200 “Kami memang tidak boleh kalah cepat.” Kahfi Siregar, Ketua Media Center Fauzi-
Nachrowi [II2.56.b.D] Konteks: Kahfi Siregar meminta dukungan dari partai lain dalam menghadapi putaran kedua
Koran Tempo, 14 Juli 2012, hlm. A2. 201
“Gubernur itu tidak boleh angkat staf ahli untuk menjadi juru bicara, misalnya. Bisa kena periksa Konteks:
BPK karena uang APBD tidak boleh untuk itu.” Fauzi Bowo [
III3.3.b.D
] Konteks: Fauzi Bowo berkomitmen menjalankan tugasnya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Republika, 4 Agustus 2012, hlm. 3.
Berdasarkan data tuturan yang ada, tuturan dengan penanda modalitas izin umumnya berisi pernyataan berupa pendapat sehingga seringkali dikategorikan netral
dari segi sopan santun, seperti data tuturan 194 s.d. 201. Jenis tindak tutur dari contoh-contoh tersebut adalah kolaboratif dengan bermacam-macam ilokusi
representatif. Kecuali itu, di dalam jenis tindak tutur kompetitif dan konfliktif, penggunaan modalitas izin justru mempertegas tingkat ketidaksantunan tuturan,
seperti contoh tuturan 218 yang tergolong tindak tutur kompetitif dengan ilokusi direktif mengkritik.
4.3 Pembahasan Temuan
4.3.1 Jenis Tindak Tutur
Jenis tindak tutur dalam kategori Leech terkait erat dengan empat fungsi, yaitu fungsi kompetitif, fungsi konvival, fungsi kolaboratif, dan fungsi konfliktif
1983:104; Oka, 1993:161-166; Subagyo dalam Suwarno, 2000:171 –174. Keempat
fungsi tindak tutur ini selanjutnya dikaitkan dengan lima kategori ilokusi menurut Searle 1985 di mana Leech menegaskan bahwa di dalam kelima jenis ilokusi
tersebut terkandung fungsi atau tujuan tertentu. Dengan kata lain, fungsi dan tujuan
tindak tutur mewujud dalam tindak ilokusi dengan berbagai macam bentuk tuturan yang mungkin untuk menyampaikan tujuan tuturan.
Tuturan-tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan pendukung mengandung fungsi-fungsi atau tujuan tertentu terhadap mitra tutur atau pendengar
melalui ilokusi-ilokusi tertentu pula dalam berbagai bentuk tuturan. Fungsi tindak tutur yang muncul dari tuturan-tuturan tersebut adalah konvivial, kolaboratif,
kompetitif, dan konfliktif. Fungsi atau tujuan tuturan tersirat dalam keseluruhan isi tuturan. Dalam konteks pemilukada Provinsi DKI Jakarta, setiap fungsi atau tujuan
tuturan tersebut dapat dimaknai sejauh mana pengaruh fungsi tuturan tersebut terhadap penerimaan publik pemilih dan pasangan calon lain serta pendukung
masing-masing. Hal demikian coba ditelusuri dalam pemaknaan jenis dan fungsi tindak tutur dalam pembahasan berikut.
Jenis tindak tutur konvivial mencakup ilokusi ekspresif, ilokusi komisif, dan ilokusi direktif. Ilokusi ekspresif adalah bentuk tuturan yang menyatakan sikap
atau ekspresi; ilokusi komisif adalah bentuk tuturan yang menyatakan janji; dan ilokusi direktif adalah tuturan yang bermaksud memerintah atau menyuruh orang lain
untuk melakukan sesuatu. Ketiga jenis ilokusi ini mengandung fungsi atau tujuan menyenangkan karena sejalan dengan coincide with tujuan sosial, dan disebut juga
fungsi konvivial. Dalam konteks pemilukada Provinsi DKI Jakarta 2013
– sesuai dengan konteks data tuturan penelitian ini
–, penutur pada dasarnya ingin agar apa yang dituturkannya menjadi bagian dari interaksi sosial yang menyenangkan. Penutur ingin
menghargai mitra tutur dan menjalin situasi komunikasi harmonis. Apa yang diharapkan penutur adalah menyenangkan mitra tutur melalui tuturan-tuturannya.
