Penilaian Dimensi Internal Service Quality dengan Menggunakan Metode TOPSIS untuk Peningkatan Kualitas Layanan di R.S. Efarina Etaham Berastagi

(1)

PENILAIAN DIMENSI

INTERNAL SERVICE QUALITY

DENGAN MENGGUNAKAN METODE TOPSIS UNTUK

PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN DI

R.S. EFARINA ETAHAM BERASTAGI

TUGAS SARJANA

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

Oleh

MALAHAYATI

080403024

D E P A R T E M E N T E K N I K I N D U S T R I

F A K U L T A S T E K N I K

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

 

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknik di Departemen Teknik Industri, khususnya program studi reguler strata satu, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun judul untuk

tugas sarjana ini adalah “Penilaian Dimensi Internal Service Quality dengan

Menggunakan Metode TOPSIS untuk Peningkatan Kualitas Layanan di R.S. Efarina Etaham Berastagi”.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kesalahan, maka penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas sarjana ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan masukan yang sifatnya membangun demi kesempurnaan laporan tugas sarjana ini. Semoga tugas sarjana ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri, perpustakaan Universitas Sumatera Utara, dan pembaca lainnya.

Medan, Juni 2013 Penulis,


(7)

 

UCAPAN TERIMAKASIH

Syukur dan terimakasih penulis ucapkan yang sebesar-besarnya kepada Allah SWT yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan di Departemen Teknik Industri USU serta telah membimbing penulis selama masa kuliah dan penulisan laporan tugas sarjana ini.

Dalam penulisan tugas sarjana ini penulis telah mendapatkan bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, baik berupa materil, spiritual, informasi maupun administrasi. Oleh karena itu sudah selayaknya penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda Zulkifli dan Ibunda Nursiah yang tiada hentinya mendukung

penulis baik secara moril maupun materil sehingga laporan ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari tidak dapat membalas segala kebaikan dan kasih sayang dari keduanya, terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta atas rasa cinta yang tulus membimbing, mendidik, mengasuh anak-anakknya, yang merupakan pengorbanan yang besar, oleh karena itu izinkanlah penulis memberikan karya ini sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta.

2. Abang dan Adikku tercinta, Bang Budi, Bang Nova, dan Umi serta kakak ipar

ku (Kak Taty & Kak Ari), Nurlela & Nenek ku (Nek Upik & Alm. Nek Haji) yang selalu memotivasi penulis untuk secepatnya menyelesaikan laporan ini.

3. Pacar ku yang paling cerewet Arief Rachman S, ST (080403018) yang telah


(8)

 

telah bekerja sama serta memberikan dukungan dari awal hingga akhirnya dapat menyelesaikan laporan penelitian ini, terima kasih untuk komitmen, waktu, dukungan antusias, komentar-komentar bijaknya serta kasih sayang yang tulus, yang telah menjadi sumbangan berharga bagi penulis serta kedua orang tua arief dan adik-adik arief. Penulis menyadari tidak dapat memberi apapun untuk membalas semuanya.

4. Ibu Ir. Khawarita Siregar, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Industri

Universitas Sumatera Utara, yang telah memberi izin pelaksanaan Tugas Sarjana ini.

5. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE selaku Ketua Bidang

Manajemen Rekayasa dan Sistem Produksi atas waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

6. Bapak Ir. Mangara M. Tambunan, Msc. selaku Dosen Pembimbing I atas

waktu, bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

7. Ibu Khalida Syahputri, ST, MT selaku Dosen Pembimbing II atas waktu,

bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian Tugas Sarjana ini.

8. Bapak/Ibu Dosen Pembanding yang telah memberikan masukan dan saran

untuk menyempurnakan laporan tugas penelitian ini

9. Seluruh Dosen Departemen Teknik Industri USU, yang telah memberikan


(9)

 

10.Bg Mijok, Bg Rido, Bg Nur, K’Dina, K’Ani yang telah membantu penulis

dalam kelancaran Tugas Akhir.

11.Bapak Margono, SE selaku Direktur R.S. Efarina Etaham Berastagi yang telah

mengizinkan serta membantu penulis melakukan penelitian.

12.Dr. Masta selaku GM Medis, sekaligus pembimbing lapangan yang telah

banyak memberikan bimbingan, informasi serta masukan terhadap pengerjaan laporan penelitian ini.

13.Seluruh pihak manajemen dan staf R.S. Efarina Etaham Berastagi, Ulfa, Bidan

Tia, Kak Septi, Bang Rolan, Kak Johana, dan staf lainnya yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan penelitian ini.

14. Wak Edy, Buk Ipal, Buk Susi, Buk Anum, Buk Kiah, Om Hasan, Pak Yatim,

Wak Apa, K’Ikam, Nenek Kos (Hj. Aida), dan yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Penulis mengucapkan terima kasih yang selalu memotivasi penulis untuk secepatnya menyelesaikan laporan ini.

15.Rekan-rekan stambuk 2008, Lisa Utari, Tania Alda ST., Nadia Kunia Putri

ST., Jhonli Pardosi ST., Efraim S. Ginting, Grace, Rachel, dan yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.

16.Teman terbaik penulis, Vera & Usuv, Nicen & Bg Hendrik, Nisa, Ayu Kos,

Maya, semua anak kos sofyan 58 dan yang tidak mungkin disebutkan satu-persatu. Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan laporan penelitian ini.


(10)

 

DAFTAR ISI

BAB HALAMAN

LEMBAR JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SERTIFIKAT EVALUASI TUGAS SARJANA ... iii

KEPUTUSAN SIDANG KOLOKIUM ... iv

PERBAIKAN SIDANG SARJANA ... v

KATA PENGANTAR ... vi

UCAPAN TERIMA KASIH ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

ABSTRAK ... xxi

I PENDAHULUAN ... I-1

1.1. Latar belakang Permasalahan ... I-1

1.2. Rumusan Permasalahan ... I-6

1.3. Tujuan Pemecahan Masalah ... I-6

1.4. Batasan dan Asumsi Penelitian ... I-7


(11)

 

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

1.6. Sistematika Penulisan ... I-8

I I GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ... II-1

2.1. Sejarah PT. Efarina Etaham Group ... II-1

2.2. Visi dan Misi Perusahaan ... II-3 2.3. Lokasi Perusahaan ... II-4 2.4. Fasilitas Pelayanan ... II-4

2.5. Organisasi dan Manajemen ... II-5

2.5.1. Struktur Organisasi ... II-5 2.5.2. Uraian Tugas ... II-6

2.6. Tenaga Kerja dan Jam Kerja Rumah Sakit ... II-12

III LANDASAN TEORI ... III-1 3.1. Jasa ... III-1 3.2. Kualitas Pelayanan ... III-3

3.2.1. Hambatan Dalam Pelayanan dan Usaha

Peningkatan Pelayanan ... III-4 3.2.2. Penyebab Terjadinya Kesenjangan Kualitas

Pelayanan ... III-5

3.2.3. Peranan Pelanggan dan Karyawan Dalam Sistem Jasa .... III-9


(12)

 

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

3.3.1. Pengertian Kualitas Layanan Internal ... III-14 3.3.2. Kualitas Layanan Internal Kesehatan (Internal

Healthcare Service Quality) ... III-15 Pe

3.4. Technique For Order Preference By Similarity To Ideal

Solution ... III-26 3.5. Metode Sampling ... III-30 3.5.1. Populasi, Elemen dan Sampel ... III-31

3.5.2. Probability Sampling ... III-32

3.5.3. Non-Probability Sampling ... III-34

3.6. Validitas dan Reliabilitas Data ... III-36

3.6.1. Validitas Data ... III-36 3.6.2. Reliabilitas Data ... III-37

3.7. Metode Successive Interval (MSI) ... III-38

3.7.1. Pandangan Likert Termasuk Kategori Ordinal ... III-39

3.7.2. Pandangan Likert Termasuk Kategori Interval ... III-40

IV METODOLOGI PENELITIAN ... IV-1

4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... IV-1

4.2. Objek Penelitian ... IV-1

4.3. Jenis Penelitian ... IV-1


(13)

 

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

4.5. Instrumen Penelitian ... IV-4

4.6. Teknik Sampling ... IV-4

4.6.1. Populasi ... IV-4 4.6.2. Sampel ... IV-5

4.7. Metode Pengumpulan Data ... IV-6

4.8. Blok Diagram Penelitian ... IV-6

4.9. Pengolahan Data ... IV-8

4.9.1. Transformasi Data Skala Ordinal ke Skala Interval ... IV-9

4.9.2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... IV-9

4.9.3. Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... IV-10 4.9.4. Perhitungan Bobot Preferensi Dimensi Kualitas

Layanan Internal... IV-10 4.9.5. Menentukan Solusi Ideal ... IV-10 4.10. Analisis Pemecahan Masalah ... IV-14 4.11. Kesimpulan dan Saran... IV-14

V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA ... V-1

5.1. Pengumpulan Data ... V-1

5.1.1. Rekapitulasi Kuesioner Untuk Tingkat Kinerja ... V-1

5.1.2. Rekapitulasi Kuesioner Untuk Tingkat Preferensi


(14)

 

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2. Pengolahan Data ... V-2

5.2.1. Transformasi Data Ordinal Menjadi Data Interval ... V-3

5.2.1.1.Transformasi Data untuk Tingkat Kinerja ... V-3

5.2.1.2. Transformasi Data untuk Tingkat Preferensi

Kriteria pada Tiap Alternatif ... V-7

5.2.2. Perhitungan Validitas ... V-10

5.2.2.1. Uji Validitas untuk Data Tingkat Kinerja ... V-10

5.2.2.2. Uji Validitas untuk Data Tingkat Preferensi

Kriteria ... V-15

5.2.3. Pengujian Reliabilitas ... V-16 5.2.4. Analisis Data ... V-19

5.2.4.1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Jenis

Kelamin ... V-19

5.2.4.2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia ... V-19

5.2.4.3. Perhitungan Nilai Kualitas Layanan Internal ... V-20

5.2.4.4. Statistik Deskriptif ... V-23

5.2.4.5. Perhitungan Koefisien Korelasi ... V-23

5.2.5. Pengujian Hipotesis ... V-27

5.2.5.1. Pengujian Hipotesis Secara Parsial (Uji-t) ... V-29

5.2.5.2. Pengujian Hipotesis Secara Serempak (Uji-F) ... V-30


(15)

 

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

5.2.6. Perhitungan Bobot Preferensi Kriteria (Dimensi

Internal Service Quality ... V-41 5.2.7. Perhitungan Preferensi Alternatif dengan Metode

TOPSIS ... V-44

5.2.7.1. Matriks Keputusan Ternomalisasi ... V-45

5.2.7.2. Matriks Keputusan Ternomalisasi Terbobot ... V-46

5.2.7.3. Matriks Solusi Ideal Positif dan Solusi Ideal

Negatif ... V-47

5.2.7.4. Menghitung Jarak Setiap Alternatif dengan

Solusi Ideal Positif dan Solusi Ideal Negatif ... V-49

5.2.7.5. Menentukan Nilai Preferensi Setiap Alternatif .. V-50

VI ANALISIS DAN PEMBAHASAN HASIL ... VI-1

6.1. Analisis Transformasi Data ... VI-1

6.2. Analisis Uji Validitas dan Reliabilitas ... VI-2

6.3. Analisis Pengujian Hipotesis ... VI-4

6.4. Analisis Bobot Preferensi Dimensi Internal Service Quality .... VI-5

6.5. Analisis Preferensi Alternatif dengan Metode TOPSIS ... VI-6

6.6. Analisis Pada Unit Pelayanan Rawat Inap ... VI-7

6.6.1. Analisis Dimensi Responsiveness ... VI-10 6.6.2. Analisis Dimensi Collaboration ... VI-11


(16)

