Tingkatan Afektif Ranah Afektif

21 diberi pengertian sebagai kemauan untuk memperhatikan suatu kegiatan atau suatu objek. Pada jenjang ini peserta didik dibina agar mereka bersedia menerima nilai atau nilai-nilai yang di ajarkan kepada mereka, dan mereka mau menggabungkan diri ke dalam nilai itu atau mengidentifikasikan diri dengan nilai itu. Contah hasil belajar afektif jenjang receiving, misalnya: peserta didik bahwa disiplin wajib di tegakkan, sifat malas dan tidak disiplin harus disingkirkan jauh-jauh. 20 b. Tingkat Tanggapan responding Responding menanggapi mengandung arti “adanya partisipasi aktif”. Jadi kemampuan menanggapi adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikutsertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya salah satu cara. Jenjang ini lebih tinggi daripada jenjang receiving. Tanggapan atau jawaban responding mempunyai beberapa pengertian, antara lain: 1 Tanggapan dilihat dari segi pendidikan diartikan sebagai perilaku baru dari sasaran didik siswa sebagai manifestasi dari pendapatnya yang timbul karena adanya perangsang saat ia belajar. 2 Tanggapan dilihat dari segi psikologi prilaku behavior psychology adalah segala perubahan perilaku organism yang terjadi atau yang timbul karena adanya perangsang dan perubahan tersebut dapat diamati. 3 Tanggapan dilihat dari segi adanya kemauan dan kemampuan untuk bereaksi terhadap suatu kejadian stimulus dengan cara berpartisipasi dalam berbagai bentuk Contoh hasil belajar ranah afektif responding adalah peserta didik tumbuh hasratnya untuk mempelajarinya lebih jauh atau menggali lebih dalam lagi, ajaran-ajaran Islam tentang perdagangan dan perekonomian pada masa Nabi. 20 http:massofa.wordpress.comfeed 22 c. Tingkat Menilai Valuing menilai atau menghargai. Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau obyek, sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan, dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing adalah merupakan tingkat afektif yang lebih tinggi lagi daripada receiving dan responding. Dalam kaitan dalam proses belajar mengajar, peserta didik disini tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Bila suatu ajaran yang telah mampu mereka nilai dan mampu untuk mengatakan “itu adalah baik”, maka ini berarti bahwa peserta didik telah menjalani proses penilaian. Nilai itu mulai dicamkan internalized dalam dirinya. Dengan demikian nilai tersebut telah stabil dalam peserta didik. Tanggapan menilai mempunyai beberapa pengertian, antara lain: 1 Pengakuan secara obyektif jujur bahwa siswa itu obyek, sistem atau benda tertentu mempunyai kadar manfaat. 2 Kemauan untuk menerima suatu obyek atau kenyataan setelah seseorang itu sadar bahwa obyek tersebut mempunyai nilai atau kekuatan, dengan cara menyatakan dalam bentuk sikap prilaku positif atau negatif. Contoh hasil belajar efektif jenjang valuing adalah tumbuhnya kemampuan yang kuat pada diri peseta didik untuk berlaku jujur dalam berdagang, baik di sekolah, di rumah maupun di tengah-tengah kehidupan masyarakat. d. Tingkat Organization Tanggapan organisasi mempunyai beberapa pengertian, antara lain: 1 Proses konseptualisasi nilai-nilai dan menyusun hubungan antar nilai- nilai tersebut, kemudian memilih nilai-nilai yang terbaik untuk diterapkan. 