Bentuk-bentuk tuturan ilokutif yang mengandung fungsi konvivial mencerminkan bahwa penutur ingin menyampaikan sikap dan ekspresi yang sesuai dengan tujuan
sosial senang, suka, setuju, pujian, peneguhan, dan sebagainya; penutur ingin menyatakan janji kepada mitra tutur; dan penutur ingin mengundang mitra tutur. Hal
ini dapat dicermati dalam beberapa data tuturan berikut.
202 “Saya bebaskan mereka pilih siapa pun.” Hendardji Soepandji [II2.39.a.C]
Konteks: Hendardji Soepandji menegaskan sikap politiknya menghadapi putaran kedua. Koran Tempo, 13 Juli 2012, hlm. A1.
203 “Saya sangat bersyukur atas keputusan tersebut. Panwaslu telah memutuskan apa yang
harus diputuskan.” Rhoma Irama, artis dan penyanyi [IV3.26.a.A] Konteks: Rhoma Irama menyambut gembira sikap Panwaslu pilkada DKI Jakarta yang tidak
melanjutkan masalah dugaan kampanye SARA. Media Indonesia, 14 Agustus 2012, hlm. 7. 204
“Kita semua harus sama-sama mengawal proses penghitungan sampai tuntas.” Mustafa Kamal, ketua bidang kebijakan publik PKS. [I2.41.a.C]
Konteks: Mustafa Kamal mengomentari hasil prediksi hitung cepat dari perbagai survei menunjukkan pasangan Jokowi-Basuki meraih posisi teratas. Kompas, 12 Juli 2012, hlm. 15.
205 “Kaum Tionghoa adalah bagian dari kami karena kami lahir dan besar di Jakarta.”
Nachrowi Ramli [IV1.12.a.A] Konteks: Nachrowi Ramli menyambut dukungan dari Yayasan Lestari Kebudayaan Tionghoa
Indonesia. Media Indonesia, 7 Juni 2012, hlm. 9.
Contoh-contoh tuturan di atas mewakili jenis ilokusi ekspresif dengan bentuk tuturan mempersilakan 202, mengucapkan terima kasih 203, mengajak
204, dan meneguhkan 205. Fungsi konvivial tampak juga dalam jenis ilokusi komisif menyatakan janji 206 dan mengundang 207, seperti pada contoh tuturan
berikut.
206 “Masa depan Jakarta akan lebih terjamin kalau Fauzi-Nachrowi diberi amanah.” Anas
Urbaningrum, Ketua Umum Partai Demokrat. [II2.59.a.B]
Konteks: Anas Urbaningrum menerangkan dukungan Partai Demokrat terhadap Fauzi- Nachrowi. Koran Tempo, 16 Juli 2012, hlm. A5.
207 “Mohon doa restu untuk kelancaran acara esok.” Hendardji Soepandji. [II2.23.a.A]
Konteks: Hendardji Soepandji meminta dukungan dalam menyambut hari H pemilihan. Koran Tempo, 11 Juli 2012, hlm. A2.
Jenis tindak tutur konvivial dengan berbagai bentuk ilokusi tersebut dipersepsi santun sangat santun dalam konteks pertuturan. Dominasi penutur atas
mitra tutur melalui bentuk-bentuk tuturan ilokusi tidak ada sama sekali. Hal ini serentak mengindikasikan bahwa penutur bertujuan menyenangkan mitra tutur demi
menjaga keharmonisan dan menghormati martabat mitra tutur. Demikian pun pemakaian diksi, gaya bahasa, pronomina, dan modalitas sebagai aspek intralingual
tuturan turut mendukung isi atau tujuan dan maksud tuturan yang santun. Bila ditinjau dari segi penggunaan jenis tindak tutur konvivial, wacana
pertarungan politik pemilukada DKI Jakarta adalah pertarungan penerimaan pengaruh kepada publik. Setiap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur serta para
pendukung berusaha menarik simpati publik pemilih dan kandidat lain melalui tindak tutur yang disampaikan. Dengan tindak tutur konvivial, penutur berusaha
menggiring publik pemilih untuk menerima program atau strategi membangun DKI Jakarta melalui visi dan misi pembangunan yang ditawarkan setiap pasangan calon.
Hal ini dapat dicermati pada contoh-contoh tuturan 202 s.d. 207 di atas.