 

DAFTAR ISI (LANJUTAN)

BAB HALAMAN

6.6.3. Analisis Dimensi Access ... VI-12 6.6.4. Analisis Dimensi Equity ... VI-14

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... VII-1

7.1. Kesimpulan ... VII-1

7.2. Saran ... VII-2

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(17)

 

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Data BOR dan BTO R.S. Efarina Etaham Berastagi Per

September 2012 ... I -3

2.1. Jumlah Karyawan R.S. Efarina Etaham Berastagi ... II -12

2.2. Jam Kerja Karyawan ... II-13

4.1. Tabel Representasi Matriks Keputusan ... IV-11

5.1. Frekuensi (f) dari Jawaban untuk Tingkat Kinerja ... V-3

5.2. Hasil Transformasi Data untuk Tingkat Kinerja ... V-6

5.3. Frekuensi (f) dari Jawaban untuk Tingkat Preferensi Kriteria ... V-7

5.4. Transformasi Data untuk Tingkat Preferensi Kriteria pada

Alternatif Unit Gawat Darurat ... V-9

5.5. Transformasi Data untuk Tingkat Preferensi Kriteria pada

Alternatif Unit Layanan Rawat Jalan ... V-10

5.6. Transformasi Data untuk Tingkat Preferensi Kriteria pada

Alternatif Unit Rawat Inap ... V-10

5.7. Perhitungan Validitas untuk Tangible (C1) Untuk Atribut

Pertanyaan No.1 ... V-11

5.8 Rekapitulasi Perhitungan Validitas untuk Tingkat Kinerja ... V-29

5.9. Rekapitulasi Perhitungan Validitas untuk Tingkat

Preferensi Kriteria ... V-15

5.10. Rekapitulasi Hasil Pengujian Reliabilitas Data... V-18


(18)

 

DAFTAR TABEL (LANJUTAN)

TABEL HALAMAN

5.12. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... V-19

5.13. Nilai Kualitas Layanan Internal ... V-20

5.14. Statistik Deskriptif ... V-23

5.15. Koefisien Korelasi Variabel Tangibles (X1) Terhadap

Kualitas Layanan Internal (Y) ... V-24

5.16. Hasil Perhitungan Koefisien Korelasi Variabel Independen

(X) Terhadap Variabel Dependen (Y) ... V-27

5.17. Hasil Perhitungan Uji-t ... V-30

5.18. Data Perhitungan Regresi Linear Berganda ... V-32

5.19. Hasil Uji Normalitas ... V-41

5.20. Skor Kualitas Layanan Internal ... V-43

5.21. Hasil Perhitungan Preferensi Setiap Alternatif ... V-51

6. 1. Hasil Transformasi Skala Likert ke Skala Interval ... VI-2

6. 2. Hasil Transformasi Forced Choice Scaleke Skala Interval ... VI-2

6. 3. Bobot Preferensi Dimensi Internal Service Quality... VI -5


(19)

 

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

2.1. Struktur Organisasi R.S. Efarina Etaham Berastagi ... II-6

3.1. Gap Model Servqual ... III-8

3.1. Service Profit Chain ... III-14

4.1. Kerangka Konseptual Penelitian ... IV-4

4.2. Blok Diagram Langkah-langkah Penelitian ... IV-7

4.3. Flow Chart Pengolahan Data ... IV-8


(20)

 

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

. Kuesioner ... L.1

2. Rekap Data Tingkat Kinerja... L.2

3. Rekap Data Tingkat Preferensi Kriteria ... L.3

4. Hasil Transformasi Data Tingkat Kinerja ... L.4

5. Hasil Transformasi Data Tingkat Preferensi Kriteria ... L.5

6. Langkah-langkah Statistik Deskriptif dengan Program SPSS . L.6

7. Langkah-langkah Uji Normalitas dengan Program SPSS ... L.7

8. Tabel Nilai Kritis untuk Korelasi Product Moment ... L.8

9. Tabel Nilai Kritis Distribusi t ... L.9

10. Tabel Nilai Kritis Distribusi F ... L.10

11. Form Tugas Akhir ... L.11

12. Surat Penjajakan ... L.12

13. Surat Balasan Perusahaan ... L.13

14. Surat Keputusan Tentang Tugas Sarjana ... L.14

15. Surat Keputusan Tentang Perpanjangan Tugas Sarjana... L.15


(21)

 

ABSTRAK

Dewasa ini persaingan tidak hanya dinilai dari biaya tetapi juga dari segi kualitas. Kualitas layananan dapat dibedakan atas kualitas layanan internal dan kualitas layanan eksternal. Kualitas layanan internal pada akhirnya akan menentukan kualitas layanan eksternal.

R.S Efarina Etaham Berastagi merupakan salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang berada di daerah Kab. Karo. Dalam hal ini beberapa permasalahan berkaitan dengan dimensi kualitas layanan internal seperti sikap, perilaku dan keramahan pihak rumah sakit, waktu tanggap dokter yang lambat, kurang inisiatif dalam membantu pasien, kerjasama dan job desk yang kurang jelas, pelayanan yang kurang akurat dan tidak sesuai standar, jam pelayanan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan solusi ideal terhadap peningkatan kualitas layanan berdasarkan penilaian dimensi kualitas layanan internal.

Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan penilian dimensi kualitas layanan internal kesehatan (Internal Health Care Service Quality) dengan menggunakan metode TOPSIS (Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution). Sedangkan analisis hasil dilakukan dengan membandingkan tingkat kinerja dan tingkat kepentingan dari masing-masing dimensi yang diteliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai preferensi kualitas layanan yang paling rendah adalah unit layanan rawat inap yaitu 0,3884. Hal ini menunjukkan bahwa unit pelayanan yang perlu dilakukan peningkatan kualitas adalah unit pelayanan rawat inap. Sedangkan dimensi perlu dilakukan peningkatan kualitas pada unit layanan rawat inap adalah responsiveness, collaboration, access, dan equity. Adapun upaya yang dilakukan untuk peningkatan kualitas adalah: 1) Meminimalkan waktu menunggu dengan standarisasi waktu pelayanan, serta meningkatkan komitmen staf dalam menangani pasien. 2) Menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan, serta meningkatkan komunikasi yang efektif guna menghasilkan kerjasama yang baik antar staf. 3) Meningkatkan ketersedian sumber daya baik ketersediaan tenaga, ketersediaan fasilitas, maupun alokasi waktu, untuk kelancaran pelayanan. 4) menciptakan kesetaraan dan keterbukaan di lingkungan rumah sakit.


(22)

 

ABSTRAK

Dewasa ini persaingan tidak hanya dinilai dari biaya tetapi juga dari segi kualitas. Kualitas layananan dapat dibedakan atas kualitas layanan internal dan kualitas layanan eksternal. Kualitas layanan internal pada akhirnya akan menentukan kualitas layanan eksternal.

R.S Efarina Etaham Berastagi merupakan salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang berada di daerah Kab. Karo. Dalam hal ini beberapa permasalahan berkaitan dengan dimensi kualitas layanan internal seperti sikap, perilaku dan keramahan pihak rumah sakit, waktu tanggap dokter yang lambat, kurang inisiatif dalam membantu pasien, kerjasama dan job desk yang kurang jelas, pelayanan yang kurang akurat dan tidak sesuai standar, jam pelayanan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dan sebagainya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan solusi ideal terhadap peningkatan kualitas layanan berdasarkan penilaian dimensi kualitas layanan internal.

Metode analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan penilian dimensi kualitas layanan internal kesehatan (Internal Health Care Service Quality) dengan menggunakan metode TOPSIS (Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution). Sedangkan analisis hasil dilakukan dengan membandingkan tingkat kinerja dan tingkat kepentingan dari masing-masing dimensi yang diteliti.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai preferensi kualitas layanan yang paling rendah adalah unit layanan rawat inap yaitu 0,3884. Hal ini menunjukkan bahwa unit pelayanan yang perlu dilakukan peningkatan kualitas adalah unit pelayanan rawat inap. Sedangkan dimensi perlu dilakukan peningkatan kualitas pada unit layanan rawat inap adalah responsiveness, collaboration, access, dan equity. Adapun upaya yang dilakukan untuk peningkatan kualitas adalah: 1) Meminimalkan waktu menunggu dengan standarisasi waktu pelayanan, serta meningkatkan komitmen staf dalam menangani pasien. 2) Menerapkan sistem atau kebijakan yang mengatur interaksi diantara berbagai profesi kesehatan, serta meningkatkan komunikasi yang efektif guna menghasilkan kerjasama yang baik antar staf. 3) Meningkatkan ketersedian sumber daya baik ketersediaan tenaga, ketersediaan fasilitas, maupun alokasi waktu, untuk kelancaran pelayanan. 4) menciptakan kesetaraan dan keterbukaan di lingkungan rumah sakit.


(23)

 

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Dewasa ini persaingan bisnis semakin kompetitif, tidak hanya dari segi biaya tetapi juga dari segi kualitas. Meningkatkan kualitas layanan dan memuaskan pelanggan merupakan salah satu hal yang menjadi tujuan bagi setiap perusahaan baik perusahaan jasa maupun perusahaan manufaktur. Keseluruhan hal tersebut hanya ditujukan untuk menarik minat pelanggan atau konsumen, sehingga konsumen cenderung akan melakukan aktivitas membeli pada produk/jasa yang ditawarkan.

Rumah sakit merupakan salah satu industri jasa yang bergerak dalam pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai pusat pengobatan, merupakan tempat terjadi proses pelayanan kesehatan bagi masyarakat, mulai dari diagnosa, perawatan, dan sampai pada rehabilitasi, sehingga rumah sakit mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemeliharaan kesehatan pasiennya (pelanggan).

Dalam pelayanan kesehatan, kualitas layanan dinilai secara langsung oleh pelanggan, dimana pelanggan melihat dulu baru percaya (seeing is believing) terhadap kinerja pelayanan yang diberikan (Chang Kim & Maubourgne,2009). Disisi lain, kinerja dari rumah sakit merupakan ukuran kualitas layanan eksternal. Peningkatan kualitas layanan ini akan membutuhkan waktu yang lebih cepat bila


(24)

 

diawali dengan peningkatan kualitas layanan internal yang signifikan (Forst, 2002).

Kualitas layanan internal sebuah rumah sakit dapat dilihat dari persepsi karyawan. Karyawan dinilai mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap tercapainya kepuasan pelanggan karena rumah sakit umumnya mengandalkan karyawan dalam menyampaikan produknya (jasa) kepada pelanggan. Menurut Charles Hollis (2006) terdapat 12 dimensi yang berkaitan dengan kualitas layanan internal pada bidang kesehatan (Internal Health Care Service Quality) yaitu: tangibles, responsiveness, courtesy, reliability, communication, competence, understanding, outcomes, caring, collaboration, access, dan equity.

Kualitas layanan internal juga merupakan hal yang perlu diperhatikan oleh pihak R.S. Efarina Etaham Berastagi. Kompensasi yang efektif terhadap kualitas layanan internal memotivasi karyawan dalam memberikan kualitas pelayanan yang efektif pada konsumen. Dengan demikian akan menimbulkan kepuasan kepada konsumen dan loyalitas akan terjadi baik terhadap konsumen ataupun karyawan yang bekerja.

