Jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita beberapa surat kabar nasional tahun 2012.

(1)

JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN

CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG

DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh: Eduardus Sateng Tanis

091224001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(2)

i

JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN

CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG

DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Disusun oleh: Eduardus Sateng Tanis

091224001

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA, SASTRA INDONESIA, DAN DAERAH JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2013


(3)

ii SKRIPSI

JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN

CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG

DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012

Disusun oleh: Eduardus Sateng Tanis

091224001

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing I

Dosen Pembimbing II

Dr. B. Widharyanto, M.Pd. Tanggal 25 Juli 2013


(4)

iii SKRIPSI

JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN

CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG

DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012 Dipersiapkan dan Disusun oleh:

Eduardus Sateng Tanis 091224001

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji pada tanggal 31 Juli 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih

Sekretaris : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. Anggota 1 : Dr. B. Widharyanto, M.Pd.

Anggota 2 : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Anggota 3 : Prof. Dr. Pranowo

Yogyakarta, 31 Juli 2013

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,


(5)

iv

MOTO DAN PERSEMBAHAN

“Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu Allah.” (Yohanes 1:1)

Wovon man nicht sprechen kann, darüber muß man schweigen” – Tentang apa yang tidak dikatakan orang harus diam” (Ludwig Wittgenstein, 1889 – 1951)

Skripsi ini saya persembahkan kepada: 1. Keuskupan Ruteng

Terima kasih kepada YM Mgr. Hubertus Leteng dan rekan-rekan imam serta biarawan-biarawati yang selalu mendukungku dalam tugas belajar selama ini. Melalui doa-doa dan sapaanmu, Tuhan telah meneguhkanku untuk semakin mengenal FirmanNya dan bersaksi tentang Firman itu kepada semua orang.

2. Seminari Pius XII Kisol

Terima kasih atas dukungan dari para Romo, Frater, Suster, para Guru, Karyawan dan karyawati serta para seminaris yang selalu memberikan semangat dan dukungan tiada henti sejak awal perkuliahan sampai saat ini. Kalian adalah rekan ziarahku dalam tugas pengabdian sebagai guru dan pendidik.

3. Keluargaku dan para Sahabatku

Kalian adalah pendoa yang setia bagiku. Bidukku terus berlayar di tengah riak ombak kehidupan. Kalian membuatku tegar dan setia selalu dalam ziarah panggilan dan tugas belajar selama ini. Semoga bahasa kasih selalu menjadi tali yang mempererat kekeluargaan dan persaudaraan kita.


(6)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan di dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya penulisan karya ilmiah.

Yogyakarta, 31 Juli 2013 Penulis


(7)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Eduardus Sateng Tanis

Nomor Mahasiswa : 091 224 001

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

JENIS TINDAK TUTUR, TINGKAT KESANTUNAN TUTURAN, DAN PENANDA LINGUAL KESANTUNAN TUTURAN CALON GUBERNUR DAN WAKIL GUBERNUR PROVINSI DKI JAKARTA DAN PARA PENDUKUNG DALAM BERITA BEBERAPA SURAT KABAR NASIONAL TAHUN 2012

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan memublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 31 Juli 2013


(8)

vii ABSTRAK

Tanis, Eduardus Sateng. 2013. Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan Penanda Lingual Kesantunan Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Para Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun 2012. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) jenis-jenis tindak tutur di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, para pendukung dalam berita surat kabar nasional, (2) tingkat kesantunan tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional, dan (3) jenis-jenis penanda lingual yang menunjukkan kesantunan di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional dalam konteks pemilukada Provinsi DKI Jakarta tahun 2012.

Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif sesuai dengan objek dan tujuannya. Objek penelitian ini adalah tuturan langsung di dalam berita surat kabar dan tujuannya adalah mendeskripsikan fenomena penggunaan bahasa, khususnya tuturan langsung calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung. Fenomena penggunaan bahasa yang dicermati adalah jenis-jenis fungsi tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan. Sumber data dan data diperoleh dari surat kabar sebagai sumber tertulis berupa tuturan-tuturan langsung. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dilengkapi dengan instrumen pengumpulan data berupa kartu data utama yang berisi data tindak tutur, konteks tuturan, fungsi tuturan, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan.Teknik pengumpulan datanya adalah teknik dokumentasi dan teknik sadap bebas libat cakap. Teknik ini diwujudkan peneliti dengan cara menginventarisasi, mencatat, mengidentifikasi, mengklasifikasi, mengkategorisasi, dan membuat kode data untuk selanjutnya peneliti menganalisis data-data tersebut. Selanjutnya, peneliti membuat pemaknaan atas tuturan-tuturan dengan memperhatikan konteks yang melingkupi terjadinya tuturan-tuturan itu.Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kontekstual.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, jenis-jenis tindak tutur yang terdapat di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung adalah (1) konvivial, (2) kolaboratif, (3) kompetitif, dan (4) konfliktif. Kedua, tingkat kesantunan tuturan para calon tuturan calon gubernur dan wakil gubernur, dan para pendukung berturut-turut adalah (1) netral, (2) tidak santun, (3) santun, dan (4) lebih tidak santun. Ketiga, penanda lingual kesantunan yang terdapat di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung meliputi (1) diksi atau pilihan kata, (2) gaya bahasa, (3) pronomina, dan (3) modalitas.


(9)

viii ABSTRACT

Tanis, Eduardus Sateng. 2013. Types of Speech Acts, Degree of Politeness, and Lingual Politeness Markers in Utterances of Candidates of Governor, Vice Governor of DKI Jakarta Province and Their Constituencies in National Newspapers in 2012. Thesis. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

This research tried to describe three main goals, namely (1) kinds of speech act in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012; (2) politeness degree in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012; and (3) the lingual politeness markers in utterances of the candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012.

According to its objects and goal, this research was classified as a qualitative research. The objects of the research were direct speeches in newspaper and its goal is to describe the phenomena of language used in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies. The phenomena of language used to be described were the kinds of functions of speech act, the politeness degree in utterances, and the lingual politeness markers in utterances. The researcher became the main instrument complemented by the collecting data instruments. The methods used in collecting data in this research were scrutinized methods, with tapping technique as basic technique and free-scrutinizing-involving-talking and writing techniques as the follow-up technique. By the methods and techniques, the researcher then inventoried, collected, identified, classified, and coded all data, then interpreted the data.

In accordance with the research problems, the results of the study were: first, there were four kinds of functions of speech act in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and of their constituencies, they were (1) convivial, (2) collaborative, (3) competitive, and (4) conflictive. Second, the politeness degree in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies are (1) neutral, (2) impolite, (3) polite, and (4) more impolite. Third, there were four lingual politeness markers in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies, namely diction, language style, pronominal, and modals.


(10)

ix

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dihaturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena penyelenggaraanNyalah penulis dapat menyelesaikan tugas akhir berjudul Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan Penanda Lingual Kesantunan Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Para Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun 2012 dengan lancar dan baik. Tugas akhir dalam bentuk skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata satu dan meraih gelar sarjana pendidikan sesuai kurikulum Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah (PBSID), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat diselesaikan karena bantuan dan dukungan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih berlimpah kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Yogyakarta.

2. Dr. Yuliana Setiyaningsih, sebagai Ketua Program Studi PBSID yang telah mendampingi dan mendukung penulis secara akademis selama penulis menempuh pendidikan di Program Studi PBSID, USD Yogyakarta.

3. Dr. B. Widharyanto, M.Pd., sebagai dosesn pembimbing I yang dengan pengertian dan kesabaran telah membimbing, memotivasi, berdiskusi, dan memberikan berbagai masukan yang sangat berharga bagi penulis sejak proses awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

4. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., sebagai dosen pembimbing II yang juga dengan penuh kesabaran dan ketelitian telah membimbing, memotivasi, dan memberikan masukan yang berharga bagi penulis sehingga penulisan skripsi ini dapat dikerjakan dengan baik.


(11)

x

5. Segenap dosen Program Studi PBSID yang telah mendidik, mengarahkan, dan menuntun penulis selama masa studi dan berproses bersama dalam usaha mendalami berbagai ilmu kependidikan dan kebahasaan, khususnya bahasa dan sastra Indonesia, sebagai bekal dan harta berharga bagi penulis untuk terjun ke dunia pendidikan yang sesungguhnya sebagai guru dan pendidik.

6. R. Marsidiq, selaku karyawan Sekretariat Program Studi PBSID yang dengan sabar memberikan pelayanan kepada penulis dalam menyelesaikan berbagai urusan administratif.

7. Drs. Paulus Suparmo, S.S. M.Hum., selaku Kepala Perpustakaan USD Yogyakarta dan segenap staf yang memberikan kesempatan seluas-luasnya bagi penulis untuk mengumpulkan data penelitian dan mengerjakan tugas ini di ruang perpustakaan Universitas Sanata Dharma.

8. Rm. Emanuel Haru, Pr dan Rm. Stephanus T. Rahmat, Pr di Komunitas Projo Keuskupan Ruteng, yang senantiasa mendukung dan mendoakan penulis selama tugas belajar di Program Studi PBSID Universitas Sanata Dharma. 9. Rekan-rekan biarawan, biarawati, dan religius dalam Forum Birawan Biarawati

dan Religius Kevikepan Yogyakarta yang selalu memberikan dukungan, baik rohani maupun jasmani, sehingga menguatkan penulis dalam melewati masa-masa studi dengan baik.

10. Keluarga Bapak dan Ibu N. Sukiryadi di Pringwulung yang menjadi tempat naungan penulis selama berdomisili di Yogyakarta.

11. Teman-teman mahasiswa PBSID Angkatan 2009, khususnya Theresia Banik Putriana, Christiana Tri Jatuningsih, Fransisca Ayu Krisnasari, Aurelia Rani Wijayanti, Natalia Staffyani, Natalia Kristanti, Tofan Gustyawan, Nikolaus Subandi, Reinaldus Agassi, Gabriela Nurhayati, Agustina Galuh Noviyanti, dan semuanya serta Br. Liber Jehadit, CSA yang setia menemani penulis dalam suka dan duka; canda dan tawa; sukses dan gagal selama proses belajar di Program Studi PBSID. Kebersamaan dan persaudaraan membuat kita mampu


(12)

xi

melewati segala batas-batas dan sekat-sekat perbedaan demi tujuan yang mulia: menjadi guru bahasa Indonesia.

