umum, maka harus diperhatikan pula unsur khusus yang terdapat dalam pembunuhan tersebut. Sehingga penjatuhan hukuman terhadap pelaku
pembunuhan tidak terjadi secara sewenang-wenang.
F. Unsur-Unsur Khusus Tindak Pidana Pembunuhan Berdasarkan
Hukum Pidana Islam
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa unsur-unsur umum yang telah terpenuhi dalam suatu tindak pidana, tidak terlepas dari unsur-unsur khusus yang
dimiliki oleh suatu tindak pidana. Untuk menghukum pelaku kejahatan pembunuhan, maka harus diperhatikan unsur-unsur yang memenuhi perbuatan
tersebut, sehingga suatu perbuatan dapat disimpulkan, bahwa perbuatan tersebut adalah pembunuhan yang dilakukan dengan cara sengaja. Adapun unsur-unsur
yang terdapat dalam pembunuhan sengaja antara lain:
96
a. Yang dibunuh adalah manusia yang diharamkan oleh Allah swt. darahnya ma’sum ad-dam atau terpelihara darahnya;
b. Perbuatan kejahatan itu membawa kepada kematian seseorang; c. Bertujuan untuk menghilangkan nyawa seseorang.
Rukun diatas adalah unsur-unsur yang yang ditetapkan oleh ulama fikih, yang menerangkkan bahwa suatu pembunuhan baru dapat dikatakan sebagai
pembunuhan senngaja apabila memenuhi tiga rukun tersebut. Untuk lebih jelas dan agar mudah dipahami mengenai unsur-unsur diatas, maka akan diuraikan
secara rinci mengenai unsur-unsur pembunuhan diatas sebagai berikut:
96
Abdul Aziz Dahlan, Op.Cit., hal 1380-1381.
Universitas Sumatera Utara
a. Yang dibunuh adalah manusia yang diharamkan oleh Allah swt, darahnya ma’sum ad-dam atau terpelihara darahnya
Salah satu unsur dari pembunuhan sengaja adalah korban harus berupa manusia yang hidup.
97
Manusia hidup yang dimaksud disini adalah manusia yang diharamkan oleh Allah swt, darahnya untuk ditumpahkan. Dengan demikian
apabila korban bukan manusia atau manusia tetapi ia sudah meninggal lebih dahulu maka pelaku dibebaskan dari hukuman qishash atau dari hukuman-
hukuman yang lain. Akan tetapi, apabila korban dibunuh dalam keadaan sekarat, maka pelaku dapat dikenakan hukuman, karena orang yang sedang sekarat
termasuk masih hidup. Kalau korban itu janin maka ia belum dianggap sebagai manusia yang hidup secara mandiri, sehingga kasus semacam ini dikelompokkan
kedalam jarimah tersendiri.
98
Disamping syarat hidup, korban harus orang yang memperoleh jaminan keselamatan dari Islam negara, baik jaminan tersebut diperoleh dengan cara
iman masuk Islam maupun dengan dengan jalan perjanjian keamanan, seperti kafir dzimmi
99
dan musta’man.
100
97
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., hal. 140.
98
Ibid.
99
Kafir dzimmi, yaitu kafir yang tidak memusuhi Islam, sebaliknya, mereka adalah kafir yang tunduk kepada aturan negara Khilafah sebagai warga negara, meskipun mereka tetap dalam
agama mereka, perlindungan terhadap kafir dzimmni ini sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa membunuh seorang kafir dzimmi, maka dia tidak akan mencium bau surga. Padahal
sesungguhnya bau surga itu tercium dari perjalanan empat puluh tahun.” HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
100
Kafir Musta’man adalah kafir yang mendapat jaminan keamanan dari kaum muslimin atau sebagian kaum muslimin. Kafir ini contohnya yaitu para pelancong yang datang dalam
keadaan damai ke negara Islam dalam rangka berwisata atau kafir yang datang untuk meminta perlindungan pada negara Islam, hal ini sebagaimana fieman Allah swr, “Dan jika seorang di
antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya.
Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” QS. At Taubah: 6.
Apabila korban bukan orang yang dijamin
Universitas Sumatera Utara
keselamatannya, seperti kafir harbi
101
yang tidak terikat perjanjian dengan negara Islam atau seorang muslim yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan
hukuman mati, pelaku tidak dikenakan hukuman qishash atau bahkan dibebaskan dari hukuman.
102
b. Perbuatan kejahatan itu membawa kepada kematian Jika perbuatan kajahatan yang dilakukannya itu tidak berakibat wafatnya
korban, atau kematiannya bukan karena perbuatannya tersebut, maka perbuatan itu tidak bisa dinamakan dengan pembunuhan sengaja. Jenis pembunuhan yang
membawa kematian tersebut bisa berbentuk pemukulan, pelukaan,
penyembelihan, dibenamkan di air, dibakar, digantung, diberi racun dan lain sebagainya.
103
Sedangkan alat yang digunakan adalah alat yang pada galibnya umumnya bisa mematikan. Akan tetapi menurut Imam Malik, setiap alat dan
cara apa saja yang mengakibatkan kematian, dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila perbuatannya dilakukan dengan sengaja.
104
101
kafir harbi adalah seluruh orang musyrik dan Ahli kitab yang boleh diperangi atau semua orang kafir yang menampakkan permusuhan dan menyerang kaum Muslimin. Syaikh
Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimîn rahimahullah menyatakan : Kafir harbi tidak memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dan pemeliharaan dari kaum Muslimin. Rasulullah saw
bersabda, Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi dengan benar kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, menegakkan
shalat dan menunaikan zakat. Apabila mereka telah melakukannya, berarti mereka telah menjaga jiwa dan harta mereka dariku Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam kecuali dengan alasan-
red hak Islam serta hisab mereka diserahkan kepada Allah HR Al-Bukhari.
102
Ibid.
103
Abdul Aziz Dahlan, Loc.Cit.
104
Ahmad Wardi Musich, Loc. Cit
Menurut mazhab Maliki suatu pembunuhan dikatakan sengaja apabila perbuatan itu dilakukan
Universitas Sumatera Utara
dengan rasa permusuhan dan mengakibatkan seseorang terbunuh, baik alatnya tajam, biasanya digunakan untuk membunuh atau tidak, melukai atau tidak.
105
c. Pelaku tersebut Menghendaki Terjadinya Kematian Pembunuhan dianggap sebagai pembunuhan sengaja apabila dalam diri
pelaku terdapat niat untuk membunuh korban, bukan hanya kesengajaan dalam perbuatannya saja. Niat untuk membunuh inilah yang membedakan antara
pembunuhan sengaja dengan pembunuhan menyerupai sengaja. Pendapat ini dikemukakan oleh jumhur ulama yang terdiri dari Imam Abu Hanifah, Imam
Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal. Akan tetapi menurut Imam Malik, niat membunuh itu tidak penting.
106
105
Abdul Aziz Dahlan, Op.Cit., hal. 1381.
106
Ahmad Wardi Muslich, Op.Cit., hal. 141.
Dalam pembunuhan sengaja yang penting adalah apakah perbuatannya itu sengaja atau tidak. Apabila pelaku sengaja melakukan
pemukulan misalnya, meskipun tidak ada maksud untuk membunuh korban maka perbuatannya itu sudah termasuk menyerupai sengaja. Oleh karena itu, menurut
beliau alat yang digunakan untuk membunuh tidak menjadi indikator untuk pembunuhan sengaja. Walaupun alat yang digunakan itu pisau, pistol, atau
ranting, statusnya sama kalau perbuatan sengaja dan mengakibatkan korbannya mati.
Universitas Sumatera Utara
G. Sanksi Tindak Pidana Pembunuhan Sengaja Berdasarkan Hukum