Pihak rumah sakit masih memiliki pencapaian yang rendah terutama pada unit layanan rawat inap. Hal ini dapat diidentifikasi melalui indikator angka hunian rumah sakit (Bed Occupancy Rate = BOR) serta rata-rata sebuah tempat tidur digunakan/periode (Bed Turn Over = BTO). Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.1.


(25)

 

Tabel 1.1 Data BOR dan BTO RS Efarina Etaham Berastagi Per September 2012

Indikator Bulan ke

Rata-rata

Standar Permenkes 1 2 3 4 5 6 7 8 9

BOR (%) 28,7 26,7 34,2 24,8 27,0 27,8 25,6 26,3 28,9 27,76 60-85 BTO

(kali) 2,97 2,07 2,92 2,10 2,30 2,24 2,17 2,05 2,21 2,34

4

Sumber: R.S. Efarina Etaham Berastagi

Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa nilai BOR dan BTO dari R.S. Efarina Etaham masih berada dibawa standar ideal nilai BOR dan BTO. Adapun standar ideal pencapaian angka hunian rumah sakit (BOR) adalah 60-85%, sedangkan angka sebuah tempat tidur digunakan/bulan (BTO) adalah 4 kali. Berdasarkan data pada Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa pencapaian angka BOR pada R.S. Efarina Etaham per September 2012 rata-rata adalah 27.76 %, sedangkan angka BTO juga rata-rata hanya mencapai 2,34 kali. Angka tersebut menunjukkan akses terhadap pelayanan rawat inap R.S. Efarina Etaham Berastagi masih rendah. Selain itu kualitas layanan pada unit rawat inap juga ditandai oleh beberapa hal dimana layanan rumah sakit belum sesuai dengan standar misalnya jam visite dokter di mulai jam 9 dimana standarnya adalah jam 8, perawat masih berada dibawah kualifikasi berdasarkan standar pemerintah yaitu D3, tidak adanya pelayanan rawat inap di rumah sakit yang memberikan pelayanan jiwa, Jam buka pelayanan tidak sesuai, dan sebagainya.

Selain pada unit layanan rawat inap, kualitas yang rendah juga dapat dilihat pada berbagai unit layanan lainnya, misalnya pada unit gawat darurat, pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah sampai di


(26)

 

UGD. Namun dalam hal ini pihak rumah sakit belum mampu untuk mencapai standar tersebut. Disamping itu, kualitas SDM juga belum memenuhi standar unit gawat darurat misalnya tidak tersedianya perawat kepala dengan kualifikasi S-1 ditambah dengan pelatihan kegawat daruratan.

Permasalahan-permasalahan tersebut merupakan beberapa permasalahan terkait dengan dimensi kualitas layanan internal kesehatan. Permasalahan tersebut dikategorikan ke dalam beberapa dimensi kualitas layanan internal antara lain, sikap, perilaku serta keramahan pihak rumah sakit khususnya perawat (courtesy), selain itu waktu tanggap pelayanan dokter yang lambat misalnya pada unit gawat darurat > 5 menit, jam visite dokter mulai jam 9, serta kurangnya inisiatif dalam membantu pasien (responsiveness), kerjasama dan job desk yang kurang jelas khususnya bagi perawat sehingga terjadi kesalahan dalam menangani pasien misalnya kesalahan dalam pemberian obat kepada pasien rawat inap (collaboration). Faktor lain yang berkaitan dengan kualitas layanan internal yaitu pelayanan yang diberikan kurang akurat, tidak sesuai dengan standar, jam pelayanan tidak sesuai dengan yang ditentukan, serta beberapa karyawan tidak kompeten di bidangnya (reliability), dan sebagainya.

Beberapa faktor berkaitan dengan dimensi kualitas layanan internal seperti yang dijelaskan diatas, menunjukkan bahwa kualitas layanan pada R.S. Efarina Etaham Berastagi perlu ditingkatkan. Dalam penelitian ini, adapun unit pelayanan yang akan dijadikan sebagai alternatif perbaikan adalah unit pelayanan yang dianggap penting oleh rumah sakit, dan masih perlu ditingkatkan kualitasnya. Berdasarkan diskusi dengan pihak rumah sakit adapun unit pelayanan yang diteliti


(27)

 

adalah unit gawat darurat, pelayanan rawat jalan, dan unit pelayanan rawat inap. Ketiga jenis unit pelayanan tersebut merupakan unit pelayanan dimana pasien sering berinteraksi dengan staf rumah sakit, sedangkan unit pelayanan lain merupakan unit pelayanan pendukung.

Penilaian dilakukan terhadap masing-masing unit pelayanan di rumah sakit

berdasarkan kriteria pada dimensi Internal Service Quality (ISQ). Berdasarkan

penilaian tersebut kemudian akan dipilih solusi ideal untuk setiap alternatif dengan menggunakan metode TOPSIS (Technique For Others Reference by Similarity to Ideal Solution)

Metode TOPSIS adalah salah satu metode pengambilan keputusan multikriteria yang pertama kali diperkenalkan oleh Kwangsun Yoon and Hwang Ching-La (1981). Dalam metode TOPSIS, alternatif yang optimal adalah yang paling dekat dengan solusi ideal positif dan paling jauh dari solusi ideal negatif. Dalam penelitian ini metode TOPSIS digunakan untuk pengambilan keputusan terkait alternatif unit pelayanan yang perlu ditingkatkan. Penilaian terhadap dimensi kualitas layanan internal (Internal Service Quality) dari masing-masing unit pelayanan merupakan faktor pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan penjelasan diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berkaitan dengan penggunaan metode TOPSIS dalam penilaian terhadap dimensi dari Internal Service Quality. Lokasi penelitian yang dipilih dalam penelitian ini adalah R.S. Efarina Etaham Berastagi. Adapun judul penelitian yang dilakukan yaitu “Penilaian Dimensi Internal Service Quality


(28)

 

dengan Menggunakan Metode TOPSIS untuk Peningkatan Kualitas Layanan di R.S. Efarina Etaham Berastagi”.

1.2 Rumusan Permasalahan

Berdasarkan penjelasan pada sub-bab sebelumnya maka adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah rendahnya kualitas pelayanan yang dirasakan oleh karyawan di R.S. Efarina Etaham Berastagi. Sehubungan dengan masalah tersebut, maka perlu dilakukan penilaian terhadap faktor-faktor dimensi kualitas layanan internal. Berdasarkan penilaian tersebut, diharapkan akan ditemukan faktor apa yang menyebabkan rendahnya kualitas layanan di R.S Efarina Etaham Berastagi serta faktor apa yang perlu dikembangkan agar kualitas layanan di R.S Efarina Etaham Berastagi meningkat.

1.3 Tujuan Pemecahan Masalah

Tujuan umum dari penelitian ini adalah mendapatkan desain perbaikan kualitas layanan internal untuk mendukung motivasi kerja karyawan dengan sasaran meningkatkan kualitas layanan di R.S Efarina Etaham Berastagi.

Tujuan khusus yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu :

1. Menentukan bobot preferensi dari masing-masing kriteria dalam dimensi

internal service quality.

2. Menentukan nilai preferensi dari setiap alternatif dengan menggunakan


(29)

 

3. Menentukan solusi ideal alternatif yang menjadi prioritas perbaikan untuk

peningkatan kualitas layanan

1.4 Batasan dan Asumsi Penelitian

Adapun pembatasan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Penelitian ini dilakukan di rumah sakit Efarina Etaham Berastagi.

2. Responden yang dijadikan objek penelitian adalah karyawan R.S. Efarina

Etaham Berastagi.

3. Unit pelayanan yang diteliti adalah unit pelayanan yang dianggap penting bagi

perusahaan untuk ditingkatkan kualitasnya yaitu unit gawat darurat, layanan rawat jalan, dan unit layanan rawat inap.

4. Kualitas pelayanan ditinjau berdasarkan penilaian terhadap dimensi kualitas

layanan internal bidang kesehatan.

5. Analisis terhadap dimensi kualitas pelayanan yang perlu diperbaiki dilakukan

dengan analisis kepentingan-kinerja.

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

1. Tidak ada perubahan pada setiap unit pelayanan yang dianalisis selama

penelitian dilakukan.

2. Kriteria penilaian karyawan dalam setiap unit pelayanan adalah sama.

3. Karyawan yang dijadikan sebagai responden mengetahui ataupun pernah


(30)

 

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian:

1. Bagi penulis

a. Menambah wawasan dan pengetahuan mengenai kebutuhan dan harapan

karyawan terhadap kualitas layanan internal di rumah sakit

b. Menambah wawasan terkait penerapan Internal Service Quality dan

metode TOPSIS

2. Bagi perusahaan

Hasil penelitian dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi perusahaan untuk mengembangkan kualitas pelayanan di rumah sakit yang diteliti.

3. Bagi pihak lain

Dapat menjadi bahan masukan dan pengetahuan dalam dunia bisnis khususnya rumah sakit terkait dengan penelitian yang dilakukan.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, menguraikan latar belakang masalah yang mendasari penelitian, perumusan masalah, tujuan pemecahaan masalah, batasan dan asumsi yang digunakan dalam penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan tugas akhir.

Bab II Gambaran Umum Perusahaan, menguraikan sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, fasilitas layanan, organisasi dan manajemen perusahaan.


(31)

 

Bab III Landasan Teori, menguraikan teori-teori yang digunakan dalam analisis pemecahan masalah. Sumber teori atau literatur yang digunakan berupa buku, jurnal penelitian dan tugas sarjana mahasiswa yang pernah mengangkat topik permasalahan yang sama, tesis, dan lain-lain.

Bab IV Metodologi Penelitian, menjelaskan langkah-langkah penelitian yang dilakukan yaitu meliputi penentuan lokasi penelitian, objek penelitian, jenis penelitian, kerangka konseptual, variabel penelitian, dan instrumen pengumpulan data, serta langkah-langkah penelitian meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis pemecahan masalah, serta kesimpulan dan saran.

Bab V Pengumpulan dan Pengolahan Data, mengumpulkan data-data primer dan sekunder yang diperoleh dari penelitian serta teknik yang digunakan untuk mengolah data dalam memecahkan masalah. Data-data berkaitan dengan objek penelitian dilakukan dengan penyebaran kuesioner, yang kemudian data tersebut akan diolah sesuai dengan prosedur pengolahan data. Pengolahan data dilakukan mulai dari tabulasi hasil kuesioner, kemudian mentransformasi data dengan menggunakan methods of succesive interval (MSI). Selanjutnya pengujian validitas dan reliabilitas data, analisis data dan pengujian hipotesis, perhitungan bobot preferensi dimensi kualitas layanan internal, serta penentuan solusi ideal untuk meningkatkan kualitas layanan dengan menggunakan metode TOPSIS.

Bab VI Analisis Pemecahan Masalah, untuk melihat nilai preferensi untuk setiap alternatif, dengan meninjau kriteria yang diamati sebelumnya. Analisis dilakukan untuk melihat alternatif yang paling ideal untuk meningkatkan kualitas layanan rumah sakit. Dalam hal ini kriteria yang diprioritaskan untuk diperbaiki


(32)

 

terhadap alternatif unit pelayanan yang terpilih berdasarkan metode TOPSIS ditentukan berdasarkan analisis kinerja-kepentingan.

Bab VII Kesimpulan dan Saran, memberikan hasil yang ditunjukkan oleh penelitian yaitu solusi yang terpilih untuk peningkatan kualitas layanan di rumah sakit.


