keliru
tetapi terlalu menyempitkan gerakan credit union. Di banyak tempat, gerakan Credit Union mengalami kegagalan dan kekacauan, justru karena gerakan dan perikatan
kesatuan sosialnyahanya didasarkan pada ekonomi-uang”.
124
Lalu, kalau tidak bisa disebut hanya semata-mata sebagai lembaga keuangan, lantas apa sebenarnya yang menjadi identitas credit union? Yohanes menambahkan
bahwa credit union pertama-tama adalah alat gerakan sosial. Logika gerakannya pertama-tama dimaksudkan sebagai wadah atau forum pendidikan dan pemberdayaan
berbagai aspek kehidupan manusia. Uang merupakan instrumen atau sarana sehingga bukan menjadi tujuan utama dalam gerakan CU. Dengan kata lain, CU bukanlah sebuah
perkumpulan uang tetapi merupakan perkumpulan orang sosial sehingga tidak tepat untuk menggolongkan CU sebagai lembaga keuangan mikro formal.
Terdapat sejumlah perbedaan prinsip yang cukup mencolok antara CU dengan lembaga keuangan seperti Bank komersial termasuk dengan Bank Perkreditan Rakyat.
Berikut ini dikutipkan perbedaan antara Credit Union dengan Bank komersial dan juga BPR:
125
124
http:solidaritasburuh.blogspot.com.Diakses, tgl, 24 Mei 2011
125
http:idabangeet-hidayati.blogspot.com201012perbedaan-koperasi-simpan-pinjam-dan. html Diakses, 31 Juli 2014
81
Tabel 3: Perbedaan CU dengan Bank Komersial dan BPR
Unsur Credit Union
Bank Komersial Lembaga Keuangan
Mikro a.l. BPR Susunan
Bukan untuk mencari keuntungan, dimilikioleh para Anggotanya,
didanai dari simpanan-simpanan Anggota bersifat sukarela
Lembaga keuangan yang dimiliki oleh para pemegang
saham, bertujuan mencari keuntungan.
Lembaga keuangan yang pada umumnya didanai
olehdari sumber luar lembaga yakni para
pemberi-pinjaman, hibah dan atau para investor
NasabahAnggota Credit Union
Anggota “nasabah” punya kesamaan ikatan; seperti tempat
tinggal, tempat kerja atau tempat beribadah. Pelayanan kepada
yang miskin dicampurkan kepada kelompok masyarakat lebih luas,
hingga tingkat balas jasa dan biaya menjadi kompetitif.
Pada umumnya melayani nasabah kelas menengah ke
atas. Tidak ada batasan untuk nasabah khusus.
Pada umumnya melayani nasabah anggota kelas
bawah biasa khususnya perempuan dari sebuah
komunitas yang sama.
Tata Kelola Anggota Credit Union
memilih Badan Pengurus bersifat relawan
dengan prinsip satu orang satu suara, tanpa
memperhitungkan jumlah simpanan atau sahamnya.
Para pemegang saham memilih Dewan Direksi
yang digaji, yang bisa bukan berasal dari masyarakat
atau dari nasabah. Suara di- tentukan oleh besar
kecilnya saham yang dipunyai.
Lembaga dikendalikan dan dikuasai oleh Dewan
Direksi yang ditunjuk atau staf yang digaji.
Pendapatan Pendapatan bersih SHU dipakai
untuk menciptakan balas jasa simpanan lebih tinggi daripada
balas jasa pinjaman, atau memperkenalkan produk layanan
baru, atau pengembangan pelayanan lain-lain yang
bermanfaat bagi Anggota. Pemegang saham
menerima dividen atau pembagian imbal balik dari
saham bagian keuntungan Pendapatan bersih
dipergunakan untuk memupuk modal atau
dibagi di antara para investor.
Produk dan pelayanan. Berbagai macam
bentuk pelayanan keuangan sesuai kebutuhan Anggota,
utamanya simpanan, kredit, pengembalian jasa dan asuransi
Berbagai macam bentuk pelayanan keuangan
termasuk peluang-peluang investasi
Berkonsentrasi pada produk kredit kecil.
Beberapa lembaga keuangan mikro
menawarkan produk simpanan dan
balas jasa pelayanan.
Sarana Pelayanan
Punya kantor pusat, punya cabang atau
tempat pelayanan, punya ATM, jasa pengiriman
uang lewat perangkat elektronik, akun debet kredit antar CU
di satu Pusat CU sekunder tingkat daerah, nasional maupun
regional. Punya kantor pusat, juga
cabang, ATM, pelayanan transfer
elektronik, akun debet credit antar
tingkat daerah, nasional, internasional
Punya kantor, layanan simpan pinjam, dan
layanan keuangan lain serta kunjungan reguler
pada komunitas nasabah.
82
BAB III “GEREJA SUKU” DI RUANG PUBLIK:
GEREJA KRISTEN PROTESTAN SIMALUNGUN GKPS DALAM DIRI KOMUNITAS CUM “TALENTA”
3.1. Pengantar
Pembahasan pada bab III ini dengan topik “Gereja Suku” di Ruang Publik merupakan deskirpsi data penelitian. Paparannya dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama,
mengulas tentang gambaran umum wacana CUM sebagai sistem pemberdayaan ekonomi kerakyatan alternatif versi kristiani. Sub pembahasan meliputi: mengenal
MP.Ambarita sebagai penemu gagasan dan kisah awal munculnya wacana CUM, posisi wacana CUM diantara LKM yang ada di Indonesia, pola hubungan Komunitas CUM
dengan Gereja, Ideologi dan Masyarakat yang dicita-citakan CUM, Pendidikan dan Pelatihan calon pengelola manajer CUM. Dari situ pembahasan dilanjutkan pada
bagian kedua yang mengulas tentang bagaimana wacana CUM itu dikonkretisasi dimaterialisasi ke dalam konteks GKPS. Sub pembahasannya meliputi: mengenal
sekilas GKPS, kisah awal GKPS mengenal menerima wacana CUM, pembentukan Komunitas CUM “Talenta”, memperluas keanggotaan: membangun kelompok basis
unit. Lalu, bagian ketiga mengulas tentang hubungan Komunitas CUM “Talenta” dengan GKPS. Sub pembahasannya meliputi: klaim komunitas CUM “Talenta” sebagai
bidang diakonia GKPS, program dan aktivitas yang dilakukan; Menciptakan modal bersama, memaknai ulang haroan bolon, memotong route pemasan kopi. Bagian akhir
membahas dinamika organisasi baik secara internal maupun eksternal hingga perjumpaannya dengan Rabo Bank.