2 Kemungkinan untuk mengorganisasikan nilai-nilai, menentukan hubungan antara nilai dan menerima bahwa suatu nilai itu lebih 23 dominan dibandingkan nilai yang lain apabila kepadanya diberikan berbagai nilai. Contohnya: Seorang siswa memutuskan untuk hadir pada pertemuan kelompok, walaupun pada jam yang sama di televisi ada program film horor yang menarik. Padahal ia seorang penggemar film tersebut. e. Tingkat Karakterisasi Characterization Karakterisasi adalah sikap dan perbuatan yang secara konsisten dilakukan oleh seseorang selaras dengan nilai-nilai yang dapat diterimanya, sehingga sikap dan perbuatan itu seolah-olah telah menjadi ciri-ciri prilakunya. Organization mengatur atau mengorganisasikan, artinya mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Mengatur atau mengorganisasikan merupakan pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk didalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan perioritas nilai yang telah dimilikinya. Contoh nilai efektif jenjang organization adalah peserta didik mendukung penegakan disiplin nasional yang telah dicanangkan oleh Presiden Soeharto pada peringatan hari kemerdekaan nasional tahun 1995. 21 Contohnya: Sejak di sekolah lanjutan atas hingga tamat perguruan tinggi. Siti selalu belajar siang dan malam karena ia percaya bahwa hanya dengan belajar keras cita-citanya akan tercapai. Berdasarkan pada kelima tingkatan yang dirumuskan oleh Bloom dan Krath Wool tersebut di atas, maka Romis Jowski dalam bukunya Producing Intrustion Sistem 1984. Mengelompokan aspek afektif tersebut menjadi dua tipe prilaku yang berbeda. 1. Reflek yang terkondisi reflexsiv conditional . Yaitu reaksi kepada stimuli khusus tertentu yang dilakukan secara spontan tanpa direncanakan terlebih dahulu tujuan reaksinya. 21 http:hadirukiyah.blogspot.com200908pengukuran-ranah-kognitif-afektif-dan.html . 24 Contohnya: Seseorang yang tiba-tiba meloncat-loncat kegirangan setelah ia melihat pengumuman hasil tes di satu departemen pada surat kabar yang menyatakan ia lulus seleksi. 2. Sukarela foluntary Adalah aksi dan reaksi yang terencana untuk mengarahkan ke tujuan tertentu dengan cara membiasakan dengan latihan-latihan untuk mengontrol. Contohnya: Seorang pramuria, pada waktu sedang menerima tamu ia akan berprilaku begitu ramah dan menarik padahal ia adalah orang yang kaku dan judes. Namun demikian Peromis Jowski tidak merinci lebih lanjut aspek afektif bukanlah tipe-tipe prilaku yang berbeda tetapi merupakan perbedaan pentahapan dalam pengembangan prilaku. 22 Mengacu kepada karakter dan daya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang nilai teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini ada hubungannya dengan keteraturan pribadi, sosial dan emosi jiwa. Variable-variabel di atas juga telah memberikan kejelasan bagi proses pemahaman taksonomi afektif ini, berlangsungnya proses afektif adalah akibat perjalanan kognitif terlebih dahulu seperti pernah diungkapkan bahwa: “Semua sikap bersumber pada organisasi kognitif pada informasi dan pengatahuan yang kita miliki. Sikap selalu diarahkan pada objek, kelompok atau orang hubungan kita dengan mereka pasti di dasarkan pada informasi yanag kita peroleh tentang sifat- sifat mereka.” Bidang afektif dalam psikologi akan memberi peran tersendiri untuk dapat menyimpan menginternalisasikan sebuah nilai yang diperoleh lewat kognitif dan kemampuan organisasi afektif itu sendiri. Jadi eksistensi afektif dalam dunia 22 Martinis Yamin, Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi, Jakarta: Gaung Persada Press 2004, cet ke 2 h.32-37 25 psikologi pengajaran adalah sangat urgen untuk dijadikan pola pengajaran yang lebih baik tentunya. 23 Kelima jenis perilaku tersebut tampak mengandung tumpang tindih dan juga berisi kemampuan kognitif. Kelima jenis perilaku tersebut bersifat hierarkis. Perilaku penerimaan merupakan jenis perilaku terendah dan perilaku pembentukan pola hidup merupakan jenis perilaku tertinggi. 24 Oleh karena itu kelima tingkatan afektif tersebut memiliki keterpaduan satu sama lain yang perlu diperhatikan oleh seorang guru, dengan demikian seorang guru tidak hanya menguasai bahan-bahan yang diajarkannya, keterpaduan kelima tingkatan tersebut yang telah dimiliki oleh siswa yang akan mempengaruhi pola kepribadian dan perilakunya, akan tetapi guru juga harus meyakinkan kepada para siswa akan manfaat bidang studi tersebut supaya siswa tidak hanya mampu dalam segi kognitif melainkan juga dapat mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