(33)

 

BAB II

GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

2.1 Sejarah PT. Efarina Etaham Group

PT. Efarina Etaham Group pada awalnya merupakan sebuah Balai Asuhan Keperawatan yang didirikan oleh DR. Jupinus Ramli Saragih, SH, MM pada tahun 2003 di daerah Purwakarta. Perusahaan yang berbadan hukum Yayasan Etaham mendapatkan ijin yayasan No.02/Y-E/IV/2003 pada Tanggal 14 April

2003. Balai Asuhan Keperawatan 24 Jam ini berdiri di atas tanah seluas 770 m2.

Pada tanggal 14 Oktober 2003 maka Balai Asuhan Keperawatan mendapatkan ijin perubahan menjadi Klinik Etaham dan penambahan bangunan serta mempunyai ruang perawatan dengan kapasitas 25 tempat tidur yang didukung dengan dokter-dokter spesialis, perawat, dokter umum sebagai dokter jaga dan non medis sebagai tenaga administrasi, mempunyai ruang operasi, ICU, dan NICU, dengan peralatan-peralatan yang canggih khususnya bagian kebidanan, dan bagian anak.

Pendiri berhasil menjadikan rumah sakit ibu dan anak dengan ijin operasional sementara 064/RS/V/2004 tanggal 7 Mei 2004. Sehingga dengan perubahan status tersebut, Pendiri menambah nama rumah sakit menjadi Rumah Sakit Ibu dan Anak Efarina Etaham. Selain itu, pihak rumah sakit juga melakukan

penambahan luas tanah menjadi 1800 m2 dan penambahan bangunan; maka

Rumah Sakit Ibu dan Anak ini menambah kapasitas pasien rawat inap menjadi 35 tempat tidur. Atas dasar ketekunan dan kepemimpinan yang begitu disiplin,


(34)

 

rumah sakit tersebut menjadi rumah sakit idola, hampir semua masyarakat khususnya masyarakat Purwakarta.

Pada Tanggal 18 Januari 2005, terjadi perubahan Yayasan menjadi PT. Efarina Etaham dimana yang menjadi pengurus di dalamnya adalah pendiri beserta istri yaitu Dr. J.R. Saragih, SH, MM, MMR dengan dr. Erunita Anggraeni Tarigan Girsang dan sekaligus membangun gedung yang baru di atas lahan seluas 1,5 Ha dan mendirikan bangunan yang terdiri dari 3 lantai dengan kapasitas 100 tempat tidur.

Seiring dengan perubahan tersebut maka Rumah Sakit Ibu dan Anak ini

menjadi Rumah Sakit Umum tanggal 19 Januari 2005. Kemudian rumah sakit ini

mendapatkan Ijin Operasional dari Dinas Kesehatan Kabupaten Purwakarta

Nomor: 278 445.6/Dalkes/RS/XII/ 2005 tanggal 01 Desember 2005.

Pada tanggal 27 Nopember 2006 rumah sakit ini mendapatkan Ijin dari Menteri Kesehatan atas nama Pelayanan Medis Nomor: YM.02.04.3.5.5830. Pada 24 Desember 2005 Pendiri dengan bersusah payah dapat memindahkan semua kegiatan operasional dari bangunan Rumah Sakit yang lama pindah ke bangunan Rumah Sakit yang baru dan berjalan sampai sekarang.

Pendiri selalu berpikir dan berusaha sekuat tenaga untuk melakukan pembangunan dan pengembangan rumah sakit yang dapat melayani banyak orang yang mampu dan yang kurang mampu. Baik dengan penambahan-penambahan fasilitas alat-alat yang canggih dan menempatkan dokter-dokter spesialis yang penuh rasa tanggung jawab terhadap pelayanan. Pada tahun 2007, pendiri melakukan penambahan bangunan rawat inap sehingga mempunyai


(35)

 

kapasitas pasien menjadi 120 orang, dan pada 2008 pendiri membangun gedung pertemuan.

Pendiri terus berupaya untuk melakukan pengembangan terhadap rumah

sakit ini. Pengembangan itu diwujudkan dengan pembangunan gedung di atas lahan 1 Ha didirikan yang terdiri dari 4 (empat) lantai dengan kapasitas 150 tempat tidur, dengan standar rumah sakit internasional. Rumah sakit ini merupakan pengembangan sayap dari rumah sakit sebelumnya yang berada di purwakarta. Rumah sakit tersebut diberi nama R.S. Efarina Etaham Berastagi yang berlokasi di Jalan Jamin Ginting, Berastagi, Desa Raya, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Rumah Sakit tersebut mulai dapat dioperasikan pada Desember 2008.

Pada tanggal 23 September 2009 RS Efarina Etaham kembali mengembangkan usahanya di bagian pelayanan medis dengan mengambil alih kepemilikan RS. Satya Insani menjadi RS. Efarina Etaham yang terletak di Desa Pangkalan Kerinci, Kecamatan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

2.2 Visi dan Misi Perusahaan

Adapun visi dan misi dari R.S. Efarina Etaham Berastagi dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Visi

Menjadi rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan terbaik, berkualitas, dan profesional.


(36)

 

b. Misi

1. Memberikan pelayanan kesehatan terpadu sesuai kebutuhan pasien.

2. Melaksanakan pekerjaan dengan tim yang profesional, dinamis, dan

inovatif, berdedikasi tinggi dan terpercaya.

3. Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana/prasarana pelayanan di

semua bagian secara terus menerus berkesinambungan.

4. Menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan harmonis.

2.3 Lokasi Perusahaan

PT. Efarina Etaham Group memiliki 3 cabang rumah sakit yaitu daerah Purwakarta, Kerinci dan Berastagi. Rumah Sakit Efarina Etaham berastagi berlokasi di Jalan Jamin Ginting No. 1 Desa Raya Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

2.4 Fasilitas Layanan

Adapun fasilitas yang ditawarkan oleh R.S. Efarina Etaham berastagi adalah sebagai berikut:

1. Ruang Operasi

2. ICU/NICU

3. Dokter Spesialis

4. Dokter Umum

5. UGD


(37)

 

7. CT Scan

8. Radiologi

9. USG 3 Dimensi

10. EKG

11. Laboratorium

12. Fisioterapi

13. Instalasi Famasi

14. Ruang Rawat Inap

15. Instalasi Gizi

16. Ambulance

2.5 Organisasi dan Manajemen 2.5.1 Struktur Organisasi

Struktur organisasi R.S. Efarina Etaham Berastagi merupakan struktur organisasi fungsional. Struktur organisasi fungsional ini memiliki ciri sebagai berikut:

a. Dalam proses organisasi tidak memerlukan banyak koordinasi.

b. Pembagian tugas didasarkan spesialisasi pegawai.

c. Para pemimpin mempunyai kewenangan dan tanggung jawab

d. Tidak terjamin adanya kesatuan perintah

Adapun struktur organisasi R.S. Efarina Etaham Berastagi lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.1.


(38)

 

Sumber: Rumah Sakit Efarina Etaham Berastagi

Gambar 2.1 Struktur Organisasi R.S. Efarina Etaham Berastagi

2.5.2 Uraian Tugas

Adapun pembagian tugas dari setiap unit atau fungsi dalam struktur organisasi dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Presiden Komisaris

Presiden Komisaris merupakan pemilik, dan sekaligus berperan sebagai direktur utama yang secara langsung membawahi direktur dari setiap cabang dari PT. Efarina Etaham Group.

Presiden Komisaris mempunyai tugas memimpin, menyusun kebijaksanaan pelaksanaan, membina pelaksanaan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai dengan Peraturan R.S. Efarina Etaham Berastagi. Presiden komisaris secara langsung dapat mengangkat dan memberhentikan direktur dan secara langsung mengevaluasi dan mengawasi kinerja direktur rumah sakit.


(39)

 

2. Direktur

Direktur berperan sebagai pimpinan langsung R.S. Efarina Etaham Berastagi dan sekaligus bertanggung jawab atas seluruh kegiatan dan operasi yang berlangsung di rumah sakit. Adapun tugas dari direktur rumah sakit adalah

a. Merencanakan, mengorganisasikan dan melaksanakan serta mengarahkan

karyawan dalam melaksanakan tugas.

b. Menetapkan anggaran belanja dan pendapatan Operasional tahunan

c. Melaksanakan dan mengevaluasi program kerja dan kegiatan pelayanan

serta anggaran operasional

d. Menetapkan uraian tugas seluruh karyawan dan melaksanakan penilaian

kinerja karyawan

e. Menetapkan, melaksanakan, mengendalikan dan mengawasi pelaksanaan

penerapan standar pelayanan rumah sakit, standar pelayanan medis dan penerapan etika rumah sakit.

f. Mengambil keputusan atau kebijakan sehubungan dengan pelaksanaan

pelayanan di rumah sakit

g. Menetapkan pengangkatan ketua setiap satuan fungsional

h. Menyelenggarakan kordinasi dan kerjasama fungsional dengan Dinas

Kesehatan Pemerintah.

i. Mengikuti Rapat dinas, seminar, ceramah dan kegiatan lainnya


(40)

 

3. General Manajer

General Manajer merupakan pimpinan yang membawahi dan mengkoordinir unit dan fungsi dalam rumah sakit. Masing-masing GM bertanggung jawab terhadap fungsionalnya. General manajer ditetapkan secara langsung oleh direktur, dan berada dalam pengawasan direktur. Adapun tugas dari masing-masing general manajer adalah:

a. Melaksanakan koordinasi tugas masing-masing fungsi yang berbeda

dibawah pengelolaannya sesuai dengan struktur organisasi yang ditetapkan

b. Mengendalikan dan mengevaluasi setiap kegiatan dari fungsional secara

berkala.

c. Mengambil keputusan dan kebijakan terkait arah dan sasaran perusahaan

yang diinginkan.

4. Bagian Medis

Bagian medis terdiri dari pelayanan medis dan penunjang medis mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas direktur dalam melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi keuangan, pengendalian dan pelaporan di bagian pelayanan medis dan penunjang medis. Bagian pelayanan medis dan penunjang medis mempunyai fungsi :

a. Penyiapan bahan perumusan dan kebijakan teknis, pembinaan,

pengkoordinasian penyelenggaraan tugas, pelaksanaan pelayanan medis, pengendalian dan pelaporan bagian Pelayanan Medis;


(41)

 

b. Penyiapan bahan perumusan dan kebijakan teknis, pembinaan,

pengkoordinasian penyelenggaraan tugas, pelaksanaan penunjang medis, pengendalian dan pelaporan bagian penunjang medis;

c. Penginventarisasian permasalahan berhubungan dengan pelaksanaan tugas

dan program kerja bagian pelayanan medis dan penunjang medis serta penyiapan bahan tindak lanjut penyelesaiannya;

d. Penyusunan laporan pelaksanaan tugas dan program bagian pelayanan

medis dan penunjang medis;

e. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan direktur rumah sakit

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi bagian pelayanan medis dan penunjang medis;

Bagian pelayanan medis dan penunjang medis dipimpin oleh seorang general manajer, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

5. Bagian Keuangan

Bagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas Direktur dalam penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi keuangan, pengendalian dan pelaporan di bagian akuntansi, verifikasi dan perbendaharaan. Bagian Keuangan mempunyai fungsi:

a. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan,


(42)

 

administrasi, pelaksanaan dan pengendalian di bagian akuntansi, verifikasi dan perbendaharaan;

b. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis pembinaan,

pengkoordinasian penyelenggaran tugas secara terpadu, pelayanan administrasi, pelaksanaan dan pengendalian di bagian perbendahaaran;

c. Penginventarisasian permasalahan berhubungan dengan pelaksanaan tugas

dan program kerja bagian keuangan serta bahan tindak lanjut penyelesaiannya;

d. Penyusunan laporan pelaksanaan tugas dan program bagian keuangan

rumah sakit;

e. Pelaksanaan tugas kedinasan lain yang diberikan direktur rumah sakit

sesuai dengan tugas pokok dan fungsi rumah sakit;

Bagian keuangan dipimpin oleh seorang general manajer, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

6. Bagian Marketing

Bagian marketing mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas

Direktur dalam penyiapan perumusan kebijakan teknis, pembinaan, pengkoordinasian penyelenggaraan tugas secara terpadu, pelayanan administrasi keuangan, pengendalian dan pelaporan di bagian marketing. Bagian marketing mempunyai fungsi:

a. Perencanaan, pelaksanaan dan pengembangan ketatalaksanaan organisasi

rumah sakit, serta kebutuhan dalam proses pengembangan organisasi dan tata laksana pemasaran;


(43)

 

b. Pengkoordinasian pelaksanaan administrasi rumah sakit meliputi :

ketatausahaan dan pemasaran;

c. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pemasaran;

d. Pembinaan terhadap penyelenggaraan administrasi bagian pemasaran

rumah sakit serta melakukan evaluasi terhadap peneyelenggaraan administrasi bagian pemasaran rumah sakit;

e. Perencanaan dan pelaksanaan pemasaran rumah sakit.

