BAB 5 PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Ditinjau dari segi umur, 55,6 responden berumur 21-28 tahun. Usia tersebut merupakan suatu masa dewasa dimana seseorang dalam berhubungan sosial
lebih terfokus pada pasangan atau rekan dalam hubungan teman dan seks. Meningkatnya angka kejadian penyakit Infeksi Menular seksual dikalangan dewasa
muda terutama wanita merupakan bukti bahwa wanita dalam hal ini sering menjadi korban dari IMS. Karena jika seorang wanita terkena IMS, maka wanita tersebut akan
lebih tidak menunjukkan gejala jika dibandingkan dengan laki-laki.
Universitas Sumatera Utara
Bila dilihat dari tingkat pendidikan bahwa yang paling banyak ditamatkan oleh responden adalah pendidikan SMA sebanyak 41,3 . Menurut Green 1980
dalam Azmi 2008, bahwa tingkat pendidikan merupakan karakteristik bagi individu sebagai salah satu faktor pendukung dalam membentuk perilaku kesehatan.
Notoadmojo 2002 juga menjelaskan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan berpengaruh terhadap wawasan dan cara pandangnya dalam menghadapi suatu
masalah. Seseorang dengan tingkat pendidikan yang tinggi cenderung akan mengedepankan rasio saat menghadapi gagasan baru dibandingkan dengan
pendidikan yang lebih rendah. Ditinjau dari status perkawinan, maka kebanyakan responden belum
menikah sebanyak 52,4. Kondisi ini menandakan bahwa diantara wanita subur yang berada diwilayah Puskesmas Kuta Alam dalam melakukan aktivitas seksual bukan
dengan pasangan sahnya sehingga lebih berpotensial untuk terjadinya penularan infeksi menular seksual.
5.2 Pencegahan dan Penanggulangan IMS
Pelayanan klinik Infeksi Menular Seksual yang baik sangat menentukan terhadap baik dan kurangnya upaya pencegahan dan penanggulangan IMS yang ada
di Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh. Bila kita lihat dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 57,1 upaya pencegahan dan penanggulangan infeksi menular
seksual kurang baik dibandingkan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan IMS baik sebesar 42,9. Keadaan ini mencerminkan bahwa pencegahan dan
86
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan IMS di Puskesmas Kuta Alam masih pada kondisi yang perlu mendapatkan perhatian khusus sehingga masalah IMS menjadi prioritas khususnya
dalam peningkatan upaya-upaya yang berkaitan dengan penurunan kasus IMS peningkatan pelayanan KIE, promosi penggunaan kondom, Promosi seks aman,
pemeriksaan dan pengobatan petugas kesehatan serta peningkatan kesadaranminat masyarakat yang baik terhadap pencegahan IMS di Puskesmas Kuta Alam Banda
Aceh. Hal ini jika dikaitkan dengan data sekunder yang diperoleh di Puskesmas
Kuta Alam bahwa terjadi peningkatan kasus infeksi menular seksual dari tahun 2011 sebesar 93 kasus menjadi 270 kasus pada tahun 2012. Keadaan ini mencerminkan
bahwa sebagian besar upaya pencegahan dan penanggulangan IMS belum baik misalnya layanan KIE sebagai upaya komunikasi perubahan perilaku, penapisan
terhadap IMS yang beresiko masih menghadapi kendala bahwasanya pasangan mereka tidak membolehkan melakukan pemeriksaan dan pengobatan secara terpadu
dan adanya perasaan takut serta malu jika diketahui orang kalau mengalami infeksi menular seksual, terkadang mereka yang mengalami penyakit tersebut akan
melakukan pengobatan secara tradisional. Kondisi demikian disebabkan oleh lingkungan dan kehidupan adat istiadat
yang kental serta masyarakat yang akan mengucilkannya dalam berinteraksi secara sosial sehingga pelayanan diklinik IMS belum dapat menjaring para WUS yang
beresiko mengalami IMS dalam melaksanakan upaya pencegahan dan
Universitas Sumatera Utara
penanggulangan IMS. Keadaan ini menunjukkan masih kurangnya minat kesadaran masyarakat dalam memperhatikan kondisi kesehatannya.
Menurut Raharjo 2005 dalam Mardin Purba, 2009 bahwa faktor yang memperlambat upaya mengurangi resiko penyebaran IMS adalah masih kurangnya
akses penderita IMS kesarana pelayanan kesehatan, waktu buka klinik, kurangnya rasa percaya diri, staf klinik yang memilki sikap negatif terhadap kegiatan seks dan
penggunaan alat kontrasepsi atau karena ada larangan.
5.3 Hubungan Pelayanan KIE dengan Pencegahan dan Penanggulangan IMS