laboratorium yang secepatnya, supaya hasil pemeriksaan tersedia sebelum pasien meninggalkan klinik, d pengobatan segera, langsung dan tepat,
konseling dan tindak lanjutnya bagi setiap pasien.
b. Standar Pengobatan. Semua klinik harus mengelola IMS menurut “Prosedur
Tetap Penatalaksanaan Penderita Penyakit Menular Seksual dengan Pendekatan Sindrom dan Laboratorium’ yang diterbitkan oleh PPMPLP
2004, atau terbitan revisi lanjutannya.
c. Obat-obatan dan bahan habis pakai: Semua klinik harus tetap menjaga
adanya pengadaan obat-obatan utama yang dibutuhkan untuk pengobatan IMS yang tepat seperti dalam ‘standar pengobatan’, atau memiliki akses
untuk obat-obatan ini melalui apotik setempat atau sumber lainnya. Pengadaan obat-obatan ini di klinik harus dijaga dengan seksama untuk
memastikan adanya persediaan yang cukup dan berkesinambungan. Semua obat-obatan dan bahan habis pakai harus disimpan dengan tepat dan tidak
melampui tanggal kadaluwarsanya. Semua klinik yang memberikan pengobatan antibiotik, khususnya melalui injeksi. intramuskular, harus
mempunyai perlengkapan yang cukup dan siap untuk menangani reaksi alergi atau anafilaktik.
d. Peralatan Klinik. Setiap klinik harus menjaga agar peralatan klinik dalam keadaan bekerja dengan baik Depkes RI, USAID dan FHI, 2007.
Universitas Sumatera Utara
2.5.4. Strategi Pengendalian IMS
Ada beberapa strategi yang telah menunjukkan dampaknya terhadap penularan IMS di masyarakat jika hal ini diterapkan dengan tepat. Ini harus termasuk
penapisan dan pengobatan secepatnya dari kelompok berisiko tinggi. Orang yang berisiko tinggi terkena IMS dan penularan infeksi berikutnya yang belum menerima
pelayanan harus dicapai dengan intervensi ini dan harus dimasukkan ke dalam model pelayanan. Akses yang adekuat dalam memberikan pelayanan pada kelompok risiko
tinggi dan pasien lain diperoleh dengan memprioritaskan pelaksanaan jam buka klinik yang tepat. Strategi untuk Perubahan Perilaku Berkesinambungan dapat menjelaskan
secara eksplisit unsur-unsur yang berhubungan dengan IMS contoh pengenalan gejala, pentingnya dapat pengobatan segera, pentingnya menyelesaikan pengobatan,
pentingnya pengobatan pasangan, interaksi antara IMS dan HIV, dll harus dikembangkan dan dilaksanakan Depkes RI, USAID dan FHI, 2007.
Untuk memilih strategi mana yang akan diterapkan setiap klinik harus melaksanakan pengkajian dan analisa dari kelompok sasaran yang akan dilayani. Ada
beberapa langkah-langkah yang dapat diikuti untuk melaksanakan hal tersebut: a. Menilai banyaknya IMS, pada kelompok di mana klinik IMS tersebut akan
memberikan pelayanan. Setiap klinik harus membuat pemetaan kelompok sasaran yang akan mereka layani dengan baik. Registrasi populasi harus dibuat untuk
kelompok ini. Dan harus diperbaharui secara teratur, setiap bulan b. Menganalisa kesempatan untuk melakukan tindakan pencegahan pada kelompok ini.Strategi dan
kegiatan berikut ini telah menunjukan adanya dampak terhadap penularan IMS di
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, jika diterapkan dengan tepat. Intervensi yang paling tepat untuk pelayanan IMS adalah intervensi yang mempunyai sasaran untuk mengurangi waktu
infektivitas dari IMS. Kemampauan pelayanan IMS untuk menerapkan masing- masing kegiatan intervensi ini akan tergantung pada sumber yang mereka miliki, dan
tingkat efisiensi serta pengorganisasian yang bisa mereka capai. c. Mengembangkan kebijakan pencegahan dan menerapkan prosedur yang berdasar pada hasil penilaian
dan analisa. d. Menciptakan tujuan pencegahan, yang berdasar pada data yang dikumpulkan oleh pelayanan IMS pada langkah penilaian, analisa dan pengembangan
kebijakan pencegahan. e. Mengevaluasi kemajuan dari tujuan pencegahan dengan cara mengkaji keefektifan dan cakupannya secara teratur Depkes RI, USAID dan
FHI, 2007. demiologi unt
2.5.5. Strategi Dasar Intervensi Khusus untuk Klinik IMS di Indonesia
a. Kurangi waktu infektifitas untuk mencegah penularan dan komplikasi lebih lanjut melalui deteksi dini penemuan kasus dan pengobatan. Tindakan intervensi
yang dilakukan diantaranya: a. Penemuan kasus secara aktif melalui penapisan, pengawasan dan notifikasi pasangan, b. Memperbaiki akses yang efektif pada
perawatan medis mencakup biaya, mutu, lokasi dan waktu, c. Meningkatkan kepekaan terhadap IMS dengan memperbaiki pengetahuan tentang gejala dan
kebiasaan untuk mencari perawatan kesehatan, d. Enhanced Syndromic management dari IMS misalnya memperpendek atau hilangkan waktu tunggu
antara kunjungan keklinik IMS sampai pengobatan IMS.