Bagian marketing dipimpin oleh seorang general manajer, yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

7. Bagian Umum/HRD

Bagian umum/HRD mempunyai tugas merencanakan, membina, mengkoordinasikan melaksanakan kegiatan dan penyusunan pedoman dan petunjuk teknis pembinaan ketatausahaan, kearsipan, urusan rumah tangga, serta melaksanakan tugas teknis kepegawaian dan pengembangan sumber daya manusia. Bagian umum/HRD mempunyai fungsi:

a. Melaksanakan tugas-tugas urusan rumah tangga meliputi pemeliharaan

kendaraan dinas, akomodasi, serta memelihara kebersihan & perlengkapan;

b. Menyusun rencana kebutuhan pengadaan perlengkapan dan peralatan

kantor, dan pemeliharaan barang-barang inventaris;

c. Merencanakan, membina, mengkoodinasikan pelaksanaan kehumasan dan

pemasaran serta rekam medik dan sistem dan sistem informasi rumah sakit;


(44)

 

d. Merencanakan pendidikan, menyelenggarakan bimbingan, menyusun dan

mengembangkan standar pelayanan keperawatan;

e. Menyusun rencana, melaksanakan tugas teknis kepegawaian dan

pengembangan sumber daya manusia.

Bagian umum/HRD dipimpin oleh seorang general manajer, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur.

2.6 Tenaga Kerja dan Jam Kerja Rumah Sakit

Dalam memberikan layanan pada pelanggan R.S. Efarina Etaham Berastagi memiliki karyawan sebanyak 104 orang, baik dalam tatanan manajerial maupun non-manajerial. Susunan karyawan R.S. Efarina Etaham Berastagi dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Jumlah Karyawan R.S. Efarina Etaham Berastagi

Karyawan Jumlah (orang)

Bagian Medis:

a. Dokter Spesialis

b. Dokter Umum

c. Dokter Gigi

d. Keperawatan

e. Rekam Medis

f. Laboratorium g. Farmasi h. Radiologi i. Fisioterapi j. Gizi 9 5 1 32 6 2 4 2 1 5

Bagian Umum/HRD 24

Bagian Keuangan 8

Bagian Marketing 5

Total 104


(45)

 

Adapun jam kerja karyawan dibedakan atas bagian medis dan non-medis. untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Jam Kerja Karyawan Karyawan 24 jam

(Full-Time)

12 jam (shift)

08.00-17.00 (Umum) Bagian Medis:

a. Dokter Spesialis

b. Dokter Umum

c. Dokter Gigi

d. Keperawatan

e. Rekam Medis

f. Laboratorium g. Farmasi h. Radiologi i. Fisioterapi j. Gizi 4 - - - - 2 - 2 1 - - 5 - 32 6 - 4 - - -

5 ( dokter tamu) - 1 - - - - - - 5 Bagian Umum/HRD 2

(maintenance)

6 (security &

CS) 16

Bagian Keuangan - 4 4

Bagian Marketing - - 5

Total 11 57 36


(46)

 

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1 Jasa1

Jasa merupakan istilah yang sangat umum dan tidaklah mudah untuk mendefinisikan secara tegas apa itu jasa, karena begitu banyaknya definisi jasa yang beredar di Masyarakat. Industri jasa telah mendominasi perekonomian hampir semua negara industri, bahkan mampu menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan (produk domestik bruto) PDB. Buktinya, lebih dari 8l% pekerjaan di Inggris didominasi sektor jasa. (Muhtosim Arief, 2006)

Jasa merupakan suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketidakberwujudan yang berhubungan dengannya, yang melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan produk dalam kepemilikannya tetapi tidak menghasilkan transfer kepemilikan. Jasa adalah tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lainnya ataupun prosesnya mungkin terkait dengan produk fisik, kinerjanya pada dasarnya tidak nyata dan biasanya tidak menghasilkan kepemilikan atas faktor produksi. Lovelock (2005) menyatakan bahwa "Jasa adalah kegiatan ekonomi yang menciptakan dan memberikan manfaat bagi konsumen pada waktu dan tempat tertentu sebagai hasil dari tindakan-tindakan mewujudkan perubahan yang diinginkan dalam diri atau atas nama penerima jasa tersebut."

      

1


(47)

 

Rangkuti (2003) memaparkan bahwa "Jasa merupakan pemberian suatu kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak ke pihak lain". Pada umumnya jasa di produksi dan di konsumsi secara bersamaan, dimana interaksi antara pemberian jasa dan penerimaan jasa mempengaruhi hasil tersebut. Sedangkan menurut Render (2005) menyatakan bahwa "Jasa adalah suatu kegiatan ekonomi yang biasanya menghasilkan barang yang tidak nyata atau kasar mata." sehingga penerima jasa hanya merasakan dengan suatu tindakan dari si pemberi jasa tersebut.

Berbagai riset dan literatur pemasaran jasa mengungkapkan bahwa jasa memiliki sejumlah karakteristik unik yang membedakannya dari barang dan berdampak pada cara memasarkannya. Secara garis besar karakteristik tersebut terdiri atas: (Fandi Tjiptono, 2007)

1. Intangibilty:

a. Produk bersifat abstrak: lebih berupa tindakan atau perbuatan

b. Kesulitan dalam evaluasi alternatif penawaran jasa:

c. Persepsi konsumen terhadap resiko

d. Tidak dapat dipajang: differensiasi sukar dilakukan

e. Tidak ada hak paten: hambatan masuk (entry barriers) rendah

2. Inseparability:

a. Konsumen terlibat dalam produksi: kontak dan interaksi penting

sekali

b. Konsumen lain juga terlibat: masalah pengendalian


(48)

 

Lingkungan jasa mendifferensiasikan produk dengan kualitas, model, features (karakteristik tambahan dari produk), serta kualitas yang relatif sama dapat memiliki kinerja yang berbeda-beda di pasar karena perbedaan persepsi dari produk tersebut di benak konsumen.

3.2 Kualitas Pelayanan2

Menurut Gronroos dalam Rambat dan Lupiyoadi (2006) jasa dapat dibagi menjadi dua dimensi kualitas, yaitu kualitas teknikal (technical quality) dan kualitas fungsional (functional quality). Kedua dimensi itu sangatlah penting bagi konsumen. Kualitas teknikal terkait dengan kemampuan mesin, pengetahuan karyawan pada jasa yang disampaikan, dll. Kualitas fungsional terkait dengan kemudahan konsumen untuk mengakses, tampilan fisik kantor, hubungan jangka panjang dengan konsumen, hubungan internal di dalam perusahaan, serta sikap, perilaku dan jiwa pelayanan dari pemberi jasa. Contoh : nasabah suatu bank berharap tagihan mereka dapat dibayar tepat waktu, dapat melakukan transfer uang dari satu rekening ke rekening lainnya. Transaksi seperti ini biasa dilakukan oleh hampir semua bank. Singkat kata, bank yang telah dipilih oleh nasabah merupakan bank yang memiliki kualitas fungsional yang baik (Lupiyoadi dan Hamdani, 2006).

Menurut Muhtosim Arief dan Ida Hidayanti (2006) dalam jurnalnya mengatakan bahwa, untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, indikator kepuasan konsumen yang terletak pada lima       

2


(49)

 

dimensi kualitas pelayanan. Untuk mewujudkan kualitas pelayanan konsumen tertentu perlu adanya kualitas karyawan. Pelayanan kepada konsumen merupakan kualitas pelayanan eksternal, sedangkan pelayanan kepada karyawan merupakan kualitas pelayanan internal.

Untuk menciptakan kualitas pelayanan internal (karyawan), pimpinan perusahaan hendaknya memberikan kompensasi yang lebih efektif kepada para karyawan. Kompensasi yang efektif memotivasi karyawan dalam meningkatkan produktivitas karyawan dan akan menciptakan karyawan yang memberikan kualitas pelayanan yang efektif pada konsumen. Dengan demikian akan menimbulkan kepuasan kepada konsumen dan loyalitas akan terjadi. (Ali dan Saladin, 2006)

3.2.1 Hambatan Dalam Pelayanan dan Usaha Peningkatan Pelayanan

Ada beberapa faktor yang menjadi penghambat dalam peningkatanan kualitas pelayanan (Yamit, 2004). Faktor-faktor yang menjadi penghambat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut : .

a. Kurang otoritas yang diberikan bawahan

b. Terlalu birokrasi sehingga lambat dalam menanggapi keluhan konsumen

c. Bawahan tidak berani mengambil keputusan sebelum ada ijin dari atasan

d. Petugas sering bertindak kaku dan tidak memberikan jalan keluar yang

baik

e. Petugas sering tidak ada ditempat pada waktu jam kerja sehingga sulit


(50)

 

f. Banyak interest pribadi

g. Budaya tip

h. Aturan main yang tidak terbuka dan tidak jelas

3.2.2 Penyebab Terjadinya Kesenjangan Kualitas Pelayanan3

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesenjangan terhadap kualitas pelayanan adalah:

1. Gap antara harapan pelanggan dan persepsi manajemen (knowledge gap)

Gap ini berarti bahwa pihak manajemen memersepsikan ekspektasi pelanggan terhadap kualitas jasa secara tidak akurat. Beberapa kemungkinan penyebabnya antara lain: informasi yang didapatkan dari riset pasar dan analisis permintaan kurang akurat; interpretasi yang kurang akurat atas informasi mengenai ekspektasi pelanggan; tidak adanya analisis permintaan; buruknya atau tiadanya aliran informasi ke atas (uward information) dari staf kontak pelanggan ke pihak manajemen dan terlalu banyak jenjang manajerial yang menghambat atau mengubah informasi yang disampaikan dari karyawan kontak pelanggan ke pihak manajemen. Sebagai contoh, pengelola jasa ketering mungkin saja mengira bahwa para pelanggannya lebih mengutamakan ketepatan waktu pengantaran dan kuantitas porsi masakan yang dihidangkan, padahal mereka justru lebih mementingkan variasi menu yang disajikan.

      

3


(51)

 

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan spesifikasi

kualitas jasa (standard gap)

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas jasa tidak konsisten dengan persesi manajemen terhadap ekspektasi kualitas. Penyebabnya antara lain: tidak adanya standar kinerja yang jelas kesalahan perencanaan atau prosedur perencanaan yang tidak memadai manajemen perencanaan yang buruk; kurangnya penetapan tujuan yang jelas dalam organisasi; kurangnya dukungan dan komitmen manajemen puncak terhadap perencanaan kualitas jasa; kekurangan sumber daya; dan situasi permintaan berlebihan. Contohnya, manajemen sebuah bank meminta para stafnya agar melayani nasabah dengan cepat tanpa merinci standar waktu pelayanan yang bisa dikatagorikan cepat.

