penanggulangan IMS. Keadaan ini menunjukkan masih kurangnya minat kesadaran masyarakat dalam memperhatikan kondisi kesehatannya.
Menurut Raharjo 2005 dalam Mardin Purba, 2009 bahwa faktor yang memperlambat upaya mengurangi resiko penyebaran IMS adalah masih kurangnya
akses penderita IMS kesarana pelayanan kesehatan, waktu buka klinik, kurangnya rasa percaya diri, staf klinik yang memilki sikap negatif terhadap kegiatan seks dan
penggunaan alat kontrasepsi atau karena ada larangan.
5.3 Hubungan Pelayanan KIE dengan Pencegahan dan Penanggulangan IMS
Berdasarkan analisa univariat, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan KIE baik sebesar 54,0 sedangkan pelayanan KIE kurang baik sebesar
46,0. Hal ini menunjukkan bahwa adanya respon yang baik dari responden terhadapat pelayanan KIE yang diberikan dalam upaya pencegahan dan
penanggulangan IMS. Hasil uji Chi-square didapat nilai p= 0,006 yang berarti adanya hubungan
signifikan antara pelayanan KIE dengan pencegahan dan penanggulangan IMS. pelayanan KIE baik dengan pencegahan dan penanggulangan baik sebesar 58,8 dan
yang pencegahan kurang baik 41,2. Pelayanan KIE kurang baik dengan pencegahan baik sebesar 24,1 dan kurang baik 75,9. Ratio Prevalence pencegahan dan
penanggulangan IMS kurang baik dengan pelayanan KIE pada pelayanan klinik IMS adalah 0,543 dengan Confidence Interval CI 0,346-0,852 . Hal ini menunjukkan
Universitas Sumatera Utara
bahwa pelayanan KIE kurang baik dalam upaya pencegahan dan penanggulangan IMS beresiko 0,5 kali dibandingkan dengan pelayanan KIE yang baik.
Dari hasil dapat diperoleh bahwa pelayanan KIE yang diberikan sangat menentukan seseorang untuk dapat memahami dan memutuskan suatu tindakan yang
akan dilakukannya sehubungan dengan pencegahan IMS. Sesuai dengan teori Depkes RI, 2008, dijelaskan bahwa kegiatan KIE yang baik akan memberikan penambahan
pengetahuan dan perubahan perilaku kelompok sasaran sehingga pesan yang disampaikan akan memberikan perubahan pola pikir bagi kelompok tersebut.
Perubahan perilaku pada kelompok sasaran bukanlah hal yang mudah oleh karena itu kegiatan KIE harus dilakukan secara terus menerus, berulang-ulang,
berkesinambungan sesuai dengan daya serap dan kemampuan kelompok sasaran untuk melaksanakan perilaku yang diharapkan.
Strategi untuk perubahan perilaku berkesinambungan tersebut akan dapat memberikan pemahaman yang baik mengenai unsur-unsur yang berhubungan dengan
IMS seperti pengenalan gejala, pentingnya mendapatkan pengobatan segera, pentingnya pengobatan bagi pasangannya sehingga dapat memberikan perubahan
bagi upaya pencegahan IMS terhadap masyarakat. Melihat dari karakteristik responden yang kebanyakan berpendidikan
menengah SMA maka penyampaian informasi harus lebih disesuaikan dengan sasaran sehingga penerimaan dari pesan yang disampaikan dapat diserap dengan baik.
Hal ini juga ditandai oleh masih ada tanggapan dari responden yang merasa belum
Universitas Sumatera Utara
puas dengan informasi yang dijelaskan tentang Infeksi Menular Seksual sehingga memberi pengaruh bagi mereka untuk melakukan tindakan pencegahan selanjutnya.
Sesuai dengan pendapat Barakbah dalam Hesti, 2008, bahwa memberikan konseling penderita IMS agak berbeda dengan penderita penyakit lain. Hal ini
disebabkan oleh karena klien IMS yang datang pada dokter konselor untuk meminta nasehat, disamping memiliki rasa takut dan cemas terhadap penyakitnya juga
mempunyai rasa bersalah yang sering menimbulkan kesulitan dalam proses konseling tersebut.
5.4 Hubungan Sikap Petugas Kesehatan dengan Pencegahan dan Penanggulangan IMS