Penulis menyadari bahwa masih ada banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Semoga karya ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi inspirasi bagi peminat studi kebahasaan, khususnya ilmu pragmatik dan sosiopragmatik, untuk penelitian lebih lanjut.

Penulis


(13)

xii DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL………...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……….

HALAMAN PENGESAHAN………...………

HALAMAN MOTO DAN PERSEMBAHAN………...……….

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……….………..

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………

ABSTRAK………..

ABSTRACT……….

KATA PENGANTAR.………...

DAFTAR ISI………..

DAFTAR TABEL………..

DAFTAR GRAFIK………

BAB I PENDAHULUAN………..

1.1 Latar Belakang Masalah... 1.2 Rumusan Masalah ... 1.3 Tujuan Penelitian ... 1.4 Manfaat Penelitian ... 1.5 Definisi Istilah ... 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ... 1.7 Sistematika Penyajian ...

BAB II LANDASAN TEORI………

2.1 Penelitian yang Relevan ... 2.2 Teori Tindak Tutur ... 2.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur ...

i ii iii iv v vi vii viii ix xii xviii xix 1 1 11 12 12 14 16 18 19 19 26 34


(14)

xiii

2.2.1.1Tindak Tutur Lokusi ... 2.2.1.2Tindak Tutur Ilokusi ... 2.2.1.3Tindak Tutur Perlokusi ... 2.2.1.4 Jenis-jenis Tindak Tutur Berdasarkan Teknik Penyampaian

dan Interaksi Makna ... 2.2.1.4.1 Tindak Tutur Langsung dan Tindak Tutur Tidak Langsung………. 2.2.1.4.2 Tindak Tutur Literal dan Tindak Tutur Tidak

Literal……….. 2.2.2 Fungsi-fungsi Tindak Tutur ... 2.3 Teori Kesantunan Berbahasa ... 2.3.1 Beberapa Teori Kesantunan Berbahasa ... 2.3.1.1Teori Kesantunan Berbahasa Menurut Geoffrey Leech ... 2.3.1.2Teori Kesantunan Berbahasa Menurut Pranowo ... 2.4 Penanda Lingual Kesantunan ... 2.4.1 Diksi ... 2.4.2 Gaya Bahasa ... 2.4.3 Pronomina ... 2.4.4 Modalitas ... 2.5 Kerangka Berpikir ...

BAB III METODOLOGI PENELITIAN………

3.1Jenis Penelitian………..

3.2Data dan Sumber Data ... 3.3Instrumen Penelitian... 3.4Metode Pengumpulan Data ... 3.5Teknik Analisis Data ... 3.6Triangulasi Data ...

35 36 38 40 40 43 45 50 50 51 59 61 68 69 70 71 73 75 75 76 78 80 82 86


(15)

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……….

4.1Deskripsi Data ... 4.2Hasil Analisis Data ... 4.2.1 Jenis-jenis Tindak Tutur ... 4.2.1.1 Tindak Tutur Konvivial ... 4.2.1.1.1 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif ... 4.2.1.1.1.1 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif

Mempersilakan ……….. 4.2.1.1.1.2 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif

Mengucapkan Terima Kasih ……….. 4.2.1.1.1.3 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif Mengajak ………... 4.2.1.1.1.4 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif

Meneguhkan ... 4.2.1.1.1.5 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif

Meminta Maaf ... 4.2.1.1.1.6 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif

Mengucapkan Salam ………..

4.2.1.1.1.7 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif Menghargai ... 4.2.1.1.1.8 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Ekspresif

Menyanjung………

4.2.1.1.2 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Direktif Menawarkan Janji ………... 4.2.1.1.3 Tindak Tutur Konvivial dengan Ilokusi Komisif Mengundang……….. 87 87 92 93 94 95 96 97 98 100 101 102 102 104 105 107


(16)

xv

4.2.1.2Tindak Tutur Kolaboratif ... ………... 4.2.1.2.1 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif

Menyatakan ………

4.2.1.2.2 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif

Menginformasikan ……….

4.2.1.2.3 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif Menyatakan Pendapat ……… 4.2.1.2.4 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif

Menjelaskan ………... 4.2.1.2.5 Tindak Tutur Kolaboratif dengan Ilokusi Representatif

Menyimpulkan ………... 4.2.1.3Tindak Tutur Kompetitif ...

4.2.1.3.1 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif Memprotes………... 4.2.1.3.2 Tindak Tutur Kompetitifdengan Ilokusi Direktif

Meminta……….. 4.2.1.3.3 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif

Menyindir ………... 4.2.1.3.4 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif

Menuntut………. 4.2.1.3.5 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif

Mengkritik………... 4.2.1.3.6 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif Menyuruh ... 4.2.1.3.7 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif Melarang ... 4.2.1.3.8 Tindak Tutur Kompetitif dengan Ilokusi Direktif

Menyangkal ... 4.2.1.4Tindak Tutur Konfliktif ………..

4.2.1.4.1 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif 107 109 110 112 113 115 116 117 118 119 121 122 124 125 126 127


(17)

xvi

Menuduh………..

4.2.1.4.2 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif

Mengancam ………

4.2.1.4.3 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif

Menantang ………..

4.2.1.4.4 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif Mengecam ……….. 4.2.1.4.5 Tindak Tutur Konfliktif dengan Ilokusi Ekspresif

Meremehkan ………... 4.2.2 TingkatKesantunan Tuturan………..……… 4.2.2.1Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Foke–Nara ……….. 4.2.2.2Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Hendradji–Riza …………... 4.2.2.3Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Jokowi–Basuki…………... 4.2.2.4Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Hidayat–Didik ………. 4.2.2.5Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Faisal–Biem ……… 4.2.2.6Tingkat Kesantunan Tuturan Pasangan Alex –Nono………. 4.2.3 Penanda Lingual Kesantunan Tuturan………..

4.2.3.1Diksi………

4.2.3.2Gaya Bahasa ………...

4.2.3.3Pronomina………...………

4.2.3.4Modalitas………

4.3Pembahasan Temuan……….…………

4.3.1 Jenis-jenisTindak Tutur..……….……… 4.3.2 Tingkat Kesantunan Tuturan..……….………… 4.3.3 Penanda Lingual Kesantunan.……….…………

128 130 131 132 134 135 137 138 139 140 141 142 143 144 149 154 157 163 163 172 186


(18)

xvii

BAB V PENUTUP……….

5.1Simpulan………

5.2Saran ………...

DAFTAR PUSTAKA……….

LAMPIRAN………

195 195 197

200 203


(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jenis Ilokusi dalam 11 SKH Bulan Agustus 1997 ... Tabel 2 Jenis Tindak Tutur Bedasarkan Modus Kalimat ... Tabel 3 Lima Fungsi Umum Tindak Tutur ... Tabel 4 Tindak Tutur dan Fungsi Tindak Tutur ... Tabel 5 Fungsi, Tujuan, dan Jenis Tindak Tutur ... Tabel 6 Kartu Data Utama Tindak Tutur Surat Kabar ... Tabel 7 Kartu Analisis Data Tuturan Surat Kabar ... Tabel 8 Jumlah Data Tuturan Surat Kabar Nasional ... Tabel 9 Jumlah dan Jenis Tindak Tutur Calon Gubernur, Calon Wakil

Gubernur, dan Pendukung ... Tabel 10 Jumlah dan Jenis Tindak Tutur Pasangan Petahana VS Penantang ... Tabel 11 Tingkat Kesantunan Pasangan Foke – Nara ………... Tabel 12 Tingkat Kesantunan PasanganHendardji – Riza………. Tabel 13 Tingkat Kesantunan PasanganJokowi – Basuki ………. Tabel 14 Tingkat Kesantunan Pasangan Hidayat – Didik ………. Tabel 15 Tingkat Kesantunan Pasangan Faisal – Biem ………. Tabel 16 Tingkat Kesantunan Pasangan Alex – Nono ……….

23 42 50 50 54 79 79 87

88 89 137 138 139 140 141 142


(20)

xix

DAFTAR GRAFIK

Tabel 1 Jenis-jenis Tindak Tutur ... Tabel 2 Tingkat Kesantunan Tuturan ... Tabel 3 Jenis Penanda Lingual Kesantunan ...

90 91 93


(21)

1 BAB I PENDAHULUAN

Bab pendahuluan ini berisi tujuh hal, yaitu: (1) latar belakang masalah, (2) rumusan masalah, (3) tujuan penelitian, (4) manfaat penelitian, (5) definisi istilah, (6) ruang lingkup penelitian, dan (7) sistematika penyajian.

1.1Latar Belakang Masalah

Media massa saat ini telah menjadi salah satu kekuatan yang menopang demokrasi suatu bangsa. Hal itu tercermin melalui perannya dalam komunikasi antara berbagai elemen masyarakat. Pemberitaan media massa merupakan bentuk komunikasi yang paling efektif untuk memengaruhi publik (pembaca atau masyarakat). Salah satu topik utama pemberitaan media massa, misalnya media cetak, adalah peristiwa politik. Aktivitas media massa cetak dalam pemberitaan peristiwa politik turut memberi andil pada perkembangan politik secara signifikan. Media massa menjadi sumber informasi politik sekaligus menjadi faktor pendorong terjadinya perubahan politik.

Peristiwa politik yang cukup populer pada kurun waktu bulan Juni sampai dengan Agustus 2012 adalah Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Provinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta. Ada enam pasangan calon yang maju dan hendak dipilih oleh warga Provinsi DKI Jakarta, yaitu (sesuai nomor urut) (1) Fauzi Bowo-Nahrowi Ramli, (2) Hendradji Sepandji-Ahmad Riza Patria, (3) Joko


(22)

Widodo-Basuki Tjahaja Purnama, (4) Hidayat Nur Wahid-Didik J. Rachbini, (5) Faisal Batubara-Biem Benjamin, dan (6) Alex Noerdin-Nono Sampono (Republika, Senin, 25 Juni 2011:21). Pasangan calon ini diusung baik oleh partai-partai politik maupun jalur independen.

Selama masa persiapan pemilihan (kampanye) sampai dengan pemilihan putaran pertama dan penghitungan suara, setiap pasangan calon mengkomunikasikan visi dan misi pembangunannya kepada warga (pemilih) di daerah Provinsi DKI Jakarta. Bentuk komunikasi itu terjadi secara verbal langsung oleh tiap pasangan calon dan tidak langsung, misalnya melalui spanduk, iklan, baliho, dan siaran media massa. Dari berbagai bentuk komunikasi itu, melalui bahasalah tiap pasangan calon menyampaikan visi dan misinya. Dari berita media massa, bentuk tuturan langsung banyak dijumpai. Hal ini dapat kita lihat pada contoh berikut.

