58
Perbedaan pengetahuan mengenai kreativitas, juga mempengaruhi pada baik buruknya tampilan produk kerajinan yang dihasilkan. Seorang pengrajin yang benar-
benar menekuni usahanya dan belajar lebih lagi, untuk mengembangkan ide-ide, pemikiran dan pengetahuan tentu akan menghasilkan produk kerajinan yang menarik
di mata masyarakat. Pengertian kreativitas sendiri dilihat dari sudut pandang masing- masing individu dan dikreasikan pada suatu produk secara berbeda-beda. Namun
pada intinya kreativitas selalu dikaitkan dengan identitas diri seseorang, yang menandakan bahwa dia kreatif atau tidak.
3.3 Pandangan Umum Masyarakat Terhadap Usaha Kerajinan Eceng
Gondok
Ekonomi kreatif disuatu daerah menjadi penunjang pertumbuhan ekonomi. Usaha kecil dalam masyarakat sangat bervariasi, tergantung pada kemauan dan
kepentingan pelaku. Di Desa Huta Namora sendiri, usaha kerajinan eceng gondok menjadi home industry atau industri rumah tangga yang sering dikaitkan dengan
wirausaha. Tetapi, tidak semua masyarakat mau menjadi wirausahawan, sebagian berkecimpung di bidang lain.
Masyarakat Desa Huta Namora yang memiliki pekerjaan di luar pengrajin tentunya memiliki pandangan sendiri terhadap usaha kerajinan eceng gondok ini.
Seluruh masyarakat merasa bahwa pemanfaatan eceng gondok ini merupakan sebuah discovery penemuan yang memberikan dampak positif khususnya pada pengrajin
Desa Huta Namora.
Universitas Sumatera Utara
59
“Kalo menurut saya dek, usaha kerajinan eceng gondok yang ada di desa ini bagus untuk meningkatkan ekonomi pengrajin yang ada di
desa ini. Karena kan setau bapak, biaya untuk buatnya gak banyak, tapi nilai jualnya lumayan tinggi. Satu tas eceng gondok paling
modalnya 10 ribu, tapi dijual ke orang bisa nyampe 70rb. Berarti untung 60rb kan dari tas itu Rafael Malau, 38 tahun
.” Penjelasan di atas merupakan pendapat dari seorang warga Desa Huta Namora
yang berprofesi sebagai petani. Pak Rafael adalah nama panggilan informan yang berusia 38 tahun ini. Beliau sendiri bekerja sebagai petani kopi yang sudah lama
ditekuninya, karena menurut beliau untuk bekerja menjadi seorang pengrajin harus memiliki kemauan yang besar, konsisten, dan terus belajar untuk mengembangkan
ide-ide kreatif. “Jangan hanya karna ngikut-ngikut liat orang buat kerajinan eceng
gondok, trus kita pun ikut. Harus dari hati dan konsisten untuk menekuni usaha kerajinan ini. Kayak saya dek karna memang kurang
tertarik untuk menganyam, saya lebih suka bertani dan menekuni
usaha tanaman kopi Rafael Malau, 38 tahun.” Dukungan positif masyarakat tampak dari peran mereka menggunakan tas
eceng gondok. Baik anak-anak sekolah maupun ibu-ibu, mereka menggunakan tas eceng gondok yang dipesan atau dibeli sendiri dari para pengrajin eceng gondok.
Walaupun tidak semua masyarakat yang tertarik menggunakan tas eceng gondok, tetapi mereka mendukung supaya usaha ekonomi kreatif ini tetap hidup di Desa Huta
Namora.
Universitas Sumatera Utara
60
Foto 1
Sumber : Foto Fitri Malau, 2016. Salah satu pengguna tas eceng gondok, yaitu Bu Lastuana Simbolon.
Foto tersebut diambil pada saat rapat kampung literasi yang diadakan oleh Dinas Pendidikan Samosir dan Dinas Koprindag. Ibu Lastuana sangat mencintai tas
eceng gondok. Beliau menunjukkan koleksi tas eceng gondoknya pada saat rapat. Hal ini sebagai salah satu bentuk dukungan dan apresiasi terhadap usaha ekonomi kreatif
yang hidup di tengah masyarakat. Hal senada juga diungkapkan oleh informan Nonie Simbolon yang berprofesi
sebagai guru honor di SD. “Kalo saya sangat mendukung adanya usaha kerajinan eceng gondok ini,
karena selain menghasilkan uang bagi pengrajin, Danau Toba pun jadi tampak lebih bersih dari sebelumnya. Memang gak bersih total, karena
eceng gondok ini pertumbuhannya kan cepat, payah untuk dihabiskan. Tapi bicara masalah motif sama hiasan-hiasan kerajinan eceng gondok ini
menurut saya masih kurang menarik untuk sebagian produk, karena mereka pun kurang kreatif dan cuek masalah menghias kerajinan ini. Tapi gak
semua produk ya dek. Untuk kualitas dan tahan lama produk ini masih bagus lah dek, kayak di jawa-jawa sana Nonie Simbolon, 25
tahun.”
Universitas Sumatera Utara
61
Menurut penuturan beliau bahwa semua guru di Desa Huta Namora menggunakan tas eceng gondok setiap hari kamis, sesuai kebijakan yang ditetapkan
oleh Dinas Pendidikan. Sebelum ada kebijakan tersebut, tas eceng gondok ini juga sudah digunakan oleh sebagian guru. Beliau juga mengatakan bahwa harga kerajinan
eceng gondok ini masih terjangkau masyarakat. Pandangan yang positif serta saran membangun dari masyarakat turut
mendukung usaha menganyam eceng gondok ini. Dukungan masyarakat berupa adanya niat membeli dan menggunakan produk ekonomi kreatif dari desa sendiri.
Begitu juga dengan pelajar dan guru yang ada di Desa Huta Namora turut ikut membeli dan menggunakan produk ekonomi kreatif ini. Begitu juga dengan
masyarakat Desa Huta Namora yang banyak menggunakan produk eceng gondok untuk gereja dan acara adat.
Foto 2
Sumber : Foto Fitri Malau, 2016. Guru-guru sekolah di Samosir menggunakan tas eceng gondok.
Universitas Sumatera Utara
62
BAB IV PENGRAJIN ECENG GONDOK
4.1 Profil Pengrajin