Cara Mengetahui Keefektifan Hasil Belajar

13 b. Menurut Diamond keefektivan tidak diukur dengan persentase, tetapi diukur berapa segi dengan beberapa variasi variabelnya, misalnya. 1. Hasil belajar dikatakan efektif bila ditinjau dari segi siswa, kriteria keefktifannya dengan menggunakan variabel kira-kira sebagai berikut : a. Dengan biaya yang sama, tetapi hasil belajar meningkat b. Dengan biaya yang kurang, tetapi hasil belajar sama c. Jumlah siswa yang gagal makin berkurang d. Minat siswa bertambah e. Dengan waktu yang terlalu lama, tetapi siswa dapat meraih lebih banyak kredit poni atau satuan kredit semester SKS 2. Hasil belajar dapat dikatakan efektif bila ditinjau dari segi sekolah, variabel nya sebagai berikut: a. Jumlah siswa bertambah, tetapi sekolah tidak bertambah beban biayanya untuk honor pengajar b. Waktu mengajar tidak terlalu banyak, tetapi makin banyak kesempatan bagi siswa untuk memilih spesialisasi, dan makin banyak pelajaran yang ditawarkan c. Hubungan dengan siswa makin dekat dan frekuensi bimbingan makin tinggi, tetapi sekolah tidak menambah biaya pengeluaran tambahan untuk itu 3. Keefektifan ditinjau dari segi ruangan, variabelnya sebagai berikut: a. Jumlah ruangan berkurang, tetapi semua perkuliahan maupun akomodasi seluruh siswa tertampung 4. Keefektifan ditinjau dari segi sumber belajar, variabelnya sebagai berikut: a. Makin bertambah jumlah siswa maupun pengajar yang memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia b. Cara menggunakan sumber-sumber tersebut juga makin efesien 5. Keefektifan ditinjau dari segi masyarakat terhadap sekolah a. Masyarakat makin menghargai dan menambah kepercayaan terhadap sekolah atau perguruan tinggi tersebut b. Calon-calon siswa baru makin bertambah. 13

B. Ranah Afektif

1. Definisi Afektif

Taksonomi untuk ranah afektif mula-mula dikembangkan oleh David. R. Krathwohl dan kawan-kawan 1974 dalam buku yang berjudul Taxonomy of Educational Objectivies: Affectivie Domain, Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Beberapa pakar mengatakan bahwa sikap 13 Harjanto, Perencanaan Pengajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2008, h. 195-197 14 seseorang dapat diramalkan perubahannya bila seseorang telah memiliki penguasaan kognitif tingkat tinggi. Ciri-ciri hasil belajar akan tampak pada peserta didik dalam berbagai tingkah laku, seperti: perhatiannya pada mata pelajaran pendidikan agama Islam, kedisiplinannya dalam mengikuti pelajaran agama di sekolah, motivasinya yang tinggi untuk mengetahui lebih banyak mengenai pelajaran agama Islam yang diterimanya, penghargaan atau rasa hormatnya terhadap guru pendidikan agama Islam, dan sebagainya. 14 Sedangkan menurut Popham, ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang, orang yang tidak memiliki minat pada pelajaran tertentu sulit untuk mencapai keberhasilan belajar secara optimal. Seseorang yang berminat dalam suatu pelajaran diharapkan akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal, oleh karena itu semua pendidikan harus mampu membangkitkan minat semua peserta didik untuk mencapai kompetensi yang telah ditentukan. Selain itu, ikatan emosional sering diperlukan untuk membangun semangat kebersamaan, semangat persatuan, semangat nasionalisme, rasa social. Dan sebagainya. Untuk itu, semua dalam merancang program pembelajaran, satuan pendidikan harus memperhatikan ranah afektif. Sikap dapat 15 didefinisikan “sebagai suatu kecendrungan untuk melakukan suatu respon dengan cara-cara tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun objek-objek tertentu. Ranah afektif merupakan tujuan yang berhubungan dengan perasaan, emosi, sistem nilai, dan sikap hati attitude yang menunjukkan penerimaan atau penolakan terhadap sesuatu. Tujuan afektif terdiri dari yang paling sederhanah, yaitu memperhatikan suatu fenomena sampai kepada yang komplek yang merupakan faktor internal seseorang, seperti kepribadian dan hati nurani. Dalam literatur tujuan afektif disebut sebagai, minat, sikap hati, sikap menghargai, sistem nilai serta kecenderungan emosi. Perumusan tujuan instruksional pada kawasan afektif tidak berbeda jauh bila dibandingkan dengan ranah kognitif, tetapi dalam mengukur hasil belajarnya jauh lebih sukar karena menyangkut kawasan sikap dan apresiasi. Di samping itu 14 Anas Sudjiono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2009, h. 54 15 Wayan Nurkanca dan P.P.N Sumartana, Evaluasi Pendidikan, Surabaya : Usaha Nasional, 1986, h. 275