4. Proses Pembentukan Sikap

a. Pola pembiasaan Dalam proses pembelajaran di sekolah, baik secara disadari atau tidak, guru dapat menanamkan sikap tertentu kepada siswa melalui proses pembiasaan. Misalnya, siswa yang setiap kali menerima prilaku yang tidak menyenangkan dari guru, misalnya perilaku mengejek atau perilaku yang menyinggung perasaan anak, maka lama kelamaan anak akan mengalihkan sikap negatif itu bukan hanya kepada gurunya itu sendiri, akan tetapi juga kepada mata pelajaran yang diasuhnya. Kemudian, untuk mengembalikannya pada sikap positif bukanlah pekerjaan mudah. Belajar membentuk sikap melalui pembiasaan itu juga dilakukan oleh Skinner melalui teorinya operani conditioning. Proses pembentukan sikap melalui pembiasaan yang dilakukan Watson berbeda dengan proses pembiasaan sikap yang dilakukan Skinner. Pembentukan sikap yang dilakukan Skinner menekankan 23 http:arisandi.comaspek-kecerdasan-kognitif-afektif-dan-psikomotorik 24 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002 cet k-2, h. 29 26 pada proses peneguhan respon anak, setiap kali anak menunjukkan prestasi yang baik diberikan penguatan reinforcement dengan cara memberikan hadiah atau prilaku yang menyenangkan. Lama kelamaan, anak berusaha meningkatkan sikap positifnya. b. Modeling Pembelajaran sikap seseorang dapat juga dilakukan melalui proses modeling, yaitu pembentukan sikap melalui proses asimilasi atau proses mencontoh. Salah satu karakteristik anak didik yang sedang berkembang adalah keinginannya untuk melakukan peniruan imitasi. Hal yang ditiru itu adalah perilaku-perilaku yang diperagakan atau didemonstrasikan oleh orang yang menjadi idolanya. Perinsip peniruan ini yang dimaksud dengan modeling. Modeling adalah proses peniruan anak terhadap orang lain yang menjadi idolanya atau orang yang dihormatinya. Pemodelan biasanya dimulai dari perasaan kagum. Anaka kagum terhadap kepintaran orang lain, misalnya terhadap guru yang dianggapnya bisa melakukan segala sesuatu yang tidak bisa dilakukannya. secara perlahan perasaan kagum akan mempengaruhi emosinya dan secara perlahan itu pula anak akan meniru perilaku yang dilakukan oleh idolanya itu. Misalnya, jika idolanya guru atau siapa saja menunjukkan perilaku tertentu terhadap suatu objek, makan anak cenderung akan berprilaku sama seperti apa yang dilakukan oleh idolanya itu. Jika idolanya itu begitu telaten terhadap tanaman yang ada dihalaman sekolah, misalnya, maka anak itu juga akan memperlakukan seperti yang dilakukan idolanya terhadap tanaman tersebut; apabila idolanya selalu berpakaian rapi dan bersih, maka anak itu juga berperilaku seperti itu. Proses penanaman sikap anak terhadap sesuatu obyek melalui proses modeling pada mulanya dilakukan secara mencontoh, namun anak perlu diberi pemahaman mengapa hal itu dilakukan. Misalnya, guru perlu menjelaskan mengapa kita harus telaten terhadap tanaman, atau mengapa kita harus berpakaian bersih. Hal ini diperlukan agar sikap tertentu yang muncul benar-benar disadari oleh suatu keyakinan kebenaran sebagai suatu sistem nilai. 25 25 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Peroses Pendidikan, …..h. 277-279