Universitas Sumatera Utara
b. Kurangi terkenanya infeksi dari orang yang rentan jika terpapar dengan mengurangi efisiensi penularan perpaparan. Tindakan intervensi yang dilakukan
diantaranya: a. tingkatkan penggunaan kondom, b. Kurangi praktek seksual yang beresiko misalnya hubungan seks melalui anal tanpa perlindungan, c.
Kurangi faktor pendamping yang kritis misalnya obati IMS untuk mengurangi HIV, d. Promosi kebersihan alat genital misalnya mencuci sebelum dan
sesudah berhubungan seksual. c. Kurangi paparan dari orang yang rentan terhadap orang yang terinfeksi melalui
modifikasi perilaku dari orang yang rentan, orang yang diketahui tekena infeksi dan perilaku orang yang berpotensi untuk terkena infeksi. Tindakan intervensi
yang dilakukan antara lain: a. Promosikan penundaan kegiatan seksual atau mengurangi angka pertukaran pasangan, b. Promosikan tes secara meluas
seperti konseling dan tes HIV secara sukarela, c. Kembangkan dan promosikan pesan media dengan target orang yang terkena atau berpotensi terkena infeksi
untuk melindungi pasangannya, d. Promosikan kesehatan dan kebersihan alat genital, e. Kurangi paparan pada masyarakat yang melakukan seksual beresiko
sangat tinggi dan ciptakan upaya-upaya pencegahannya. Depkes RI, USAID, FHI 2007.
2.6. Konseling IMS
Memberikan konseling penderita IMS agak berbeda dengan penderita penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena klien IMS yang datang pada dokter
Universitas Sumatera Utara
konselor untuk meminta nasehat, disamping memiliki rasa takut dan cemas terhadap penyakitnya juga mempunyai rasa bersalah yang sering menimbulkan kesulitan dalam
proses konseling tersebut Barakbah dalam Hesti, 2008 . Konseling penderita IMS sebaiknya diberikan kepada dokter yang
merawattenaga kesehatan lain yang ditunjuk yang benar-benar mengerti tentang IMS.
Walaupun konseling dapat berbeda pada setiap kasus akan tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan pada setiap proses konseling: 1 Waktu harus cukup
leluasa, 2 Tempat yang menyenangkan dan tidak dapat didengar oleh orang lain, 3 Sikap konselor membuat klien merasa “ diterima “, “ dipahami “, serta merasa
aman untuk beratnya dan mengemukakan pendapat, 4 Kemudahan klien untuk mendapat pelayanan, 5 Kerahasiaan harus benar-benar dijaga, 6 Kegiatan
konseling dapat meliputi: a Memberi informasi yang dapat memberi penjelasan dan pemahaman pada klien, b Dapat menjawab pertanyaan klien dengan jujur dan
terbuka, c Mampu menyadarkan klien untuk bererilaku aman, untuk tidak menularkan kepada orang lain, d Mampu membuat klien sehingga sanggup
membuat keputusan bagi diri sendiri. Tujuan konseling IMS adalah: Agar penderita patuh minum obat, Agar
kembali untuk follow up secara teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan, meyakinkan pentingnya pemeriksaan mitra seksual serta turut berusaha agar mitra
tersebut bersedia diperiksa dan diobati, mengurangi resiko penularan melalui:a abstinensia dari semua hubungan seks hingga pemeriksaan terakhir selesai, b
Universitas Sumatera Utara
abstinensia dari semua hubungan seks bila timbul simptom atau gejala kambuh, c menggunakan kondom bila meragukan adanya resiko. Dan agar tanggap dan
memberikan respon cepat terhadap infeksi atau hal yang mencurigakan setelah hubungan seks Barakbah dalam Hesti, 2008.
2.7. Kebijakan Penanggulangan IMS, HIVAIDS