(1) “Dana besar ini harusnya dikelola dengan baik. APBD yang besar seharusnya pembangunan fisik dan nonfisik bisa terlihat.” (Joko Widodo, dalam Republika, Senin, 25 Juni 2012, hlm. 21).

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh salah satu calon gubernur DKI, Joko Widodo, yang diusung oleh PDI-P dalam pemaparan visi-misinya membangun Jakarta pada kampanye hari pertama.

(2) “Ke depan, faktor komunikasi dengan rakyat ini akan menjadi salah satu perhatian utama kami untuk makin diperbaiki.” (Fauzi Bowo, dalam Republika, Senin, 25 Juni 2012, hlm. 21).

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan oleh salah satu calon gubernur DKI, Fauzi Bowo, yang diusung oleh Partai Demokrat, dalam pemaparan visi-misinya membangun Jakarta pada kampanye hari pertama. Fauzi Bowo adalah calon petahana (incumbent).

(3) “Kepemimpinan Foke lemah karena tidak bisa mengordinasikan wakilnya (Prajanto) sehingga ingin mengundurkan diri.” (Nono Sampono, Republika, 20 Juni 2012, hlm. 21).


(23)

Konteks tuturan:

Tuturan ini disampaikan salah seorang calon wakil guburnur, Nono Sampono, yang berpasangan dengan Alex Noerdin terkait kinerja kerja gubernur Fauzi Bowo bersama wakilnya, Prijanto.

(4) “Kami hanya meminta KPU mempertanggungjawabkan kejanggalan yang muncul dalam DPT.” (Tosca Santosa, manajer kampanye Faisal-Biem, Koran Tempo, 6 Juni 2012, hlm. A4)

Konteks tuturannya:

Tuturan ini disampaikan terkait dengan daftar pemilih tetap (DPT) yang masih dianggap bermasalah. Karena itu masalah DPT ini dibawa ke ranah hukum oleh beberapa tim sukses pasangan calon gubernur dan wakil gubernur.

Tuturan (1) dan (2) adalah contoh tuturan dua calon gubernur DKI Jakarta, yaitu Joko Widodo dan Fauzi Bowo pada saat kampanye hari pertama pemilukada, Minggu, 24 Juni 2012 (Republika, Senin, 25 Juni 2012:21). Tuturan (1) dan (2) adalah paparan rencana para kandidat membangun DKI Jakarta. Tuturan Joko Widodo bermaksud menyampaikan informasi bahwa dana APBD besar, tetapi tidak dikelola dengan baik oleh gubernur Fauzi Bowo APBD. Tuturan (1) dalam kategori Searle dalam Leech (1983:106; Oka, 1993:164-165) adalah jenis ilokusi ekspresif karena fungsi tuturan ini mengungkapkan atau mengutarakan sikap psikologis penutur terhadap keadaan tersirat dalam ilokusi. Tuturan ini dapat dikategorikan jenis

„menuduh‟ secara halus yang secara intrinsik kurang santun. Fungsi atau tujuan tuturan yang demikian menurut Leech bersifat konfliktif atau bertentangan dengan tujuan sosial. Dengan demikian, tuturan (1) memiliki tujuan konfliktif, disampaikan dalam ilokusi ekspresif, dan bermaksud menuduh. Tuturan seperti ini dapat dipersepsi tidak santun (lebih tidak sopan). Penggunaan modalitas harusnya dan seharusnya dalam kalimat tuturan tersebut juga dipersepsi tidak santun.


(24)

Tuturan (2) disampaikan Fauzi Bowo adalah tuturan menyatakan janji sebagai bentuk tanggung jawabnya selaku gubernur yang masih memimpin dan berharap akan dipilih lagi oleh warga DKI Jakarta. Tuturan yang bermaksud

„berjanji‟ secara pragmatik adalah tindak tutur ilokusioner, yaitu tuturan komisif

karena penutur sedikit banyak terikat pada suatu tindakan di masa depan, yaitu

„menjanjikan‟. Hal ini dapat dilihat pada penanda keterangan waktu ke depan dan akan yang disertai frasa tindakan makin diperbaiki. Tujuan tuturan demikian menurut Leech menyenangkan (konvivial) sehingga dapat dipersepsi sebagai tuturan yang santun (sopan).

Tuturan (3) bersifat menuduh langsung pada pribadi tertentu. Tuturan ini memiliki tujuan konfliktif, disampaikan dalam ilokusi ekspresif, dan bermaksud menuduh. Tuturan seperti ini dapat dipersepsi lebih tidak santun (lebih tidak sopan). Denominalisasi kata kerja memimpin menjadi kata benda kepemimpinan pada struktur kalimat Kepemimpinan Foke yang lemah…menunjukkan tekanan informasi yang disampaikan penutur difokuskan pada kualitas kepemimpinan pribadi Foke.

Tuturan (4) menggunakan rumusan kalimat deklaratif permintaan demi menghindari tuturan yang bersifat perintah (imperatif). Hal ini ditandai dengan kalimat Kami meminta KPU…. Tuturan ini memiliki tujuan kompetitif atau bersaing secara sosial dan disampaikan dalam bentuk tuturan direktif, yaitu meminta. Jenis ilokusi seperti ini dipersepsi tidak sopan, yaitu kesopanan negatif karena tujuan-tujuan kompetitif pada dasarnya memang tidak bertatakrama.


(25)

Contoh-contoh tersebut di atas menunjukkan bahwa setiap bentuk pemakaian bahasa menggambarkan maksud atau tujuan tertentu dari pemakai bahasa yang terikat konteks. Pemakaian bahasa yang terikat konteks inilah yang disebut tuturan atau tindak tutur atau tindak ujar. Dalam bidang ilmu bahasa masalah tindak tutur ini dikaji oleh pragmatik (Gunarwan, 1994:81-84). Bahasa atau tuturan yang disampaikan para tokoh politik itu, yang diberitakan melalui media massa, menjadi salah satu contoh objek kajian bidang pragmatik. Oleh karena itu, pelbagai jenis tuturan langsung yang terdapat di dalam wacana berita surat kabar dapat dijadikan objek kajian pragmatik dan/atau sosiopragmatik.

Setiap tuturan tidak semata-mata mengandung maksud, tetapi terutama tujuan atau fungsi tertentu. Pragmatik dapat dikatakan menunjuk pada aktivitas-aktivitas kebahasaan yang berorientasi pada tujuan, bukan maksud. Pragmatik itu merupakan tindakan-tindakan yang beroritensi pada tujuan (Rahardi, 2011:163). Terkait dengan kajian pragmatik dalam bidang tindak tutur, Leech (1983:104; Oka, 1993:161-166; Subagyo dalam Suwarno, 2000:171–174) menyebutkan empat fungsi tuturan ilokusi, yaitu berupa ilokusi kompetitif, ilokusi konvival, ilokusi kolaboratif, dan ilokusi konfliktif. Lebih lanjut, Leech juga membandingkan fungsi ilokusi ini sesuai dengan kategori tindak tutur Searle. Kelima kategori tindak tutur Searle, yaitu representatif, direktif, komisif, ekspresif, dan deklarasi, mengandung di dalamnya fungsi-fungsi ilokutif tersebut.

Selain jenis-jenis tindak tutur, hal yang penting untuk dikaji dari tuturan para calon gubernur dan wakil gubernur serta para pendukung adalah kesantunan


(26)

berbahasa atau kesantunan tuturan. Tingkat kesantunan tuturan semakin jelas ditunjukkan dalam penggunaan ungkapan-ungkapan penanda kesantunan (Rahardi, 2005:125); penggunaan kosakata/diksi dan tata bahasa (Fairlclough dalam Eriyanto, 2006:285; Fairclough dalam Widharyanto, 2000; Fowler, dkk. dalam Eriyanto, 2006:133-134); penggunaan gaya bahasa, seperti metafora, hiperbola, litotes, eufemisme, ironi (Leech, 1983 dalam Oka, 1993), penggunaan modalitas (Fowler, 1986; 1991 dalam Widharyanto, 2000; Sudiati, 1996:53), dan penggunaan analogi dan pronomina (Pranowo, 2009). Contoh-contoh tuturan berikut menunjukkan penggunaan penanda lingual kesantunan.

(5) “PNS jangan coba-coba mencari muka di pemilukada ini dengan mendukung salah satu calon.” (Nono Sampono, Republika, 14 Juni 2012, hlm. 18)

Konteks tuturannya:

Tuturan ini disampaikan Nono Sampono terkait dengan masalah ketidaknetralan PNS dalam mendukung pasangan calon. Ketidaknetralan ini dianggap mencederai demokrasi.

(6) “Hindari cara memilih kucing di dalam karung , pilih calon gubernur yang punya kumis seperti saya, karena yang berkumis punya nyali untuk memimpin.” (Ongen Sangaji, Ketua DPD Partai Hanura DKI Jakarta, Media Indonesia, 28 Juni 2012, hlm. 7).

Konteks tuturannya:

Tuturan ini disampaikan Ongen Sengaji, Ketua DPD Partai Hanura yang mengusung pasangan calon gubernur dan wakil gubernur

(7) “Semoga hubungan ini terus membawa hoki.” (Hidayat Nur Wahid, Republika, 11 Juni 2012, hlm. 21)

Konteks tuturannya:

Tuturan ini disampaikan Hidayat Nur Wahid dalam kesempatan sosialisasinya di komunitas Tionghoa.

Pada tuturan (5) tampak penggunaan imperatif larangan secara eksplisit yang ditandai dengan penggunaan kata jangan. Penggunaan kata jangan berarti


(27)

melarang seseorang melakukan sesuatu, atau meminta (memerintah) seseorang tidak melakukan sesuatu. Dengan melarang atau memerintah, penutur sesungguhnya tidak memberikan peluang kepada mitra tutur untuk memilih alternatif yang lain, karena itu tuturan tersebut potensial mengakibatkan penutur kehilangan muka. Tuturan (5) dipersepsi tidak santun dengan penanda lingual kesantunan pada diksi jangan sebagai bentuk imperatif larangan. Tindak tutur demikian berujuan kompetitif atau tidak menyenangkan, dan dikategorikan dalam ilokusi direktif, yaitu ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan mitra tutur. Selain penggunaan diksi jangan, dalam tuturan (5) terdapat pemakaian gaya bahasa eufemisme pada frasa mencari muka. Eufemisme adalah gaya bahasa berupa ungkapan-ungkapan yang halus untuk menggantikan acuan-acuan langsung yang mungkin dirasakan menghina. Mencari muka berarti ingin mendapatkan perhatian lebih dari orang lain yang memiliki pengaruh.