3. Gap antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaian jasa (delivery gap)

Gap ini berarti bahwa spesifikasi kualitas tidak terpenuhi oleh kinerja dalam proses produksi dann penyamaian jasa. Sejumlah penyebabnya antara lain: spesifikasi kualitas terlalu rumit atau terlalu kaku; para karyawan tidak menyepakati spesifikasi tersebut dan karenanya tidak memenuhinya; spesifikasi tidak sejalan dengan budaya yang ada; manajemen operasi jasa yang buruk; kurang memadainya aktivitas internal marketing; serta teknologi dan sistem yang ada tidak memfasilitasi kinerja sesuai dengan spesifikasi. Kurang terlatihnya karyawan, beban kerja terlampau berlebihan, dan standar kinerja tidak dapat dipenuhi karyawan (terlalu tinggi atau tidak realistis) juga bisa menyebabkan terjadinya gap ini. Selain itu, mungkin pula karyawan dihadapkan pada standar-standar yang kadangkala saling bertantangan satu


(52)

 

sama lain. Sebagai contoh, para perawat sebuah rumah sakit diwajibkan meluangkan waktunya untuk mendengarkan keluhan/masalah pasien, tetapi disaat bersamaan mereka juga diharuskan melayani setiap pasien dengan cepat.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal (communications

gap)

Gap ini berarti bahwa janji-janji yang disampaikan melalui aktivitas komunikasi pemasaran tidak konsisten dengan jasa yang disampaikan kepada para pelanggan. Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya: perencanaan komunikasi pemasaran tidek terintegrasi dengan operasi jasa; kurangnya koordinasi antara aktivitas pemasaran eksternal dan operasi jasa; organisasi gagal memenuhi spesifikasi yang ditetapkannya, sementara kampanye komunikasi pemasaran sesuai dengan spesifikasi tersebut; dan kecenderungan untuk melakukan “over-promise, under-deliver”. Iklan dan slogan/janji perusahaan sering mempengaruhi eksektasi pelanggan. Jika penyedia jasa memberikan janji berlebihan, maka risikonya adalah harapan pelanggan bisa membumbung tinggi dan sulit dipenuhi. Contohnya, wisatawan akan sangat kecewa apabila mereka mendapati bahwa objek wisata yang dikunjungi ternyata tidak sebagus yang digambatkan di brosur atau website yang mereka lihat.

5. Gap antara jasa yang dipersepsikan dan jasa yang diharapkan (service gap)

Gap ini berarti bahwa jasa yang dipersepsikan tidak konsisten dengan jasa yang diharapkan. Gap ini bisa menimbulkan sejumlah konsekuensi negatif,


(53)

 

seperti kualitas buruk (negatively confirmed quality) dan maslah kualitas. Gap ini terjadi apabila pelanggan mengukur kinerja/prestasi perusahaan berdasarkan kriteria yang berbeda, atau bisa juga mereka keliru menginterprestasikan kualitas jasa bersangkutan. Sebagai contoh, seorang dokter mungkin ingin selalu mengunjungi pasiennya demi menunjukkan perhatiannya, namun itu bisa dipersepsikan keliru oleh sang pasien dan diinterpretasikan sebagai indikasi bahwa ada masalah serius berkenaan dengan penyakit yang dideritanya.

Adapun kelima gap diatas dapat dilihat pada Gambar 3.1.


(54)

 

3.2.3 Peranan Pelanggan dan Karyawan Dalam Sistem Jasa4

Dalam berbagai jenis jasa, partisipasi pelanggan dalam proses jasa sangat diperlukan. Partisipasi pelanggan mengacu pada tingat usaha dan eterlibatan pelanggan, baik mental maupun fisik, yang dibutuhkan dalam rangka memproduksi dan menyampaikan suatu jasa. Dalam hal ini, penyedia jasa tergantung pada informasi pelanggan menyangkut kriteria atau keperluan spesifik akan jasa yang disampaikan atau dipergunakan, dan seterusnya. Selain itu, beberapa proses jasa menuntut partisipasi pelanggan selama semua atau sebagian operasi jasa. Sebagai co-producer (Edvarsson, et al. , 1994) atau partial empoyee (Schneider & Bowen, 1983), pelanggan bisa memainkan peran aktif dalam operasi jasa. Partisipasi bisa juga terbatas pada bentuk keterlibatan yang lebih pasif, misalnya dalam bentuk: (1) kebutuhan akan kehadiran fisik, misalnya operasi ginjal atau tambal gigi; (2) kebutuhan akan kehadiran pelanggan secara mental, misalnya jasa pendidikan; dan (3) kebutuhan untuk memulai dan mengakhiri proses jasa, misalnya reparasi mobil (Hoffman & Bateson, 1997). Menurut McColl-Kennedy, 2003, tingkat partisipasi pelanggan dalam produksi penyampaian jasa bisa dikelompokkan menjadi tiga macam:

1. Sekedar menyediakan informasi kepada penyedia jasa. Contohnya pasien

memaparkan secara rinci gejala-gejala penyakit yang dideritanya sehingga dokter bisa membuat diagnosis secara akurat.

2. Produksi bersama (joint production) dengan bantuan dari pekerja jasa. Situasi

ini berlangsung manakala karyawan jasa dan pelanggan sama-sama       

4


(55)

 

berpartisipasi dalam produksi jasa. Contohnya dapat dijumpai dalam perkuliahan interaktif (seperti kelas seminar) yang menuntut semua mahasiswa untuk berpartisipasi aktif dalam diskusi kelas dan bukan sekedar menjadi pendengar setia.

3. Pelanggan merupakan produsen tunggal (swalayan) yang mengerjakan semua

aspek service encounter spesifik. Contohnya, ATM, Internet banking, online ticketing, dan pompa bensin swalayan.

Ditinjau dari sudut pandang penyedia jasa, peningkatan partisipasi pelanggan berpotensi meningkatkan efisiensi, karena pelanggan mengambil ahli sebagian atau semua tugas yang seharusnya dikerjakan oleh karyawan perusahaan. Tingkat partisipasi pelanggan juga berkaitan positif dengan persepsi pelanggan terhadap kualitas jasa dan kepuasan pelanggan. Dengan terlibat langsung dalam proses penciptaan jasa, pelanggan menerima sebagian tanggung jawab atas kualitas hasil jasa yang tercipta.

Ketergantungan penyedia jasa pada partisipasi pelanggan bisa menimbulkan kesulitan dan pengelolaan proses jasa secara efisien dan efektif, karena kontribusi pelanggan hanya bisa dipengaruhi penyedia jasa sampai pada tingkat spesifik tertentu (Flie & Kleinaltenkamp, 2004). Peninggkatan partisipasi pelanggan berpotensi meningkatkan tuntutan atau beban pada manajemen proses jasa. Kontribusi pelanggan yang tertunda (delayed), hilang (missing) atau unqualified mempengaruhi biaya, waktu, dan tugas yang dikerjakan para karyawan penyedia jasa (Zeithaml & Bitner, 2003).


(56)

 

Sementara itu, peran stategik karyawan jasa dalam sistem jasa juga tidak boleh diabaikan. Riset Schneider, et al. (1998, 2002) menemukan bahwa iklim atau suasana jasa (service climate) tempat kerja karyawan jasa mempengaruhi kepuasan pelanggan secara signifikan. Dengan kata lain, iklim jasa yang positif berkaitan erat dengan tingkat kepuasan pelanggan yang lebih tinggi, terutama apabila tingkat intangibilitas penawaran tinggi; jika tingkat kendala waktu (penyampaian jasa harus dirampungkan dengan cepat) dan kebutuhan bekerja sama dengan orang lain tinggi; serta manakala semua karyawan menyepakati bahwa kualitas jasa merupakan prioritas strategik organisasi (Gittell, 2002). Scheider (2004) mengungkapkan bahwa kesimpulan ini konsisten pada sejumlah industri jasa, seperti bank, perusahaan asuransi, pasar swalayan, perusahaan pendanaan mobil, perusahaan ritel, hotel, dan restoran.

Iklim jasa yang kuat terbentuk manakala para karyawan menyepakati bahwa kualitas jasa benar-benar difokuskan dalam organisasinya dan itu tercermin dalam prilaku manajemen. Karakteristik organisasi yang memiliki iklim jasa kuat meliputi: fokus kepemimpinan pada sasaran dan perencanaan jasa/layanan; recognition dan rewards bagi service excellence; setiap service deliverers

mendapatkan dukungan internal dari pihak lain yang terkait; tersedia alat dan

peralatan yang memadai untuk menunjang penciptaan kualitas ajas; rekan kerja kompeten; dan bentuk keyakinan bahwa jasa yang disampaikan berkualitas tinggi (Lytle, Hom & Mokwa (1998)).

Implikasinya, penyedia jasa harus mengelola semua karyawan secara


(57)

 

anggota organisasi yang berinteraksi langsung dengan pelanggan di organization boundary. Sedangkan organization boundary adalah zone dimana pelanggan eksternal dan lingkungan bertemu atau berhubungan langsung dengan operasi internal organisasi. Dalam industri-industri seperti perbankan, restoran, hotel, dan

jasa ritel, boundary sanners terdiri atas tellers atau staf call centers, waiters,

bellboys, dan asisten penjualan (penunggu toko). Peran-peran semacam ini biasanya adalah posisi yang paling rendah tingkat keterampilan dan gajinya dalam organisasi. Dalam industri lainnya, boundry spanners organisasi adalah staf profesional bergaji tinggi dan berkualifikasi pendidikan tinggi, contohnya akuntan, dokter, pengacara, konsultan, dan dosen.

Kesesuaian antara kepribadian dan pekerjaan juga merupakan faktor krusial yang mendukung keberhasilan pelaksanaan tugas boundry spanners. Banyak

posisi boundry spanners yang menuntut karyawan untuk bersikap luwes,

komunikatif, ramah, murah senyum, tidak gampang tersinggung, dan seterusnya. Dalam program rekrutmen dan seleksi karyawan, perusahaan harus secara cermat menyaring, menyeleksi dan mempekerjakan staf yang bukan saja memiliki kecerdasan emosional dan kepribadian yang sesuai dengan deskripsi pekerjaan. Dibarengi dengan program pelatihan kompetensi kerja, pelatihan manajemen stres dan rotasi pekerjaan, hal ini berpotensi meningkatkan kualitas jasa organisasi di mata pelanggan.

Dalam model Service-Provit Chain, Heskett, et al. (1997) mengemukakan keterkaitan erat antara kepuasan karyawan dan kepuasan pelanggan (Lihat Gambar). Kepuasan karyawan didapatkan dari desain pekerjaan dan tempat kerja


(58)

 

yang memfasilitasi kualitas jasa internal. Rekrutmen, pelatihan dan kompensasi karyawan juga merupakan kontributor utama bagi terciptanya kualitas jasa internal.

Karyawan yang puas berpeluang untuk loyal pada perusahaan dan meningkatkan produktivitas keseluruhan perusahaan dan penurunan biaya rekrutmen dan pelatihan. Selain itu, peningkatan produktivitas yang dibarengi dengan ketulusan dalam hal membantu pelanggan akan menghasilkan nilai jasa eksternal (external service value). Sikap dan keyakinan karyawan tentang organisasi kerapkali tercermin dalam perilaku mereka. Karena pelanggan terlibat dalam proses produksi sebagian jasa, perilaku karyawan akan tampak jelas bagi para pelanggan dan pada gilirannya akan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan berhubungan langsung dengan loyalitas pelanggan, yang tercermin pada pembelian ulang dan komunikasi positif kepada pelanngan lain. Dampak selanjutnya dari retensi pelanggan adalah peningkatan pendapatan dan profitabilitas perusahaan.

