162
dengan “rejim rentenir baik yang individual maupun yang institusional” yang juga dianggap sebagai penanda dari tatanan sosial yang opresif. Penciptaan rantai ekuivalensi
di mana tuntutan “kemudahan mengakses fasilitas modal usaha” tampil sebagai penanda dari keseluruhan rantai tuntutan yang beragam sekaligus memunculkan tapal batas
politik political frontier di mana “rejim rentenir baik yang individual maupun yang institusional” diidentifikasi sebagai “musuh bersama” common enemy yang hendak
dilawan.
4.3.2. Diakonia Sebagai “Penanda Kosong”
Kalau tuntutan “kemudahan mengakses modal usaha” ini telah dijadikan sebagai penanda dari keseluruhan rantai tuntutan yang beragam, maka mengikuti perspektif LM,
apa yang dijadikan sebagai “penanda kosong”-nya empty signifier in dalam komunitas CUM “TAlenta” yang berfungsi sebagai pemersatu beragam kekuatan-kekuatan sosial
yang antagonistik untuk menentang tatanan yang opresif atau menentang rejim rentenir baik yang individual maupun yang institusional itu?
Ketika kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” dideklarasikan pada tanggal 16 Januari 2007, para Pendeta muda GKPS itu tampak mendasarkan pembentukan
komunitas CUM “Talenta” itu pada Firman Tuhan sebagaimana yang tertulis dalam Alkitab, Galatia 6:2: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu Demikianlah kamu
memenuhi hukum Kristus”. Dengan begitu cukup jelas apa yang menjadi alasan dari beragam kekuatan sosial yang antagonistik yang ada dalam konteks GKPS itu bersatu ke
dalam kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” yakni untuk berbagai bentuk kesulitan krisis sosial ekonomi yang mereka alami. Sudah dijelaskan bahwa Aktivitas awal yang
dilakukan komunitas CUM “Talenta” untuk mengatasi persoalan kesulitan mengakses krisis sosial ekonomi itu adalah dengan cara “bertolong-tolongan menanggung beban”.
163
Lalu, apa beban yang harus mereka tanggung tersebut? Jawabannya tentu: banyak dan beragam.
Meskipun tuntutan kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” itu banyak dan beragam namun sebagaimana sudah dijelaskan sebelumnya, tuntutan “kemudahan
mengkases modal usaha”, tampak dijadikan sebagai penanda signifier atau representasi dari rantai tuntutan yang beragam dari beragam kekuatan sosial yang
antagonistik yang ada dalam konteks GKPS. Sudah dijelaskan bahwa ketika kesatuan sosial komunitas CUM “Talenta” dideklarasikan mereka mereka juga mendeklarasikan
“bahasa” “bertolong-tolongan menanggung bebanmu” sebagai bahasa bersama untuk mencapai cita-cita bersama mereka yakni mewujudkan kesejahteraan. Bahasa
“bertolong-tolongan menanggung bebanmu” ini sesungguhnya merupakan nama lain dari solidaritas. Dalam kosakata gereja, solidaritas merupakan tindakan “diakonia”
pelayanan. Sudah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa tuntutan “kemudahan
mengakses modal usaha” telah dijadikan representasi atau penanda signifier dari beragam tuntutan dari kekuatan sosial yang antagonistik. Untuk menjawab tuntutan
“kemudahan mengakses modal usaha” inilah kesatuan sosial komunitas CUM menjangkarkan keseluruhan praktik diskursifnya pada bahasa “bertolong-tolongan
menanggung bebanmu” yang dalam perspektif gereja merupakan cara untuk mengerjakan atau membahasakan “diakonia gereja”. Dengan begitu maka “diakonia
gereja” lah yang dijadikan sebagai penanda utama master signifier untuk menentang rejim rentenir; baik yang individual maupun yang institusional, yang oleh kesatuan
sosial komunitas CUM “Talenta” telah dijadikan menjadi semacam “musuh bersama”- nya. Artinya, dalam praktik diksursif CUM tersebut wacana “diakonia gereja”
164
dipertentangkan dengan wacana ekonomi penghisapan yang dipraktikkan oleh rejim rentenir baik yang individual maupun yang institusional itu.
4.3.3. Logika Persamaan Dan Logika Perbedaan Dalam Formasi Hegemonik Komunitas CUM “Talenta”