Tuturan (6) secara sturktural disampaikan dalam bentuk imperatif pasif. Jenis tuturan ini banyak digunakan dalam bahasa komunikasi sehari-hari. Bentuk imperatif pasif mengurangi kadar suruhan di dalam tuturan tersebut. Pemakaian imperatif pasif bermaksud untuk penyelamatan muka yang melibatkan muka si penutur dan muka diri si mitra tutur. Struktur formal kalimat pasif (imperatif pasif) pada tuturan (6) merupakan contoh yang menunjukkan penada lingual kesantunan tata bahasa. Dengan bentuk Hindari….., pilih…. tuturan (6) dapat dipersepsi kurang santun karena tergolong ilokusi direktif yang bertujuan bersaing dengan tujuan sosial, atau ilokusi yang bertujuan menghasilkan suatu efek berupa tindakan yang dilakukan


(28)

mitra tutur. Selain itu terdapat penggunaan metafora dalam tuturan (6) yaitu frasa kucing dalam karung. Frasa kucing dalam karung merujuk pada sesuatu yang belum dikenal, belum diketahui, sehingga tuturan (6) mengandung perintah dan ajakan untuk memilih yang sudah dikenal atau diketahui. Untuk itu, dalam kalimat

selanjutnya, penutur menawarkan pilihan: … pilih calon gubernur yang punya kumis seperti saya, karena yang berkumis punya nyali untuk memimpin. Demikian pun pilihan kosakata (diksi) kumis dan yang berkumis merujuk pada pribadi Fauzi Bowo yang telah dikenal untuk dipilih. Fauzi Bowo adalah calon gubernur yang didukung Partai Hanura dan dikenal karena memiliki kumis, atau lebih dikenal karena kumisnya.

Tuturan (7) mengandung makna pragmatik imperatif harapan. Penanda lingual kesantunannya terdapat pada semoga. Penanda kesantunan lain yang terdapat pada tuturan tersebut adalah pilihan kata hoki yang merupakan kosakata yang merujuk pada identitas budaya orang Tionghoa. Tuturan itu disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid ketika berkunjung ke komunitas Tionghoa. Jenis ilokusi tuturan (7) adalah ilokusi komisif yang menyatakan harapan untuk sesuatu yang akan datang dan bertujuan menyenangkan baik penutur maupun mitra tutur. Persepesi kesantunannya adalah tindak tutur yang sopan.

Studi tentang tindak tutur telah cukup banyak dilakukan. Beberapa studi itu di antaranya menganalisis tindak tutur ilokusi di dalam surat kabar (Sarwoyo, 2009), implikatur iklan layanan masyarakat (Yuliani, 2009), tindak tutur dalam iklan kosmetik (Sumasari, 2010), bentuk-bentuk tindak tutur imperatif (Rahardi, 2010), dan


(29)

tindak tutur dalam wacana kampanye pilpres 2009 (Jauhari, 2009). Sejauh pengamatan penulis, penelitian-penelitian ini belum banyak mengkaji jenis tindak tutur dari sudut pandang fungsi tindak tutur ilokusi yang merujuk pada pemikiran Geoffrey Leech (1983, bdk. terjemahan Oka, 1993), kecuali P.Ari Subagyo (2000) yang meneliti tentang wacana pojok dalam surat kabar di Indonesia dan menemukan empat fungsi tuturan ilokusi di dalam wacana pojok, yaitu berupa ilokusi kompetitif, ilokusi konvival, ilokusi kolaboratif, dan ilokusi konfliktif. Oleh karena itu, penelitian ini mendalami tindak tutur ilokusi dari sudut pandang fungsi atau tujuan tuturan. Tuturan yang diteliti adalah tuturan langsung para kandidat gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung (tim sukses, tokoh partai politik pendukung, tokoh organisasi massa, dan simpatisan). Tuturan-tuturan itu terdapat di dalam berita beberapa surat kabar nasional, khususnya dalam pemberitaan peristiwa pemilukada Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 pada bulan Juni sampai dengan Agustus.

Asumsi dasar dari penelitian ini adalah bahwa tuturan para kandidat dan pendukung itu memiliki fungsi dan tujuan tertentu dalam berkomunikasi tentang suatu hal, misalnya tentang visi dan misi, strategi, dan rencana membangun DKI Jakarta. Pada gilirannya, tuturan-tuturan para pelaku politik dalam kaitannya dengan peristiwa politik tersebut setidak-tidaknya membawa efek tertentu dalam masa kampanye dan pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta 2012. Hal ini dapat dirujuk pada pendapat Campbell, bersama-sama dengan Gurin dan Miller pada tahun 1945 (Suwardi, 1993:25). Penelitian mereka mempersoalkan


(30)

apakah suatu kampanye politik dapat memengaruhi seseorang memberikan suara pada saat mereka pergi ke kotak-kotak suara. Surat kabar menjadi salah satu saluran kampanye politik yang efektif. Kesimpulan mereka adalah media massa tidak saja mampu membentuk pendapat, akan tetapi juga mengubah sikap seseorang pada saat mereka mau memberikan keputusan kepada siapa suara mereka diberikan.

Pemberitaan surat kabar nasional tentang pemilukada Provinsi DKI Jakarta menarik untuk diteliti karena beberapa alasan. Pertama, setiap surat kabar nasional memberikan porsinya tersendiri untuk pemberitaan pemilukada Provinsi DKI Jakarta. Provinsi DKI Jakarta dan pemimpinnya merupakan daerah sentral ibu kota sekaligus pusat negara sehingga berita seputar pemilukada Provinsi DKI Jakarta sekaligus berskala nasional dan internasional. Kedua, setiap pasangan calon menggunakan segala daya kemampuannya untuk menang dalam pemilukada, termasuk melalui publikasi pemberitaan oleh media surat kabar nasional. Tuturan-tuturan langsung yang diungkapkan dalam pemberitaan media surat kabar menunjukkan tujuan sosial yang ingin dicapai oleh setiap kandidat dan pendukung. Selain memberikan informasi dan maksud tertentu, tuturan yang disampaikan selalu bertujuan sosial. Ketiga, di dalam tuturan-tuturan tersebut terdapat tingkat kesantunan dan penanda lingual kesantunan yang menggambarkan bagaimana fungsi tindak tutur itu diwujudkan. Dengan demikian, tuturan-tuturan langsung para tokoh politik tersebut mengandung fakta kesantunan baik dari segi fungsi atau tujuan tuturan dan tingkat kesantunan tuturan maupun penanda lingual yang dipakai dalam tuturan-tuturan tersebut.


(31)

Berdasarkan pembahasan di atas, penulis tertarik meneliti tuturan para calon gubernur, calon wakil gubernur, dan para pendukung dalam peristiwa politik pemilukada Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Studi tentang tuturan para calon gubernur, calon wakil gubernur, dan para pendukung itu dalam penelitian ini terfokus pada jenis-jenis tindak tutur – dari sudut pandang fungsi atau tujuan tuturan menurut Leech –, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan. Untuk itu, penelitian ini diberi judul “Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan Penanda Lingual Kesantunan Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Para Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun

2012”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian latar belakang di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah tentang jenis tindak tutur, tingkat kesantunan, dan penanda lingual kesantunan tuturan dari tuturan para calon gubernur dan wakil gubernur dan pendukung yang terdapat di dalam berita beberapa surat kabar nasional terkait pemilihan umum kepala daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Dengan demikian, rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Jenis tindak tutur apa saja yang terdapat di dalam tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita beberapa surat kabar nasional?


(32)

2. Bagaimanakah tingkat kesantunan tuturan dari tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita beberapa surat kabar nasional?

3. Jenis penanda lingual apa saja yang menunjukkan kesantuanan tindak tutur di dalam tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita beberapa surat kabar nasional?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

1. mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur di dalam tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional,

2. mendeskripsikan tingkat kesantunan tuturan dari tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional, dan

3. mendeskripsikan jenis-jenis penanda lingual yang menunjukkan kesantunan di dalam tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional.

1.4Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengetahuan tentang bahasa dan penggunaan bahasa, khususnya dalam konteks pragmatik. Studi tentang


(33)

jenis tindak tutur dan penanda lingual kesantunan ini diharapkan juga bermanfaat bagi mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia, guru, linguis atau peminat studi bahasa.

1. Manfaat bagi mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada mahasiswa bahasa dan sastra Indonesia tentang jenis-jenis tindak tutur, tingkat kesantunan, dan penanda lingual kesantunan tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional, khususnya periode bulan Juni sampai Agustus 2012.

2. Manfaat bagi guru bahasa dan sastra Indonesia

Hasil penelitian ini kiranya dapat memberikan gambaran kepada guru-guru bahasa dan sastra Indonesia di sekolah menengah tentang jenis-jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan dalam jenis wacana pemberitaan media massa, khususnya dalam surat kabar. Para guru juga dapat menjadikan contoh-contoh dalam penelitian ini sebagai referensi dalam pembelajaran tentang wacana yang sesuai dengan materi pembelajaran di sekolah menengah.

3. Manfaat bagi linguis dan peneliti lain

Penelitian ini sebagai salah satu bentuk sumbangan gagasan dalam studi tentang penggunaan bahasa di dalam surat kabar dengan pendekatan pragmatik, khususnya dari perspektif Geoffrey Leech tentang fungsi tindak tutur. Para linguis dan peneliti lainnya dapat mengembangkan gagasan Leech ini untuk penelitian lebih lanjut tentang topik sejenis.


(34)

1.5Definisi Istilah

Beberapa istilah yang terkait dengan penelitian ini adalah:

1. Pragmatik

Pragmatik adalah studi kebahasaan yang terikat konteks (Wijana, 2010:13). Pragmatik adalah ilmu yang mengkaji bagaimana satuan-satuan bahasa (dalam bentuk tuturan atau tindak tutur) digunakan dalam pertuturan sesuai konteks penutur dan lawan tutur, serta waktu dan tempat pengutaraannya dalam rangka melaksanakan komunikasi (Wijana, 2010:17; Chaer, 2010:23).