Jenis tindak tutur kolaboratif terdapat pada ilokusi representatif. Tindak tutur kolaboratif pada dasarnya adalah tindak tutur yang tidak menghiraukan tujuan
sosial atau netral dari segi sopan santun. Dikatakan cenderung netral karena maksud
dan tujuan penutur hanya meyakinkan mitra tutur dengan mengungkapkan suatu kebenaran. Tuturan yang diucapkan penutur mengikat penutur sendiri akan kebenaran
dari apa yang diucapkannya. Wujud dari jenis tindak tutur kolaboratif adalah ilokusi representatif dalam berbagai bentuk tuturan, antara lain menginformasikan 208,
menjelaskan 209, menyatakan 210, menyimpulkan 211, dan menyatakan pendapat 212, seperti pada contoh data tuturan berikut.
208 “Ini kita mau berbincang dulu ya, nanti kita beritahu hasilnya apa.” Hidayat Nur Wahid
[V2.19.b.D] Konteks: Hidayat Nur Wahid menyambut silaturahim Jokowi di markasnya Jawa Pos, 12 Juli
2012, hlm. 11. 209
“Keputusan ini tidak tiba-tiba, tetapi melalui proses panjang agar dapat memastikan suara kami bulat. Kami sudah menemui Pak Jokowi dan Pak Fauzi. Sayangnya, Pak Jokowi tidak
memberi jawaban mengenai penyamaan program dan agenda. Kami menunggu dan belum mendapat jawaban. Sementara kami harus cepat mengambil keputusan sebelum Lebaran.”
Luthfi Hasan Ishaaq, Presiden PKS. [I3.5.b.C] Konteks: Lutfhi Hasan Ishaaq menerangkan dukungan PKS terhadap pasangan Foke-Nara.
Kompas, 12 Agustus 2012, hlm. 2. 210
“Dinas Dukcapil itu berada di bawah pengawasan dan tanggung jawab Gubernur DKI.” Faisal Basri. [IV1.10.b.A]
Konteks: Faisal Basri mempersalahkan pemerintah terkait kisruh DPT. Media Indonesia, 7 Juni 2012, hlm. 9.
211 “Jadi, kami sampai saat ini belum punya komitmen kepada calon mana pun, baik kepada
pasangan Foke-Nara maupun pasangan Jokowi- Ahok.” Hidayat Nurwahid [IV2.67.b.D]
Konteks: Hidayat Nur Wahid menerangkan bahwa kubunya belum memastikan dukungan kepada salah satu pasangan calon. Media Indonesia, 26 Juli 2012, hlm. 8.
211 “Jakarta ini milik kita bersama, bukan milik golongan tertentu. Saya setuju empat pilar
dijadikan pegangan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Ini harus dipertahankan dan dijadikan pegangan dalam menjalankan kehidupan berbangsa,
bermasyarakat, dan bernegara.” Nachrowi Ramli [IV2.70.b.A] Konteks: Nachrowi Ramli berkomentar pada saat buka puasa bersama yang dilakukan oleh
KPU DKI Jakarta dengan pemuka agama, tim sukses, dan kandidat pemilukada DKI. Media Indonesia, 30 Juli 2012, hlm. 6.
Dalam konteks pertarungan merebut pengaruh dan simpati masyarakat pemilih, tindak tutur kolaboratif sebenarnya tidak terlalu berpengaruh atau kurang
relevan bagi perwujudan visi dan misi para kandidat dan pendukung. Meskipun data
tuturan jenis tindak tutur kolaboratif tergolong paling banyak, namun daya pengaruh tuturan-tuturan dengan ilokusi representatif tidaklah sekuat jenis tindak tutur
konvivial, kompetitif, dan konfliktif. Tindak tutur konvivial sekaligus terwujud dalam tiga bentuk ilokusi, yaitu ekspresif, direktif, dan komisif, sedangkan tindak tutur
kolaboratif terwujud dalam ilokusi representatif saja. Contoh data tuturan 208 s.d. 212 menyajikan fakta informatif belaka dan kurang memiliki daya pengaruh kepada
simpati masyarakat untuk memilih atau tidak memilih pasangan kandidat gubernur dan wakil gubernur.