Pada saat bersamaan, karyawan juga mendapatkan manfaat langsung dari usaha-usaha yang dilakukannya. Hasil-hasil yang berkaitan dengan kepuasan karyawan (seperti nilai jasa eksternal, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, pertumbuhan pendapatan, peningkatan produktifitas) memperkuat komitmen perusahaan untuk secara berkesinambungan memperbaiki kualitas jasa internal. Sebagai penerima hasil perbaikan kualitas internal dan respons positif pelanggan, karyawan secara langsung merasakan hasil dari upaya-upaya yang mereka lakukan. Dengan demikian, kepuasan karyawan akan diperkokoh dan integritas


(59)

 

service-profit chain dipertahankan. Kesimpulan dari ini semua adalah bahwa perusahaan harus memuaskan para karyawannya dalam rangka mewujudkan kepuasan pelanggan. Secara ringkas (Dowling, 2004) menggambarkan betapa pentingnya peran karyawan dalam setiap organisasi, apalagi penyedia jasa.

Kualitas Jasa Internal Retensi Karyawan Kepuasan Karyawan Produktivitas Karyawan Nilai Jasa Eksternal Kepuasan Pelanggan Loyalitas Pelanggan Pertumbuhan Pendapatan Profitabilitas

 Desain tempat kerja

 Desain Pekerjaan

 Seleksi dan pengembangan karyawan

 Sistem imbalan karyawan

 Alat-alat untuk melayanan pelanggan

 Konsep jasa: hasil bagi pelanggan

 Jasa dirancang dan disampaikan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan sasaran  Retensi

 Bisnis Ulangan

 Referral

Gambar 3.2 Service Profit Chain

3.3 Kualitas Layanan Internal (Internal Service Quality) 3.3.1 Pengertian Kualitas Layanan Internal5

Cheng (2001) mengungkapkan bahwa dalam dunia hospitality yang terpenting adalah bagaimana karyawan diperlakukan dalam perusahaannya. Tidak hanya diukur dari gaji yang diberikan namun juga dari lingkungan dan kondisi tempat bekerja. Menurut Reynoso & Moores (1995) Kualitas Layanan Internal

(Internal Service Quality): Employees must receive good service from others

within the organization in order to deliver good service to external costumers.

      

5

Miguel, et. al. 2006. Assessing Internal Service By Measuring Quality Dimensions In A Manufacturing Company. Amerika, The International Conference on Production Research


(60)

 

Heskett et al (1994) mengartikan kualitas layanan internal sebagai kualitas dari lingkungan kerja yang memberikan kontribusi terhadap kepuasan karyawan. Menurut Heskett et al (1994), kunci penting dari perusahaan-perusahaan yang sukses yaitu kesetiaan konsumen dan kepuasan karyawan. Dengan meningkatnya kesetiaan konsumen dan kepuasan karyawan maka akan menghasilkan profit. Heskett mengemukakan 5 kunci penting yaitu :

a. Profit dan perkembangan perusahaan tergantung dari kesetiaan konsumen.

b. Kesetiaan adalah hasil langsung dari kepuasan konsumen.

c. Kepuasan konsumen sebagian besar dipengaruhi oleh nilai dari jasa-jasa yang

diberikan ke konsumen.

d. Nilai dari jasa-jasa tersebut dihasilkan dari kepuasan, kesetiaan dan

produktivitas karyawan.

e. Kepuasan, kesetiaan dan produktivitas karyawan adalah hasil dari layanan

internal dari perusahaan

3.3.2 Kualitas Layanan Internal Kesehatan (Internal Healthcare Service Quality)6

Berdasarkan penelitian terhadap dua studi kasus yang dilakukan oleh

Charles Hollis pada tahun 2006 disimpulkan terdapat 12 dimensi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan yaitu:

      

6


(61)

 

1. Tangibles

Dimensi ini mencakup penampilan fisik fasilitas, peralatan dan personil, kebijakan, proses, serta kebersihan. Lingkungan fisik merupakan faktor penting dalam penyampaian jasa. Dimensi ini bukan merupakan faktor langsung. Namun akan menjadi sua tu masalah ketika lingkungan fisik tidak mencapai standar. Dimensi ini sangat mudah dievaluasi karena berwujud nyata. Peralatan up-to-date, fasilitas yang memadai dipandang sebagai faktor positif dalam meningkatkan kemampuan dalam memberikan layanan. Di sisi lain, Aspek manusia dalam lingkungan kerja hal yang penting. Ini diperluas ke hubungan kerja dalam lingkungan terssebut dan cara staf berinteraksi. Jika lingkungan tidak menghalangi pelayanan, maka lingkungan fisik bukan merupakan faktor evaluasi kualitas pelayanan. Sebaliknya kualitas lingkungan kerja dapat dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi pelayanan tersebut.

Aspek lain dari dimensi ini adalah ekspresi dari segi kebijakan dan proses. Kebijakan memberikan kerangka kerja di mana pekerjaan dilakukan dapat mengganggu layanan yang diberikan. Proses didefinisikan dalam hal prosedur medis, rangkaian perawatan, transfer informasi dan pengolahan dan dianggap dimensi penting dalam penyediaan kualitas layanan. Proses terlihat berdampak pada kualitas layanan sebagai mana staf diberi fasilitas, atau dipengaruhi oleh prosedur dalam pelayanan dan kemampuan pekerja untuk melaksanakan tugas mereka. Hal ini terbukti ketika melihat bagaimana satu area mungkin berdampak pada pekerjaan orang lain pada area yang lain.


(62)

 

2. Responsiveness

Didefinisikan sebagai kecepatan dan ketepatan waktu penyampaian pelayanan, kemauan untuk membantu, komitmen dan etika kerja. Ketepatan waktu dipandang sebagai dimensi utama dalam pelayanan. Untuk staf klinis, ini mungkin merupakan fungsi dari kebutuhan dalam penyampaian perawatan.. Kegagalan untuk melakukan sesuatu dalam waktu yang wajar dirasakan gangguan pada kemampuan staf untuk melaksanakan tugas. Ketepatan waktu juga dapat diukur secara mudah dan obyektif karena itu merupakan bagian dari langkah-langkah pengelolaan efektivitas. Instrumen untuk mengukur waktu juga tersedia dan mudah ditafsirkan oleh bahkan oleh yang tidak terampil.

Tanggapan lambat dipandang sebagai sebuah hambatan serius bagi personal perusahaan jasa untuk mampu melaksanakan tugas mereka secara tepat. Ada rasa kurangnya kontrol atas pekerjaan ketika orang lain bekerja tidak sesuai dengan jangka waktu diharapkan dalam perusahaan jasa. Di sisi lain staf medis merasakan urgensi dalam hal yang harus dilakukan tepat waktu karena berdampak pada kemampuan mereka untuk memberikan perawatan. Staf medis harus menunggu hasil tes medis dan sebagai ukuran kualitas yang diberikan oleh laboratorium adalah ketepatan waktu dan keakuratan hasil tes. Staf medis juga mengharapkan catatan akan tersedia sesuai kebutuhan dengan entri yang lengkap. Ironi ini dari perspektif perusahaan jasa adalah bahwa staf medis dan perawat sebagian besar harus disalahkan atas keterlambatan dalam catatan yang tersedia karena mereka akan, menurut beberapa narasumber. Hal


(63)

 

diatas menunjukkan tingkat frustrasi yang jelas dengan aspek hubungan antara layanan perusahaan dan daerah klinis.

3. Courtesy

Courtesy mewakili kesopanan, rasa hormat, pertimbangan, interpersonal dan

keramahan dalam penyampaian layanan. Courtesy dipandang sebagai elemen

penting dalam efektivitas kerja dan interaksi pada saat penyampaian layanan. Satu sikap dan profesionalisme yang dinilai dari segi dimensi kesopanan. Ukuran lain sering dikutip adalah menghormati pekerja lain dalam tim dan dalam interaksi dengan disiplin lain, tidak merasa superior dalam beberapa disiplin ilmu dari orang lain yang tercermin dalam sikap terhadap orang lain dan interaksi umum. Kesediaan untuk melakukan apa pun untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan dan etika kerja seseorang adalah bagian yang termasuk dalam respon. Dokter, terutama ahli bedah, menyatakan bahwa anggota tim mereka tidak hanya sebagai pengamat. Ini terkait dengan gagasan komitmen untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan, dan tidak membiarkan masalah pribadi ikut dalam pekerjaan. Secara keseluruhan, etika kerja dipandang sebagai ukuran satu kontribusi yang diberikan kepada tim dan perawatan pasien. Pekerjaan akan lebih baik bila setiap staf memiliki hubungan yang baik dengan rekan kerja dan kerja sama tim dan fungsi ini adalah kemampuan interpersonal yang membantu membangun kerja tim. Keterampilan interpersonal juga terlihat sebagai unsur dari proses komunikasi dan mempengaruhi transfer informasi. Tim klinis sering bertemu untuk mendiskusikan kebutuhan intervensi pasien dan karena sifat interdisipliner


(64)

 

tim ini, keterampilan interpersonal dan hubungan kerja dalam tim ini dianggap penting.

4. Reliability

Reliability adalah kemampuan untuk memberikan layanan yang dijanjikan secara handal dan akurat dan termasuk konsistensi kinerja.Dalam lingkungan seperti rumah sakit salah satunya mengharapkan tingkat pelatihan yang menghasilkan kinerja yang dapat diandalkan dari layanan yang diharapkan. Staf memiliki gagasan tegas seperti apa tingkat yang tepat dari kinerja dalam disiplin mereka sendiri tetapi tidak mengomentari keakuratan pekerjaan yang dilakukan oleh orang lain. Kinerja biasanya dinyatakan hanya dalam hal dampak terhadap pasien dan diri mereka sendiri. Hal ini mungkin disebabkan sebagian sifat profesional dari area yang berbeda dalam rumah sakit di mana seseorang tidak berpretensi menjadi ahli dalam bidang lain. Seseorang juga tidak dapat mengomentari kinerja seorang profesional dalam disiplin lain seperti yang diasumsikan bahwa mereka kompeten di bidangnya. Namun, konsistensi kinerja dan akurasi merupakan faktor yang signifikan untuk setiap strata dalam mengevaluasi kinerja dari pekerja lain dalam hal kualitas layanan yang diberikan dan hasil yang diterima pasien.

5. Communication

Dimensi ini didefinisikan sebagai kemampuan penyedia layanan untuk berkomunikasi sehingga staf lain dan pasien akan memahami mereka. Ini termasuk kejelasan, kelengkapan dan keakuratan instruksi dari kedua informasi verbal dan tertulis untuk dikomunikasikan.


(65)

 

Komunikasi yang efektif dipandang sebagai dimensi kualitas yang penting. Komunikasi berlangsung pada tingkat formal dan informal dalam lingkungan rumah sakit, terutama ketepatan waktu dan keakuratan informasi yang berkaitan dengan perawatan pasien. Komunikasi dibahas tidak hanya dalam arti lisan tradisional, tetapi juga dalam hal komunikasi tertulis melalui pencatatan, catatan kasus dan pelaporan hasil tes medis. Kurangnya kelengkapan atau penyelesaian catatan telalu dini dapat berakibat pada kesalahan pelayanan.