2. Sosiopragmatik

Sosiopragmatik adalah ilmu bahasa yang mempelajari kondisi penggunaan bahasa manusia, yang pada dasarnya sangat ditentukan oleh konteks situasi yang mewadahi bahasa itu. Konteks yang dimaksud terkait dua hal, yaitu konteks sosial dan konteks sosietal (Rahardi, 2009:21).

3. Tindak Tutur

Tindak tutur adalah tuturan dari seseorang yang bersifat psikologis dan yang dilihat dari makna tindakan dalam tuturannya itu. Serangkaian tindak tutur akan membentuk suatu peristiwa tutur (speech event) (Chaer, 2010:27). Menurut Searle (1969, dalam Rahardi, 2009:17; Wijana, 2009), ada tiga jenis tindak tutur, yaitu tindak lokusioner, tindak ilokusioner, dan tindak perlokusioner. Leech (1983 dalam Oka, 1993) menyebut empat fungsi tindak tutur ilokusioner,


(35)

yaitu berupa ilokusi kompetitif, ilokusi konvival, ilokusi kolaboratif, dan ilokusi konfliktif.

4. Kesantunan

Kesantunan adalah properti yang diasosiasikan dengan ujaran dan di dalam hal ini menurut pendapat si pendengar, si penutur tidak melampaui hak-haknya atau tidak mengingkari memenuhi kewajibannya (Fraeser dalam Gunarwan, 1994:88). Kesantunan berbahasa atau sopan santun berbahasa adalah seperangkat prinsip yang disepakati oleh masyarakat bahasa untuk menciptakan hubungan yang saling menghargai antara anggota masyarakat pemakai bahasa yang satu dengan anggota yang lain (Suwadji, 1995:12 dalam Baryadi, 2000:71).

5. Penanda Lingual Kesantunan

Penanda atau penentu lingual kesantunan adalah segala hal atau unsur yang berkaitan dengan masalah bahasa yang dapat memengaruhi pemakaian bahasa menjadi santun atau tidak santun. Dalam hal ini santun tidaknya bahasa tidak terlepas dari konteks pemakaian bahasa dan terikat pada aspek linguistik dan pragmatik dari tuturan (Pranowo, 2009:90; Rahardi, 2005:118). Selain penanda lingual kesantunan, ada juga penanda nonlingual atau penanda nonkebahasaan, yaitu faktor-faktor ekstralingual atau hal-hal di luar kebahasaan yang turut menentukan santun tidaknya suatu tuturan yang terikat pada konteks tuturan tersebut (Pranowo, 2009: 95).


(36)

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan jenis-jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung dalam berita beberapa surat kabar nasional pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2012. Ada lima surat kabar nasional yang dipilih, yakni Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Jawa Pos, dan Republika.

Pemilihan sumber data penelitian ini atas kelima surat kabar nasional, yaitu Kompas, Koran Tempo, Republika, Media Indonesia, dan Jawa Pos didasarkan pada alasan bahwa kelima surat kabar nasional ini termasuk enam surat kabar yang memiliki oplah terbesar di Indonesia dan memiliki jangkauan pembaca luas di seluruh Indonesia (Wikan, 2005 dalam Yusuf, 2013). Di dalam catatan Media Directory Pers Indonesia 2006 berdasarkan penelitian Nielsen Media Research (2004) dan Media Scene (2004-2005) kelima surat kabar tersebut menduduki sepuluh surat kabar dengan jumlah pembaca terbanyak di Indonesia. Secara khusus, ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan mengapa kelima surat kabar nasional ini dipilih sebagai sumber data. Pertama, berdasarkan studi pendahuluan, informasi terkait fenomena bahasa, khususnya fungsi tuturan dan penanda lingual kesantunan terdapat dalam semua koran tersebut. Kedua, koran-koran tersebut merupakan media massa cetak yang konsisten menggunakan bahasa Indonesia, meskipun ragam jurnalistiknya memiliki corak dan gaya yang khas. Ketiga, masing-masing surat kabar tersebut mewakili pandangan dan ideologi pemberitaan yang khas secara nasional. Kompas


(37)

dikenal sebagai koran yang berwawasan nasional dengan visi humanisme yang membangun komunitas Indonesia yang lebih harmonis, toleran, aman, dan sejahtera sesuai dengan cita-cita pendirinya (Sularto, 2007:66). Koran Tempo merupakan perwakilan dari koran beraliran baru, dengan semangat jurnalisme fakta serta mengusung pembaruan dalam konteks dan isi berita. Wawasan atau halauan koran ini bersifat nasionalis murni. Republika merupakan koran yang mengemban nilai-nilai Islam (Hamad, 2004 dalam Badara, 2012:62). Media Indonesia adalah koran nasionalis sekuler yang tidak condong pada visi agama tertentu kecuali cita-cita perintis atau pendirinya. Koran Jawa Pos sebenarnya berskala regional Jawa-Bali, tetapi tetap menarik sebagai industri media terbesar kedua di Indonesia dengan visi keislaman. Keempat, informasi terkait peristiwa politik, khususnya pemilihan gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta 2012 selama bulan Juni sampai Agustus cukup banyak tersedia di dalam koran-koran tersebut. Dengan demikian, tuturan yang diambil sebagai data dalam penelitian ini dapat terwakili oleh setiap koran tersebut. Kelima, secara praktis koran-koran tersebut dapat dijangkau. Dalam arti bahwa pada saat studi pendahuluan dan penelitian lanjutan, peneliti mudah memperoleh data sebagai sampel dari koran-koran tersebut.

Sumber data tuturan yang menjadi fokus analisis dari penelitian terdapat di dalam kelima surat kabar nasional tersebut di atas. Yang menjadi acuan data adalah data tuturan langsung dari calon gubernur, calon wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta dan para pendukung di dalam berita kelima surat kabar nasional tersebut pada bulan Juni sampai Agustus 2012. Berdasarkan data tuturan langsung tersebut, penelitian ini


(38)

selanjutnya mengkaji jenis-jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan setiap pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 dan para pendukung.

1.7Sistematika Penyajian

Penelitian ini terdiri dari lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi istilah, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penyajian.

Bab II memuat landasan teori yang diintegrasikan dengan beberapa penelitian relevan yang terkait dengan topik penelitian ini. Dalam bab II ini berturut-turut dibahas (1) penelitian yang relevan, (2) teori tindak tutur, (3) teori kesantunan, (4) penanda lingual kesantunan, dan (5) kerangka berpikir.

Bab III berisi metodologi penelitian yang memuat cara dan prosedur kerja yang akan ditempuh peneliti. Hal-hal yang dibahas adalah (1) jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) instrumen penelitian, (4) metode pengumpulan data, (5) teknik analisis data, dan (6) triangulasi data.

Bab IV membahas tiga hal, yakni (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3) pembahasan hasil temuan.

Bab V berisi dua hal, yaitu (1) simpulan dan (2) saran untuk penelitian lanjutan.


(39)

19 BAB II

LANDASAN TEORI

Bab ini memaparkan lima hal, yaitu (1) penelitian yang relevan, (2) teori tindak tutur, (3) teori kesantunan, (4) penanda lingual kesantunan, dan (5) kerangka berpikir.

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang tindak tutur dan kesantunan berbahasa memang telah cukup banyak dilakukan. Meskipun demikian, kajian pada penelitian-penelitian tersebut sangat beragam sesuai dengan permasalahan dan sumber data yang dianalisis. Ada empat penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini, yaitu penelitian Asim Gunarwan (1992 dan 1994), penelitian P.Ari Subagyo (2000), penelitian Ventianus Sarwoyo (2009), dan penelitian Edy Jauhari (2009). Penelitian mereka terkait dengan tindak tutur dan kesantunan berbahasa. Berikut ini adalah paparan ringkas penelitian-penelitian relevan tersebut.

Asim Gunarwan menulis kajian tentang kesantunan berbahasa. Dua penelitian pentingnya termuat dalam buku kajian linguistik, yaitu Pellba 5 dan Pellba 7. Penelitian Asim Gunarwan (1992) yang termuat dalam Pellba 5 berjudul “Persepsi Kesantunan Direktif di Dalam Bahasa Indonesia di Antara Beberapa Kelompok Etnik di Jakarta”. Penelitian ini ingin menjawab bagaimana persepsi sopan-santun bahasa penutur-penutur bahasa Indonesia dalam penggunaan tindak ujaran direktif. Secara


(40)

khusus yang coba dijawab adalah (1) bagaimana hierarki kesantunan sejumlah bentuk-bentuk ujaran yang (dapat) dipakai untuk menyatakan tindak ujaran direktif itu; (2) apakah ada korelasi di antara ketaklangsungan dan kesantunan berbahasa, seperti yang dicanangkan oleh Brown dan Levinson (1978); (3) apakah ada perbedaan-perbedaan persepsi sopan santun penggunaan direktif di antara beberapa suku bangsa di Indonesia; dan (4) apakah ada perbedaan persepsi sopan-santun penggunaan direktif itu di antara tiga kelompok usia (-25, 25-50, dan 50+). Dari penelitian ini, Gunarwan berkesimpulan bahwa

a) Secara umum, bagi semua responden, hierarki kesantunan bentuk-bentuk ujaran yang dipakai untuk menyatakan direktif tidak sama dengan hierarki kesantunan yang dipositkan atau dipakai di dalam proyek penelitian Cross-Cultural Speech Act Realization Patterns. Yang dipakai di dalam proyek itu mempunyai hierarki (menurut derajat ketaklangsungan): MI-Pf-PB-PKh-PKi-FS-Pt-IK-IH. Yang ditemukan di dalam penelitian ini adalah: MI-PKh-IH-IK-PKi-Pf-PB-Pt-FS.

b) Hasil penelitian ini mengisyaratkan bahwa memang ada kesejajaran di antara ketaklangsungan tindak ujaran direktif dan kesantunan pemakaiannya. Hanya saja, kesejajaran itu tidak selamanya berlaku.

c) Hierarki kesantunan direktif bagi para responden mempunyai varian-varian di antara kelompok-kelompok sosial yang dibedakan satu dari yang lain menurut kesukuan, kenis kelamin, dan kelompok usia.


(41)

d) Perbedaan persepsi kesantunan direktif di antara kelompok-kelompok etnik Jawa, Sunda, Minang, dan Batak di Jakarta kecil saja. Perbedaan “yang kecil” ini mengisyaratkan adanya kecenderungan penyatuan norma-norma kebudayaan Jawa, Sunda, Minang, dan Batak di daerah Jakarta.