Jenis tindak tutur kompetitif terdapat pada ilokusi direktif. Tindak tutur kompetitif adalah tindak tutur yang bersaing dengan tujuan sosial karena itu
dipersepsi tidak santun. Fungsi kompetitif yang muncul di dalam jenis ilokusi direktif pada dasarnya bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan
oleh mitra, atau bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar mitra tutur melakukan tindakan. Kategori-kategori ilokusi demikian
membutuhkan sopan santun negatif. Sopan santun negatif berfungsi mengurangi ketidaksopanan ilokusi-ilokusi yang tidak sopan Leech, 1983, bdk. Oka, 1993:126.
Misalnya, ilokusi-ilokusi yang pada dasarnya tidak sopan, seperti memerintah, menyuruh, meminta, melarang, dan sebagainya, diutarakan penutur dengan strategi
yang lebih halus demi menjaga ketidaksopanan ilokusi-ilokusi tersebut. Hal ini dapat dibandingkan juga dengan sopan santun positif yang berfungsi membuat ilokusi yang
sopan menjadi sesopan mungkin.
Tuturan-tuturan yang tergolong ke dalam tindak tutur kompetitif dipersepsi tidak santun karena penutur tidak menghargai atau tidak menghormati mitra tutur.
Temuan di dalam penelitian ini menunjukkan bahwa penutur banyak memakai bentuk tuturan mengkritik 213, melarang 214, menyindir 215, dan meminta 216,
seperti yang terdapat pada contoh-contoh berikut.
213 “Kita tidak mau pemilukada ini berjalan dengan cacat.” Prya Ramadhani, Ketua Tim
Sukses Alex-Nono [ III1.5.b.B]
Konteks: Prya Ramadhani menganggap penetapan DPT oleh KPU masih bermasalah. Tim suksesnya mengancam akan mundur dalam pilkada DKI Republika, 4 Juni 2012, hlm. 9.
213a “Kita tidak mau pemilukada ini gagal total.” 213b “Kita tidak mau pemilukada ini semakin amburadul.”
214 “Janganlah mencederai demokrasi yang sedang berjalan.” Nono Sampono [I2.4.c.A]
Konteks: Nono Sampono menyampaikan kasus penculikan dua simpatisannya ke Polda Metro Jaya. Kompas, 1 Juli 2012, hlm. 4.
214a “Janganlah merusakkan demokrasi yang sedang berjalan.”
214b “Janganlah mematikan demokrasi yang sedang berjalan.” 215
“Kasihan warga Jakarta, kasihan gubernur yang akan dipilih, kasihan demokrasi di Indonesia.” Hidayat Nur Wahid [III1.9.c.B]
Konteks: Hidayat Nur Wahid mengomentari sikap KPU yang bersikukuh terhadap DPT, meskipun lima pasangan calon lainnya mempersoalkan DPT. Pasangan Fauzi Bowo
menandantangani DPT tersebut. Republika, 5 Juni 2012, hlm. 9. 216
“Kami minta penundaan pelaksanaan pemilukada kalau tidak kunjung benar. Ini memberikan pendidikan politik bangsa. Jakarta ini kan parameternya, jadi harus memberikan
contoh.” RBJ Bangkit, kuasa hukum tim Alex-Nono [IV1.27.a.A]. Konteks: RBJ Bangkit memberi keterangan tentang laporkan manipulasi DPT ke polisi. Media
Indonesia, 19 Juni 2012, hlm. 7.
Tuturan 213 dan 214 mengandung sopan santun negatif. Hal ini terlihat pada penggunaan diksi yang halus gaya bahasa eufemisme berjalan dengan cacat
dan mencederai. Pilihan kata demikian sudah mengurangi ketidaksopanan ilokusi mengkritik dan melarang seperti yang mungkin pada tuturan 213a, 213b, 214a,
dan 214b.
Penggunaan tindak tutur kompetitif di dalam wacana pertarungan pemilukada DKI Jakarta tentu berpengaruh besar terhadap simpati pemilih.
Penggunaan gaya bahasa eufemisme atau diksi yang sopan demi menjaga sopan santun negatif tuturan merupakan salah satu strategi para calon gubernur, wakil
gubernur, dan pendukung untuk mengurangi ketidaksopanan ilokusi seperti contoh tuturan 213a, 213b, 214a, dan 214b. Tuturan 213 dan 214 mengandung
sopan santun negatif dan memberikan efek positif kepada publik untuk menaruh simpati kepada penutur. Meskipun demikian, penutur tetap saja tidak luput dari
penggunaan tindak tutur kompetitif yang bersaing dengan tujuan sosial, misalnya contoh data tuturan menyindir 215 dan meminta 216. Tindakan menyindir dengan
gaya bahasa perulangan repetisi, misalnya kasihan …, kasihan …, kasihan …juga
mengandung ironi yang secara langsung tidak menghargai mitra tutur.