Komunikasi ini terjadi antara perawat dan pasien, staf pendukung dan pasien, keluarga dan pasien, anggota tim yang ditugaskan untuk pasien dan sejumlah permutasi lainnya. Komunikasi merupakan faktor penting dalam interaksi pribadi di antara kelompok-kelompok jaringan melibatkan transfer informasi yang diperlukan untuk perkembangan pengobatan pasien atau efektivitas pelaksanaan tugas, berbagi informasi secara akurat dan tepat waktu, Komunikasi antara penyedia layanan dan pasien atau keluarga pada kisaran sisi lain dari keyakinan, konseling, dan informasi yang berkaitan dengan prosedur dan perawatan atau program rehabilitasi, untuk bersosialisasi dan sering membutuhkan keterampilan interpersonal untuk meningkatkan proses komunikasi yang mungkin tidak jelas dalam lingkungan yang lebih teknis perawatan klinis.

6. Competence

Kompetensi berarti keterampilan, keahlian, dan pendidikan untuk melakukan layanan.Ini termasuk melakukan prosedur yang benar, penyerahan baik


(66)

 

pengobatan atau pelayanan, dan kemampuan umum untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Siapa pun yang dipekerjakan di rumah sakit akan memiliki tingkat kompetensi minimum sebelum dipekerjakan oleh rumah sakit atau departemen kesehatan. Hal ini diasumsikan dengan kualifikasi profesional yang diwajibkan para personel sesuai kebutuhan. Kompetensi, keterampilan profesional dan kinerja berhubungan dengan staf klinis dan hasil pasien. Hasil pasien adalah fungsi dari bagaimana semua datang bersama-sama. Perusahaan jasa menempatkan atribut-atribut ini dalam bentuk akurasi. Untuk staf perusahaan jasa, akurasi memberikan hasil yang positif bagi mereka. Akurasi mengurangi dampak pada mereka, dimana mereka tidak perlu memperbaiki kelalaian dan kesalahan orang lain. Akurasi memungkinkan mereka untuk tampil di tingkat yang sesuai.

Menjaga kemampuan seseorang up to date dipandang sebagai aspek penting dari kompetensi. Penyediaan waktu dan insentif untuk mengejar pengembangan profesional oleh rumah sakit dipandang sebagai 'manfaat' penting untuk staf. Staf yang tampaknya tidak ingin maju di area ini dianggap membiarkan diri mereka sendiri dan tim turun. Aspek lain dari kompetensi adalah pemahaman bahwa mengingat sifat keterlibatan pasien dengan rumah sakit yang terlepas dari profesionalisme dan kompetensi tidak selalu berjalan sesuai rencana. Kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan memulihkan situasi yang mungkin belum efektif dalam memenuhi kebutuhan pasien dipandang penting.


(67)

 

7. Understanding

Dimensi ini mencakup memahami kebutuhan pasien dan keluarga pasien, dan kebutuhan staf lain dalam penyampaian layanan. Hal ini sering dinyatakan dalam memenuhi kebutuhan medis serta kebutuhan sosial, mental, dan emosional terkait dengan pemahaman apresiasi kebutuhan anggota keluarga mengingat bahwa orang yang dicintai sangat membutuhkan perawatan medis. Dalam hal memahami kebutuhan staf lain, ada pemahaman yang terbatas tentang pekerja lain sebagai pelanggan. Namun, konsep pelanggan internal jelas dalam konteks interaksi antar-pribadi serta dukungan profesional dan pelayanan, khususnya dalam mendukung perawatan pasien. Memahami dampak dari tindakan pada orang lain dipandang penting dalammemenuhi kebutuhan jaringan layanan internal. Aspek ini dibahas lebih lanjut dalam dimensi Ekuitas.

8. Outcomes

Outcomes didefinisikan sebagai hasil dari proses pelayanan, dan kepuasan dari hasil penyampaian layanan. Staf umumnya berfokus pada pasien. Mereka melihat diri mereka berada pada posisi pasien dan semua yang mereka lakukan pada dasarnya dalam menanggapi kebutuhan pasien. Oleh karena itu, kinerja diukur dari segi hasil pasien. Jika sesuatu yang tidak berdampak buruk pada pasien, maka akan dianggap sebagai suatu hasil yang tidak memuaskan. Hasil muncul sebagai salah satu ukuran yang trans-disiplin dan dimensi di mana orang dipersiapkan untuk mengevaluasi orang lain, dan khususnya disiplin ilmu lainnya. Jika pasien merasa sakit, atau kualitas hidup telah


(68)

 

berkurang sebagai hasil dari beberapa intervensi, maka orang akan mempertanyakan kinerja penyedia layanan.

Disisi lain hasil terhadap proses pelayanan berdampak pada kepuasan staf. Staf tentunya akan memperoleh nilai positif dari rangkaian proses pelayanan yang telah dilakukan secara maksimal. Hal ini dapat menjadi suatu penghargaan dan nilai lebih dari apa yang mereka peroleh selama bekerja. 9. Caring

Caring adalah perhatian, pertimbangan, simpati dan rasa hormat. Ini termasuk sejauh mana seorang merasa nyaman secara emosional dalam penyampaian pelayanan. Staf diharuskan peduli terhadap lingkunangan dan kinerja. Kepedulian itu dinyatakan dalam cara di mana seorang berbicara, menghormati orang lain selama intervensi fisik, perawatan fisik pasien, dan cara di mana perawat dan staf berinteraksi dengan anggota keluarga. Caring adalah refleksi dari perilaku dan interaksi pribadi perawat dan staf pendukung. Namun, ada berbagai tingkat sasaran kepedulian yang berbeda untuk perawatan. Untuk disiplin terkait klinis peduli didominasi diarahkan ke pasien atau dengan ekstensi untuk keluarga pasien. Kepedulian dalam kontek perusahaan jasa lebih erat kaitannya dengan perawatan yang terhadap melakukan pekerjaan seseorang dan bagaimana pekerja lain peduli tentang mereka dalam kinerja pekerjaan mereka. Pandangan perusahaan jasa adalah pandangan yang lebih tradisional terhadap hubungan layanan antara penyedia layanan dan penerima, sedangkan, staf klinis memiliki pasien sebagai pihak ketiga dalam rantai nilai layanan internal.


(69)

 

10. Kolaborasi

Kolaborasi meliputi kerja sama tim, sinergi tim dan departemen dalam jaringan layanan internal, internal dan eksternal untuk disiplin, dan rumah sakit itu sendiri. Atribut kolaborasi menunjukkan pentingnya kerja sama dalam rantai nilai layanan internal. Semua strata dianggap sebagai kolaborasi yang signifikan dalam pelaksanaan tugas mereka dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pasien. Sementara tim khusus adalah operasi dan kolaborasi dalam tim adalah penting untuk perawatan pasien, ada kebutuhan yang dirasakan untuk kolaborasi antara disiplin dan unit rumah sakit. Kolaborasi membutuhkan sejumlah bentuk termasuk unit kerja menuju keberhasilan keseluruhan rumah sakit dalam anggaran dan alokasi sumber daya yang tersedia, fleksibilitas dalam pola kerja dan interaksi untuk memungkinkan situasi aliran yang berkaitan dengan perawatan pasien, dan kerjasama dalam memenuhi kegiatan yang dibatasi waktu.

11. Access

Akses melibatkan kedekatan dan kemudahan dalam kontak. Dimensi ini ditunjukkan dalam interaksi antara anggota tim dari berbagai disiplin ilmu dan interaksi antara daerah yang berbeda. Di satu sisi, ada ketersediaan implisit dan eksplisit dari staf melalui proses yang diperlukan untuk merawat pasien dan throughput rumah sakit. Namun, keterbatasan sumber daya berdampak pada dimensi ini dan dapat menyebabkan penundaan pada pasien yang sedang ditangani. Hal ini sering berarti bahwa personil tidak dapat


(70)

 

berkomunikasi dengan orang lain dan harus menunggu respon. Kurangnya akses mengarah ke berbagai tingkat frustrasi.

Interaksi interpersonal dipengaruhi oleh kepribadian dan faktor pribadi yang berdampak pada kedekatan anggota staf oleh orang lain. Di permukaan, tampak bahwa orang menyatakan bahwa dalam lingkungan profesional mereka tidak terlalu peduli dengan masalah ini. Hal ini mungkin karena memahami kebutuhan profesional anggota tim dan disiplin lain serta proses perencanaan pada tempatnya yang menyediakan struktur untuk jalur klinis dan pengobatan umum pasien. Profesionalisme akan menentukan bahwa proses akan ditindaklanjuti tanpa memandang perasaan pribadi.

12.Equity

Ini berarti rasa ekuitas atau keadilan dalam hubungan kerja, dampak tindakan orang lain terhadap rekan kerja, dan tidak ada agenda tersembunyi.

Konteks ekuitas dalam rantai layanan internal tampaknya berada dalam kaitannya dengan dampak yang dirasakan anggota lain dari rantai pada individu, yang mungkin lebih konsisten dengan penyelidikan perilaku organisasi dari ekuitas.

Dimensi equity merupakan hal yang sangat penting mencakup sisi emosional dalam hubungan kerja, sebagai contoh kerahasian dari berbagai agenda di rumah sakit dapat menimbulkan kecurigaan diantara karyawan lainnya.

Dalam berbicara tentang agenda, staf disebut internal intrik dari berbagai disiplin ilmu dan bagian dari rumah sakit dan dampak tersebut terhadap daerah lain. Oleh karena itu, memiliki agenda dalam misi utama rumah sakit


(1)

 


(2)

 


(3)

 


(4)

 


(5)

 


(6)

 


Dokumen yang terkait

Pendekatan Blue Ocean Strategy Terhadap Strategi Pelayanan Rumah Sakit Dengan Integrasi Quality Function Deployment Dan Axiomatic Design (Studi Kasus: Unit Pelayanan Rawat Inap R.S. Efarina Etaham Berastagi)

14 121 277

Integrasi Metode Servqual, Qfd, dan Topsis untuk Peningkatan Kualitas Pelayanan

0 2 5

Analisis Kualitas Layanan Menggunakan Metode Service Quality dan Importance-Performance Analysis (Studi Kasus di BIMBEL A+).

0 0 17

Analisis Kepuasan Jemaat terhadap Kualitas Layanan Gereja X dengan menggunakan metode Service Quality.

0 0 13

Quality of Service dengan Metode Diffentiated Service untuk Layanan Video Streaming Jaringan UMTS.

0 1 8

PENINGKATAN KUALITAS LAYANAN E-COMMERCE ESGOTADO DI INDONESIA DENGAN MENGGUNAKAN METODE QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT IMPROVEMENT THE QUALITY OF E-COMMERCE SERVICE ESGOTADO IN INDONESIA BY USING QUALITY FUNCTION DEPLOYMENT METHOD

0 0 8

Penilaian Dimensi Internal Service Quality dengan Menggunakan Metode TOPSIS untuk Peningkatan Kualitas Layanan di R.S. Efarina Etaham Berastagi

0 1 59

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Penilaian Dimensi Internal Service Quality dengan Menggunakan Metode TOPSIS untuk Peningkatan Kualitas Layanan di R.S. Efarina Etaham Berastagi

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN - Penilaian Dimensi Internal Service Quality dengan Menggunakan Metode TOPSIS untuk Peningkatan Kualitas Layanan di R.S. Efarina Etaham Berastagi

0 0 10

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Pendekatan Blue Ocean Strategy Terhadap Strategi Pelayanan Rumah Sakit Dengan Integrasi Quality Function Deployment Dan Axiomatic Design (Studi Kasus: Unit Pelayanan Rawat Inap R.S. Efarina Etaham Berastagi)

0 0 13