Penelitian yang kedua dari Asim Gunarwan (1994) termuat dalam Pellba 7 berjudul “Kesantunan Negatif di Kalangan Dwibahasawan Indonesia-Jawa di Jakarta: Kajian Sosiopragmatik”.Dari penelitian ini, Gunarwan memberikan kesimpulan:

a) Hierarki kesantunan direktif bahasa Indonesia dan bahasa Jawa ternyata pada dasarnya sama. Hal ini mengisyaratkan bahwa para subjek penelitian ini menggunakan satu norma kebudayaan di dalam menilai kesantunan bentuk-bentuk ujaran direktif di dalam kedua bahasa tersebut. Para dwibahasawan bahasa Indonesia-bahasa Jawa itu adalah dwibahasawan yang monokultural, atau situasi kedwibahasaan di kalangan masyarakat tutur Jawa di Jakarta itu dapat dikatakan sebagai bilingualisme tanpa bikulturalisme.

b) Tidak ada perbedaan penilaian kesantunan direktif bahasa Jawa menurut variabel kelompok umur. Dari temuan ini diperoleh dua hal, pertama, derajat kesamaan kedua hierarki kesantunan bahasa Jawa (menurut kelompok umur) ternyata lebih kecil daripada derajat kesamaan yang bahasa Indonesia; dan kedua, kesamaan kedua hierarki kesantunan direktif bahasa Jawa itu mengandung paradoks.


(42)

c) Ketaklangsungan tindak ujaran tidak sejajar dengan kesantunan, seperti yang terlihat dari adanya perbedaan di antara hierarki penelitian dan hierarkis teoretis.

Temuan-temuan Asim Gunarwan melalui dua penelitiannya ini berguna sebagai panduan memahami dan menganalisis jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan sesuai topik penelitian ini. Gunarwan memberikan gambaran dasar tentang beberapa teori tindak tutur dan teori kesantunan berbahasa dengan merujuk pada pemikiran ahli pragmatik, seperti Brown dan Levinson (1978) dan Geoffrey Leech (1983).

Penelitian P.Ari Subagyo (2000) terfokus pada masalah wacana surat kabar, khususnya wacana pojok yang terdapat dalam berbagai surat kabar di Indonesia. Penelitiannya berjudul Wacana Pojok: Cara Mengkritik Khas Surat Kabar Indonesia dimuat dalam buku Sejarah dan Bahasa dalam Membangun Integrasi Bangsa Menuju Milenium Ketiga. Penelitian ini menganalisis sejauh mana wacana pojok dalam beberapa surat kabar di Indonesia memberikan kritik berupa sentilan sambil lalu. Subagyo menemukan bahwa betapapun tidak terlalu diacuhkan, pojok tetap memerankan diri sebagai jendela yang menyalurkan hasrat mengkritik lewat surat kabar. Ada dua pertanyaan pokok dalam penelitian ini, yaitu (1) apakah kolom/wacana pojok itu dan (2) mengapa kritik yang dilontarkan lewat kolom/wacana pojok tidak mengganggu “keselamatan” surat kabar pemuatnya?

Wacana pojok yang diteliti terdapat dalam beberapa Surat Kabar Harian (SKH) di Indonesia. Wacana pojok tersebut merupakan gejala kebahasaan yang


(43)

terdiri atas dua subbagian ISI, yakni KUTIPAN BERITA dan SENTILAN. Kutipan berita dan sentilan ini membentuk wacana yang mirip dengan sebuah dialog sederhana. Kolom pojok atau wacana pojok merupakan rubrik khas pada surat-surat kabar di Indonesia, made in Indonesia, “buatan asli Indonesia” (Assegaff, 1991:134 dan Naomi, 1996:288 dalam Subagyo, 2000:168-169). Dengan berdasar pada kaca mata pragmatik, khususnya teori tindak tutur Searle dan Leech, Subagyo menegaskan bahwa menyentil atau mengkritik dalam wacana pojok merupakan tindak ilokusi. Temuan Subagyo menggambarkan bahwa wacana pojok selama bulan Agustus 1997 dalam sebelas surat kabar harian (SKH) (berupa data 728 pasang kutipan berita-sentilan) menunjukkan fakta berikut.

Tabel 1. Jenis Ilokusi dalam11 SKH bulan Agustus 1997

Jenis Ilokusi Jumlah Persentase

Konfliktif 476 65,39 %

Kompetitif 167 22,94 %

Konvivial 71 9,75 %

Konvivial-Kompetitif 11 1,51 %

Konvivial-Konfliktif 3 0,41 %

Temuan tersebut menunjukkan bahwa kolom/wacana pojok pada masa Orde Baru sebenarnya memang kritis. Sekalipun demikian, ada pula yang cenderung mencari aman sehingga (sama sekali) tidak kritis. Ketidakkritisan itu menjadi pertanyaan peneliti dan ditemukan tiga jawaban, yaitu pertama, ketidakkritisan itu karena wacana pokok tersebut terkesan tidak serius; kedua, wacana pojok tidak berterus terang; dan ketiga, wacana pojok bernuansa humor.


(44)

Hubungan antara penelitian Subagyo dan penelitian ini ialah bahwa jika Subagyo menggunakan teori fungsi tindak tutur Leech untuk membahas wacana pojok pada surat kabar harian di Indonesia periode Agustus 1997, penelitian ini akan menggunakan teori fungsi tindak tutur Leech untuk menganalisis jenis-jenis tindak tutur dari tuturan calon gubernur, calon wakil gubernur, dan para pendukung dalam berita pemilukada Provinsi DKI Jakarta di dalam beberapa surat kabar nasional periode Juni sampai Agustus 2012. Penelitian ini akan terfokus pada wacana berita yang memuat lebih banyak tuturan langsung daripada wacana pojok yang berisi sentilan berupa dialog sederhana.

Penelitian tentang tindak tutur ilokusi dan penanda kesantunan dibuat oleh Ventianus Sarwoyo (2009) dalam skripsinya berjudul Tindak Ilokusi dan Penanda Tingkat Kesantunan Tuturan di Dalam Surat Kabar. Dengan data dari berita surat kabar nasional, Sarwoyo menemukan: (1) ada empat jenis tindak ilokusi tuturan dalam surat kabar, yaitu tindak ilokusi direktif, komisif, representatif, dan ekspresif. Pengungkapan keempat tindak ilokusi tersebut terwujud dalam tiga bentuk tuturan, yaitu tuturan imperatif, deklaratif, dan interogatif; dan (2) ada enam penanda tingkat kesantunan di dalam surat kabar, yaitu analogi, diksi atau pilihan kata, gaya bahasa, penggunaan keterangan atau kata modalitas, penyebutan subjek yang menjadi tujuan tuturan, dan bentuk tuturan.

Penelitian Sarwoyo ini memiliki kesamaan dengan penelitian ini, yaitu dalam hal sumber data yaitu tindak tutur dalam surat kabar. Sarwoyo memfokuskan pada tindak tutur yang terdapat dalam surat kabar secara umum, sedangkan penelitian


(45)

ini berkaitan dengan topik khusus, yaitu jenis-jenis tindak tutur dari tuturan calon gubernur dan wakil gubernur dan para pendukung dalam berita pemilihan umum kepala daerah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012. Dalam kaitannya dengan penanda tingkat kesantunan, penelitian Sarwoyo dan penelitian ini memiliki kesamaan yaitu mendeskripsikan jenis-jenis penanda lingual kesantunaan yang terdapat dalam setiap tuturan langsung sebagai datanya.

Penelitian Edy Jauhari tentang tindak tutur dalam kampanye pemilihan presiden tahun 2009 menggunakan pendekatan tindak tutur. Penelitiannya berjudul “Wacana Politik dalam Kampanye Pilpres 2009: Kajian Tindak Tutur”. Di dalam penelitiannya ini, berbagai statemen dan slogan politik dianalisis untuk memperoleh gambaran tentang: (a) tindak tutur yang terdapat dalam statemen-statemen politik dari kubu JK-Wiranto, baik dalam bentuk iklan, slogan, maupun statemen politik yang lain, baik yang diungkapkan oleh capres-cawapres JK-Wiranto sendiri maupun oleh tim sukses dan pendukung-pendukung; (b) strategi-strategi atau modus-modus yang digunakan untuk mengekspresikan tindak tutur-tindak tutur tersebut; dan (c) implikatur daya pragmatik dari statemen-statemen politik atau slogan-slogan politik yang dikemukakan kubu JK-Wiranto kepada publik atau masyarakat luas. Jauhari menemukan bahwa (1) di dalam masa kampanye, kubu pasangan JK-Wiranto (juga pasangan yang lain) melakukan berbagai aktivitas bertutur yang berupa statemen, jargon, ataupun slogan politik untuk merebut hati rakyat dan (2) tindakan bertutur yang menonjol yang dikembangkan kubu JK-Wiranto dapat diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu (a) komisif, (b) direktif, dan (c) ekspresif.


(46)

Penelitian Jauhari dan penelitian ini menggunakan pendekatan teori tindak tutur. Jauhari menggunakan teori tindak tutur Searle (1975) yang mengklasifikasikan tindak ilokusi menjadi lima macam, yaitu representatif, direktif, komisif, deklarasi, dan ekspresif untuk menganalisis statemen dan slogan politik selama masa pilpres 2009, sedangkan penelitian ini memakai teori tindak tutur Leech, khususnya tentang fungsi tindak tutur, untuk menjelaskan berbagai jenis tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan para calon gubernur dan wakil gubernur DKI Jakarta 2012dan para pendukungyang terdapat di dalam berita beberapa surat kabar nasional.

2.2 Teori Tindak Tutur

Kajian tentang tindak tutur dipelajari dalam linguistik, khususnya pragmatik. Sebagai salah satu bidang linguistik, pragmatik berhubungan dengan tindak verbal (verbal act) yang terjadi dalam konteks tertentu. Konteks yang dianalisis termasuk ihwal siapa yang mengatakan, kepada siapa, tempat dan waktu diujarkannya suatu kalimat, dan anggapan-anggapan mengenai yang terlibat di dalam mengutarakan kalimat itu. Adapun topik-topik kajian pragmatik adalah deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan (Purwo, 1990).Dalam penelitian ini, bidang tindak tuturlah yang menjadi fokus kajian.