Jenis tindak tutur konfliktif terdapat pada ilokusi ekspresif. Tindak tutur konfliktif adalah tindak tutur yang bertentangan dengan tujuan sosial. Fungsi tindak
tutur konfliktif sama sekali mengandung sopan santun yang lebih tidak santun dibandingkan dengan tindak tutur kompetitif, dan itu terdapat di dalam ilokusi
ekspresif yang tidak mengindahkan tata krama. Pada dasarnya, ilokusi ekspresif memiliki fungsi untuk mengekspresikan sikap psikologis pembicara terhadap
pendengar sehubungan dengan keadaan tertentu sebagai pernyataan rasa senang, suka, sedih, marah, benci, dan lain sebagainya. Jenis tindak tutur konfliktif dengan
ilokusi ekspresif menuduh 217, mengancam 218, menantang 219, mengecam 220, dan meremehkan 221, dapat dicermati pada contoh data tuturan berikut.
217
“Ini membuktikan DPT tidak valid dan ada pelanggaran hukum.” Denny Iskandar - Tim
Sukses Joko-Basuki. [I1.3.d.D] Konteks: Denny Iskandar bersama 5 tim pasangan calon lain menolak DPT yang dikeluarkan
KPU yang terkesan amburadul. Tim ini menemukan 382 pemilih yang dianggap bermasalah secara acak Kompas, 5 Juni 2012, hlm. 25.
218
“Siapa pun melakukan hal ini, jangan sampai Anda bermain api. Bukan kami yang marah, tapi rak
yat juga marah.” Nono Sampono [II2.8.c.A]
Konteks:
Nono Sampono menjelaskan kepada media terkait anggota poskonya yang diculik. Koran Tempo, 1 Juli 2012, hlm. A3.
219 “Kalau berniat membantu rakyat, mari koalisi yang benar, enggak usah pakai mahar-
mahar segala.” Boy Sadikin, Ketua Tim Sukses pasangan Jokowi-Ahok [II2.68.d.A] Konteks: Boy Sadikin mengomentari dukungan partai-partai lain, misalnya PKS, yang meminta
mahar menghadapi putaran kedua. Koran Tempo, 17 Juli 2012, hlm. A4. 220
“Saya sangat geram dan tidak akan tinggal diam sampai pelakunya tertangkap. Tapi, saya yakin yang berani melakukan penculikan dan pembacokan selama masa kampanye pasti berani
melakukan kecurangan di TPS saat pencoblosan.” Nono Sampono [III2.14.d.A] Konteks: Nono Sampono mengomentari DPT yang masih bermasalah dan munculnya kasus
intimidasi sebagai indikasi adanya kecurangan oleh pihak tertentu. Republika, 5 Juli 2012, hlm. 9.
221
“Saya tidak mau ambil pusing orang bilang apa.” Fauzi Bowo [I1.17.d.D] Konteks: Fauzi Bowo menanggapi komentar orang tentang gaya kepemimpinannya dalam
wawancara profil pasangan calon gubernur Provinsi DKI Jakarta Kompas, 25 Juni 2012, hlm. 37.
Bila dikaitkan dengan konteks pemilukada DKI Jakarta, tuturan-tuturan yang mengandung fungsi konfliktif umumnya mengacu kepada masalah persaingan
dan ketidakpuasan antarkelompok kandidat, atau antara kandidat dan pihak penyelenggara pemilukada KPUD, Panwaslu, dan pemerintah DKI Jakarta. Tuturan
217 merupakan contoh tindakan menuduh oleh Denny Iskandar tim sukses Jokowi- Basuki terhadap lembaga KPUD DKI Jakarta sebagai ekspresi ketidakpuasan. Pada
tuturan 218 s.d. 221, ekspresi persaingan dan ketidakpuasan itu terjadi antara kandidat dan para pendukung. Di dalam tuturan dengan fungsi konfliktif seperti ini,
penutur lebih mengedepankan dominasi dalam bertutur. Dengan itu, aspek sopan santun tidak dihiraukan sama sekali oleh penutur.
4.3.2 Tingkat Kesantunan Tuturan