69
lainnya. Namun karena alasan kesulitan mencocokkan waktu antar pengrajin, sehingga usaha kerajinan ini dilakukan di rumah masing-masing pengrajin.
4.1.3 Bu Heddy Simbolon
Bu Heddy merupakan seorang ibu rumah tangga berusia 54 tahun dan sudah janda, suaminya sudah lama meninggal. Bu Merli bekerja sebagai petani dan bertani
merupakan penghasilan utamanya, untuk mencukupi kebutuhan hidup dan sekolah anaknya. Bu Merli memiliki empat orang anak, anak pertama seorang laki-laki yang
sudah tamat SMA dan bekerja sebagai satpam, anak kedua seorang perempuan yang sudah duduk di bangku SMA, anak ketiga dan keempat adalah laki-laki yang sudah
duduk di bangku SMP. Beliau sudah menekuni usaha ini sejak tahun 2012. Awal mula mengolah
eceng gondok menjadi bahan utama menganyam didasari oleh penelitian yang dilakukan Dinas Koprindag terhadap tanaman eceng gondok. Dinas Koprindag
melihat bahwa tumbuhan eceng gondok yang menyebar luas di kawasan Danau Toba dapat dimanfaatkan menjadi bahan baku kerajinan anyaman.
“Ada kira-kira seminggu lah waktu itu mereka bolak-balik ke kampung ini. Katanya mau meneliti eceng gondok supaya bisa
dianyam. Masyarakat disini ya sangat senang, karna eceng gondok ini pun udah terlalu banyak di pinggiran Danau Toba itu. Sangat
mengganggu kalo waktu mencuci atau mandi Heddy Simbolon, 54
tahun.” Kemudian Dinas Koprindag memfasilitasi para pengrajin untuk mengikuti
pelatihan keterampilan menganyam eceng gondok ke Tasikmalaya, karena menganyam eceng gondok merupakan hal baru bagi mereka. Pengetahuan untuk
Universitas Sumatera Utara
70
mengolah eceng gondok ini masih minim, dan masih perlu belajar lebih dalam lagi mengenai cara dan teknik untuk mengolah eceng gondok hingga menjadi produk
kerajinan. Seperti penuturan informan: “Dua minggu waktu itu kami pelatihan, dan semua biaya kami
ditanggung, makan, penginapan dan dikasi juga waktu itu uang saku kami. Kami pelatihan ke Tasikmalaya karna Tasikmalaya adalah
salah satu daerah pusat kerajinan anyaman eceng gondok ini. Di Tasikmalaya kami diajari pelatih mulai dari teknik dasar sampe
proses akhir menganyam eceng gondok ini Heddy Simbolon, 54 tahun.
Selama mengikuti pelatihan para pengrajin dilatih oleh orang yang sudah berpengalaman dalam hal menganyam eceng gondok. Bu Heddy menyebutkan,
mereka dilatih oleh Bapak Sulaiman, beliau merupakan salah satu pengrajin senior di Tasikmalaya. Pelatihan ini berlangsung selama dua minggu dan setelah mengikuti
pelatihan Bu Heddy mulai membuat berbagai produk kerajinan eceng gondok, seperti tempat beras atau biasa disebut Bahul-bahul, tas dengan bentuk yang bervariasi,
tempat pulpen, topi, sandal, dan dompet. Produk kerajinan eceng gondok yang paling banyak dibuat oleh Bu Merli adalah tas, karena produk ini yang paling laku,
sedangkan untuk jenis produk kerajinan lainnya hanya dibuat jika ada pesanan. Saat ini dalam proses pembuatan kerajinan, Bu Heddy dibantu oleh anak-
anaknya. Usaha kerajinan eceng gondok ini menjadi penghasilan tambahan dan mampu meningkatkan perekonomian Bu Heddy. Dalam produksi kerajinan ini, Bu
Heddy tidak dipengaruhi oleh waktu dan target hasil yang akan dicapai. Usaha ini dijalaninya seperti biasa, dalam arti jumlah produk yang dia hasilkan tidak dalam
jumlah yang besar dan tergantung pada pesanan orang. Dan hasil kerajinan anyaman
Universitas Sumatera Utara
71
eceng gondok ini biasa dijual oleh Bu Heddy ke pasar Pangururan pada saat pekan hari Rabu, dan kepada konsumen yang memesan kerajinan anyaman eceng gondok.
Harga kerajinan ini berkisar Rp. 15.000 – Rp. 120.000, tergantung jenis produk
kerajinan eceng gondok.
4.1.4 Pak Wanjen Simbolon