Yule (1996:3 dalam Wahyuni, 2006:3-4) mengatakan bahwa “Pragmatics is the is the study of contextual meaning” („pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual‟). Studi ini akan melakukan penginterpretasian makna sebuah tuturan


(47)

dengan memperhatikan konteks pemakaiannya dan bagaimana konteks itu itu memengaruhi penutur dalam menentukan suatu tuturan. Pragmatik adalah disiplin ilmu bahasa yang memelajari makna satuan kebahasaan dikomunikasikan. Yule menguraikan empat ranah yang menjadi kajian utama pragmatik, yaitu (1) pragmatik adalah studi tentang maksud penutur, (2) pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual, (3) pragmatik adalah studi bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan daripada dituturkan, dan (4) pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari jarak hubungan.

Pandangan tersebut sesuai dengan pendapat Parker (dalam Wijana,1996:2) yang mengemukakan bahwa “Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal structure of language. Pragmatics is the study of how language is used to communicate”(Pragmatik berbeda dengan gramatika yang memelajari struktur bahasa secara internal. Pragmatik adalah kajian tentang bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi). Oleh karena yang dikaji adalah makna bahasa, pragmatik dapat dikatakan sejajar dengan semantik. Namun, diantara keduanya terdapat perbedaan yang mendasar. Perbedaannya ialah semantik menelaah makna sebagai relasi dua segi (dyadic),sedangkan pragmatik menelaah makna sebagairelasitigasegi (triadic) (Rahardi, 2005:50). Kedua jenis relasi ini secara berurutan dirumuskan oleh Leech (1983:5-6; Oka, 1993:8) ke dalam dua kalimat berikut.

[1] What does X mean? (Apa artinya X?)


(48)

Berdasarkan kedua rumusan di atas, dapat dilihat bahwa makna dalam semantik semata-mata sebagai hubungan satuan lingual dalam bahasa tertentu yang terlepas dari situasi penutur (context independent). Berbeda dengan makna semantik, makna dalam pragmatik berhubungan dengan penutur yang terikat pada situasi (context dependent), atau dengan tegas Leech (1983:6) katakan, “I shall redefine pragmatics for the purposes of linguistics, as the studyof meaning in relation to speech situation.”(Dalam kaitannya dengan tujuan-tujuan linguistik, saya hendak mendefinisikan kembali pragmatik sebagai studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasi-situasi ujar). Konteks inilah yang disebut dengan konteks situasi tutur (speech situational contexts). Lebih lanjut Leech (1983:13-15; Oka 1993:19-21; Wijana, 1996:10-11; Rahardi, 2005:51-52) mengungkapkan bahwasituasi ujar/tutur terdiri atas beberapa aspek, yakni:

a. Penutur dan lawan tutur (addressers or addressees)

Penutur adalah orang yang menyapa dan lawan tutur adalah orang yang disapa. Searle (1983 dalam Rahardi:2005) penutur dilambangkan dengan S (speaker) yang berarti „pembicara atau penutur‟ dan lawan tutur dilambangkan dengan H (hearer) yang dapat diartikan dengan „pendengar atau mitra tutur‟. Istilah-istilah ini tidak terbatas pada cakupan pragmatik dalam ragam lisan saja, tetapi juga dapat mencakup ragam bahasa tulis, dalam hal ini merujuk pada penulis/penutur dan pembaca/lawan tutur.


(49)

b. Konteks tuturan (The context of an utterance)

Konteks tuturan dalam penelitian linguistik mencakup semua aspek fisik dan seting sosial (nonfisik) yang relevan dari sebuah tuturan. Konteks yang bersifat fisik disebut koteks (cotext), sedangkan konteks sosial sering disebut konteks. Dalam kerangka pragmatik, konteks merupakan semua latar belakang pengetahuan yang diasumsikan sama-sama dimiliki penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan penutur itu di dalam proses bertutur.

c. Tujuan tuturan (The goal(s) of an utterance)

Penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu.Tujuan tuturan berkaitan erat dengan bentuk tuturan seseorang. Bentuk-bentuk tuturan muncul karena dilatarbelakangi oleh maksud dan tujuan tertentu. Secara pragmatik, satu bentuk tuturan dapat memiliki maksud dan tujuan yang bermacam-macam. Sebaliknya, satu maksud atau tujuan tuturan akan dapat diwujudkan dengan bentuk tuturan yang berbeda-beda.

d. Tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas: tindak ujar (The utterance as a form of act or activity: a speech act)

Pragmatik menangani bahasa dalam suatu tingkatan yang lebih konkret dibandingkan dengan gramatika. Pragmatik mengkaji tindak atau performansi verbal yang ada dalam pertuturan tertentu yang sesungguhnya ada pada sebuah masyarakat sehingga jati diri penutur, latar waktu, dan latar tempat tampak jelas. Dengan kata lain, tuturan disebut sebagai suatu tindakan konkret (tindak


(50)

tutur) dalam situasi tertentu. Segala hal yang berkaitan dengan pertuturan, seperti jatidiri penutur dan lawan tutur yang terlibat, waktu, dan tempat dapat diketahui secara jelas, atau konteks yang mewadahi atau melingkupi bentuk tuturan harus diketahui secara jelas sehingga kemungkinan interpretasi atas setiap tuturan juga dapat dipertegas.

e. Tuturan sebagai produk tindak verbal (The utterance as a product of a verbal act)

Tuturan pada dasarnya adalah hasil tindak verbal dalam aktivitas bertutur sapa. Oleh sebab itu, tuturan dibedakan dengan kalimat. Kalimat adalah entitas produk struktural, sedangkan tuturan adalah produk dari suatu tindak verbal yang muncul dari suatu pertuturan dengan segala pertimbangan konteks yang melingkupi dan mewadahinya. Tuturan sebagai produk tindak verbal dapat dilihat secara jelas pada bentuk tuturan seperti, Tanganku gatal!Sebagai kalimat, dengan melihat konstruksinya, bentuk kebahasaan demikian dapat dikatakan sebagai tuturan bermodus deklaratif. Tuturan demikian berisi informasi bahwa tanganku gatal. Namun, dari sudut pandang pragmatik, tuturan Tanganku gatal! berfungsi sebagai tindak verbal dan sebagai produk tindak verbal. Dalam pengertian Austin (1962, dalam Rahardi, 2011:165), tuturan sebagai tindak verbal disebut sebagai ilokusi, dan tindak ilokusi memiliki daya yang disebut daya ilokusi. Dengan demikian, contoh tindak verbal tersebut di atas mengandung daya yang dapat menggerakkan mitra tutur bereaksi untuk merespons tuturan tersebut.


(51)

Hymes (1972, bdk. Aslinda, 2010:32; Rahardi, 2010:33-39) sebelumnya telah menjelaskan juga beberapa komponen tutur yang penting dalam bertutur sapa.Komponen tutur (components of speech) itu diakronimkan menjadiSPEAKING yang berturut-turut dimaksudkan sebagai berikut S (settings), P (participants), E (ends), A (act sequences), K (keys), I (instrumentalities), N (norms), dan G (genres). Keseluruhan komponen tutur serta peranan komponen-komponen tutur ini dalam sebuah peristiwa berbahasa oleh Hymes disebut sebagai peristiwa tutur (speech event). Uraian komponen-komponen tutur ini dijelaskan secara singkat berikut ini.

Settings berhubungan dengan waktu dan tempat pertuturan berlangsung, termasuk juga scene yang mengacu pada situasi, tempat, dan waktu terjadinya pertuturan. Waktu, tempat, dan situasi yang berbeda dapat menyebabkan penggunaan variasi bahasa yang berbeda. Misalnya, pertuturan atau percakapan terjadi di Kelas A Program Studi PBSID ketika mengikuti kuliah Pragmatik, pukul 09.00 WIB.

Participants atau peserta merujuk pada peserta percakapan/pertuturan, yaitu penutur dan mitra tutur, atau pihak-pihak yang terlibat dalam pertuturan. Status sosial partisipan menentukan ragam bahasa yang digunakan, misalnya antara dosen dan mahasiswa ketika berada di ruang kelas.

Ends atau tujuan mengacu pada tujuan dan maksud pertuturan, termasuk juga di dalamnya adalah hasil yang dicapai dari tuturan itu. Misalnya, dosen menerangkan materi pragmatik kepada para mahasiswa, tetapi sangat boleh jadi penjelasan dosen itu menarik minat para mahasiswa yang serius dan tekun


(52)

mendengarkan, sedangkan mahasiswa yang mendengar sambil lalu tidak merasa bahwa penjelasan itu menarik.

Act sequences berkenaan dengan bentuk ujaran dan isi ujaran. Bentuk berkaitan dengan kata-kata yang digunakan, sementara isi berkaitan dengan topik pembicaraan. Misalnya tuturan berikut (1) Pak Ari berkata kepada mahasiswa, “Jawablah pertanyaan ini!”, (2) Pak Ari berkata agar mahasiswa menjawab pertanyaan itu. Kalimat tuturan (1) merupakan contoh bentuk ujarannya, sedangkan kalimat tuturan (2) merupakan contoh isi pembicaraan.

Key berhubungan dengan nada suara (tone), penjiwaan (spirit), sikap atau cara (manner) serta motivasi saat sebuah tuturan diujarkan.Nada tutur ini bisa dibedakan lagi menjadi nada tutur verbal dan nada tutur nonverbal. Nada tutur verbal dapat berupa nada, cara, dan motivasi yang menunjuk pada warna gembira, santai, atau serius. Nada tutur nonverbal dapat berupa tindakan yang bersifat paralinguistik yang melibatkan segala macam bahasa tubuh, gestur, dan jarak dalam bertutur.

Instrumentalities berkaitan dengan saluran (channel) dan bentuk bahasa (the form of speech) yang digunakan dalam pertuturan. Saluran berupa lisan (oral), saluran tertulis, isyarat atau kode-kode tertentu.

