3. Hukuman Pelengkap
Hukuman tambahan dalam pembunuhan sengaja, menurut kesepakatan para ulama fikih adalah :
135
1 Terhalang hak warisnya; dan 2 Terhalang mendapatkan wasiat korban.
Penetapan hukuman terhadalngnya pidana mendapatkan bagian dari warisan dari terbunuh, jika pembunuh adalah salah seorang ahli waris terbunuh,
didasarkan kepada sabda Rasulullah saw. “Pembunuh tidak berhak mendpatkan harta warisan.” HR. Malik, Ahmad bin Hanbal, Ibnu Majah dari Umar bin
Khattab.
136
Adapun alasan terhalangnya pembunuh mendapatkan harta wasiat adalah sabda Rasulullah saw. “Pembunuh tidak berhak menerima wasiat.” HR.
Durruquti dan Baihaqi dari Ali bin Abi Thalib.
137
Akan tetapi, ulama fikih berbeda pendapat tentang jenis pembunan yang dikenai hukuman terhadalng dari harta wasiat ini, menurut jumhur ulama,
hukuman ini ditterapkan kepada terpidana yang melakukan pembunuhan dengan rasa permusuhan tanpa sebab alasan dan dilakukan oleh orang yang telah balig
dan berakal, baik pembunuhan itu karena sengaja maupun tersalah. Ulama mazhab Hanafi menambahk
138
135
Abdul Aziz Dahlan, Op.Cit., hal. 1385.
136
Ibid.
137
Ibid.
138
Ibid, hal. 1386.
an syarat lain, yaitu pembunuhan dilakukan secara langsung. Akan tetapi, ulama mazhab Maliki menyatakan bahwa hukuman
tambahan ini hanya dikenakan bagi pembunuhan sengaja dan pembunuhan semi sengaja.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERBANDINGAN TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BIASA DALAM
BENTUK POKOK DOODSLAG BERDASARKAN KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PIDANA KUHP DENGAN HUKUM PIDANA ISLAM A.
Ruang Lingkup Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Biasa dalam Bentuk Pokok
Doodslag 1.
Pelaku Pembunuhan Bedasarkan KUHP
Pelaku pembunuhan dalam tindak pidana pembunuhan biasa dalam bentuk pokok doodslag yang terdapat dalam pasal 338, sebenarnya sudah jelas dengan
memperhatikan rumusan tindak pidana yang di ancamkan kepada pelaku pembunuhan. Adanaya kata ”barang siapa” menunjukkan bahwa ancaman di
tujukan kepada siapapun, kepada setiap manusia. Unsur barang siapa adalah setiap orang yang menjadi subyek hukum yang kepadanya dapat dimintai pertanggung
jawaban menurut hukum atas perbuatan yang dilakukannya. Salah satu unsur terpenting dalam tindak pidana adalah harus ada pelaku
atau penyelenggara tindak pidana harus ada pelaku atau penyelenggara tindak pidana. apabila diperhatikan rumusan pasal 338 KUHP, maka akan disimpulkan
bahwa yang menjadi salah satu pelaku pembunuhan adalah manusia. Manusia sebagai subjek hukum pidana sebenarnya dapat dengan mudah segera diketahui
dengan memperhatikan rumusan tindak pidana dalam KUHP maupun lain-lain peraturan perundang-undangan di luar KUHP.
139
Walaupun manusia dijadikan sebagai salah satu subjek hukum, bukan berarti semua manusia dapat dijadikan sebagai subjek hukum. Hal tersebut
dikarenakan ada hal-hal khusus yang menjadikan sebagian manusia tidak dapat
139
Ibid, hal. 15.
Universitas Sumatera Utara