Norms atau norma tutur terkait dengan dua hal, yaitu norma interaksi (interaction norms) dan norma interpretasi (interpretation norms). Norma interaksi menujuk pada dapat atau tidaknya sesuatu dilakukan oleh seseorang dalam bertutur dengan mitra tutur. Suatu interaksi atau aktivitas berbicara tentunya membutuhkan aturan tertentu sehingga tuturan antara penutur dan mitra tutur memiliki watak


(1)

298

28 IV/3.28.(a).(A) √ √ √

29 IV/3.29.(c).(B) √ √ √ √ √

30 IV/3.30.(b).(A) √ √ √

31 IV/3.31.(a).(A) √ √ √

32 IV/3.32.(b).(B) √ √ √

33 IV/3.33.(a).(A) √ √ √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(2)

299

Kartu Data Analisis Tindak Tutur Berita Jawa Pos Bulan Juli

No Kode Data Jenis Tindak Tutur Tingkat

Kesantunan

Penanda Lingual Kesantunan

(a) (b) (c) (d) s n ts lts (A) (B) (C) (D)

1 V/2.1.(b).(D) √ √ √ √

2 V/2.2.(b).(D) √ √ √

3 V/2.3.(b).(C) √ √ √ √

4 V/2.4.(a).(A) √ √ √

5 V/2.5.(c).(A) √ √ √

6 V/2.6.(c).(A) √ √ √

7 V/2.7.(c).(D) √ √ √ √

8 V/2.8.(c).(B) √ √ √ √ √

9 V/2.9.(c).(A) √ √ √

10 V/2.10.(c).(A) √ √ √

11 V/2.11.(c).(A) √ √ √

12 V/2.12.(b).(C) √ √ √ √

13 V/2.13.(b).(C) √ √ √

14 V/2.14.(b).(A) √ √ √ √

15 V/2.15.(b).(D) √ √ √

16 V/2.16.(c).(B) √ √ √

17 V/2.17.(b).(A) √ √ √

18 V/2.18.(a).(A) √ √ √

19 V/2.19.(b).(D) √ √ √ √

20 V/2.20.(b).(A) √ √ √

21 V/2.21.(b).(A) √ √ √

22 V/2.22.(c).(D) √ √ √ √

23 V/2.23.(b).(D) √ √ √

24 V/2.24.(b).(A) √ √ √

25 V/2.25.(c).(D) √ √ √

26 V/2.26.(b).(A) √ √ √

27 V/2.27.(b).(D) √ √ √ √

28 V/2.28.(a).(D) √ √ √

29 V/2.29.(b).(D) √ √ √ √

30 V/2.30.(b).(A) √ √ √

31 V/2.31.(a).(A) √ √ √

32 V/2.32.(a).(D) √ √ √ √

33 V/2.33.(b).(A) √ √ √

34 V/2.34.(a).(A) √ √ √

35 V/2.35.(a).(A) √ √ √

36 V/2.36.(a).(D) √ √ √ √

37 V/2.37.(a).(A) √ √ √

38 V/2.38.(a).(B) √ √ √ √

39 V/2.39.(b).(D) √ √ √ √

40 V/2.40.(a).(A) √ √ √ √

41 V/2.41.(b).(D) √ √ √

42 V/2.42.(b).(A) √ √ √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

300

43 V/2.43.(a).(A) √ √ √

44 V/2.44.(b).(B) √ √ √

45 V/2.45.(c).(D) √ √ √

46 V/2.46.(c).(D) √ √ √ √

47 V/2.47.(b).(D) √ √ √

48 V/2.48.(c).(B) √ √ √ √ √

49 V/2.49.(b).(A) √ √ √ √

50 V/2.50.(b).(A) √ √ √

51 V/2.51.(b).(A) √ √ √

52 V/2.52.(b).(D) √ √ √

53 V/2.53.(b).(C) √ √ √ √

54 V/2.54.(a).(A) √ √ √

55 V/2.55.(b).(A) √ √ √ √

56 V/2.56.(b).(B) √ √ √

57 V/2.57.(b).(D) √ √ √

58 V/2.58.(c).(D) √ √ √ √

59 V/2.59.(b).(B) √ √ √ √

60 V/2.60.(b).(D) √ √ √

61 V/2.61.(c).(A) √ √ √

62 V/2.62.(b).(C) √ √ √ √ √

63 V/2.63.(b).(B) √ √ √

64 V/2.64.(b).(A) √ √ √ √

65 V/2.65.(b).(A) √ √ √

66 V/2.66.(b).(C) √ √ √ √

67 V/2.67.(a).(A) √ √ √ √

68 V/2.68.(c).(D) √ √ √ √

69 V/2.69.(b).(D) √ √ √ √

70 V/2.70.(b).(A) √ √ √ √

71 V/2.71.(b).(A) √ √ √ √ √

72 V/2.72.(d).(A) √ √ √

73 V/2.73.(d).(A) √ √ √

74 V/2.74.(b).(A) √ √ √ √

75 V/2.75.(b).(B) √ √ √ √ √

76 V/2.76.(b).(D) √ √ √ √

77 V/2.77.(b).(D) √ √ √ √

78 V/2.78.(b).(D) √ √ √ √

79 V/2.79.(d).(A) √ √ √

80 V/2.80.(d).(B) √ √ √

81 V/2.81.(b).(D) √ √ √ √

82 V/2.82.(b).(A) √ √ √ √

83 V/2.83.(b).(A) √ √ √ √

84 V/2.84.(b).(A) √ √ √ √

85 V/2.85.(b).(A) √ √ √ √

86 V/2.86.(b).(C) √ √ √ √ √

87 V/2.87.(a).(A) √ √ √

88 V/2.88.(b).(C) √ √ √ √

89 V/2.89.(a).(A) √ √ √ √

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(4)

BIOGRAFI PENULIS

Eduardus Sateng Tanis lahir di Pagal, Manggarai-Flores, 13 Oktober 1978. Pendidikan dasar ditempuh di SDI Werang dan SDN Labuan Bajo I, Manggarai Barat tahun 1985–1991. Pada tahun 1991–1997 ia melanjutkan pendidikan menengah di SMP dan SMA Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur. Ia menempuh pendidikan sebagai calon imam (Seminari Tinggi) di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero dan meraih gelar Sarjana Filsafat Agama Katolik tahun 2002. Selanjutnya, pada tahun 2004–2006 ia menempuh pendidikan teologi. Setelah ditahbiskan menjadi Imam Diosesan untuk Keuskupan Ruteng, Manggarai, Flores, ia bekerja sebagai pendidik dan pembina bagi seminaris (calon imam) di Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur, Flores, Nusa Tenggara Timur.

Pada tahun 2009, tercatat sebagai mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa pendidikan di Universitas Sanata Dharma diakhiri dengan menulis skripsi sebagai tugas akhir dengan judul Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan Penanda Lingual Kesantunan Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Para Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun 2012.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

vii

ABSTRAK

Tanis, Eduardus Sateng. 2013. Jenis Tindak Tutur, Tingkat Kesantunan Tuturan, dan Penanda Lingual Kesantunan Tuturan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta dan Para Pendukung dalam Berita Beberapa Surat Kabar Nasional Tahun 2012. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan (1) jenis-jenis tindak tutur di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, para pendukung dalam berita surat kabar nasional, (2) tingkat kesantunan tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional, dan (3) jenis-jenis penanda lingual yang menunjukkan kesantunan di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung dalam berita surat kabar nasional dalam konteks pemilukada Provinsi DKI Jakarta tahun 2012.

Penelitian ini tergolong penelitian kualitatif sesuai dengan objek dan tujuannya. Objek penelitian ini adalah tuturan langsung di dalam berita surat kabar dan tujuannya adalah mendeskripsikan fenomena penggunaan bahasa, khususnya tuturan langsung calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung. Fenomena penggunaan bahasa yang dicermati adalah jenis-jenis fungsi tindak tutur, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan tuturan. Sumber data dan data diperoleh dari surat kabar sebagai sumber tertulis berupa tuturan-tuturan langsung. Instrumen penelitian ini adalah peneliti sendiri yang dilengkapi dengan instrumen pengumpulan data berupa kartu data utama yang berisi data tindak tutur, konteks tuturan, fungsi tuturan, tingkat kesantunan tuturan, dan penanda lingual kesantunan.Teknik pengumpulan datanya adalah teknik dokumentasi dan teknik sadap bebas libat cakap. Teknik ini diwujudkan peneliti dengan cara menginventarisasi, mencatat, mengidentifikasi, mengklasifikasi, mengkategorisasi, dan membuat kode data untuk selanjutnya peneliti menganalisis data-data tersebut. Selanjutnya, peneliti membuat pemaknaan atas tuturan-tuturan dengan memperhatikan konteks yang melingkupi terjadinya tuturan-tuturan itu.Analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dan metode kontekstual.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah: Pertama, jenis-jenis tindak tutur yang terdapat di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung adalah (1) konvivial, (2) kolaboratif, (3) kompetitif, dan (4) konfliktif. Kedua, tingkat kesantunan tuturan para calon tuturan calon gubernur dan wakil gubernur, dan para pendukung berturut-turut adalah (1) netral, (2) tidak santun, (3) santun, dan (4) lebih tidak santun. Ketiga, penanda lingual kesantunan yang terdapat di dalam tuturan calon gubernur, wakil gubernur, dan para pendukung meliputi (1) diksi atau pilihan kata, (2) gaya bahasa, (3) pronomina, dan (3) modalitas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(6)

viii ABSTRACT

Tanis, Eduardus Sateng. 2013. Types of Speech Acts, Degree of Politeness, and Lingual Politeness Markers in Utterances of Candidates of Governor, Vice Governor of DKI Jakarta Province and Their Constituencies in National Newspapers in 2012. Thesis. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

This research tried to describe three main goals, namely (1) kinds of speech act in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012; (2) politeness degree in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012; and (3) the lingual politeness markers in utterances of the candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies in national newspapers in 2012.

According to its objects and goal, this research was classified as a qualitative research. The objects of the research were direct speeches in newspaper and its goal is to describe the phenomena of language used in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies. The phenomena of language used to be described were the kinds of functions of speech act, the politeness degree in utterances, and the lingual politeness markers in utterances. The researcher became the main instrument complemented by the collecting data instruments. The methods used in collecting data in this research were scrutinized methods, with tapping technique as basic technique and free-scrutinizing-involving-talking and writing techniques as the follow-up technique. By the methods and techniques, the researcher then inventoried, collected, identified, classified, and coded all data, then interpreted the data.

In accordance with the research problems, the results of the study were: first, there were four kinds of functions of speech act in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and of their constituencies, they were (1) convivial, (2) collaborative, (3) competitive, and (4) conflictive. Second, the politeness degree in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies are (1) neutral, (2) impolite, (3) polite, and (4) more impolite. Third, there were four lingual politeness markers in utterances of candidates of governor, vice governor of DKI Jakarta Province and their constituencies, namely diction, language style, pronominal, and modals.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI