5.2 Pembahasan
Konsumen merupakan pihak pengguna produk sektor perikanan. Hasil tangkapan yang didaratkan tujuan utamanya yaitu untuk dipasarkan ke konsumen
baik dalam bentuk segar maupun olahan. Ikan pelagis merupakan ikan yang
banyak didaratkan di PPI Muara Angke maupun kiriman dari luar daerah. Konsumen di Muara Angke memiliki preferensi terhadap tiga jenis ikan pelagis
yang dominan dipasarkan di Muara Angke yaitu ikan tongkol Auxis sp., kembung Rastrelliger sp., dan selar bentong Caranx crumenophthalmus
dengan urutan kesegaran, ukuran, dan harga Tabel 20. Tabel 20 Rangkuman nilai kepentingan ikan yang dibeli
Ikan Nilai Kepentingan
Tongkol 1. Kesegaran 42,39
2. Ukuran Besar ikan mature 33,86 3. Harga 23,75
Kembung 1. Kesegaran 41,75
2. Ukuran Kecil ikan immature 40,13 3. Harga 18,13
Selar bentong 1. Kesegaran 41,62
2. Ukuran Kecil ikan immature 39,62 3. Harga 18,77
Kesegaran adalah atribut yang paling diperhatikan oleh konsumen di Muara Angke dalam membeli ikan.
Preferensi atribut kesegaran ikan dapat memberikan pengaruh terhadap perilaku nelayan.
Preferensi konsumen terhadap kesegaran ikan dapat mendorong perbaikan penanganan hasil tangkapan di atas
kapal. Kemunduran kualitas kesegaran ikan dapat dicegah misalnya dengan menyediakan refrigerator pada palka dan rak-rak untuk menyimpan ikan Ross,
2008, seperti yang ada di kapal jaring cumi. Kualitas ikan yang akan diekspor biasanya lebih diperhatikan nelayan.
Murdaniel 2007 mengatakan bahwa kualitas ikan tuna dipengaruhi saat operasi penangkapan ikan dan saat di pelabuhan. Faktor yang berperan dalam
menghasilkan produksi tuna berstandar kualitas ekspor pada saat operasi penangkapan yaitu nelayan pendidikan, keahlian, pengetahuan, sumberdaya ikan
tuna jenis dan ukuran ikan sesuai permintaan ekspor, metode penanganan
prosedur penanganan yang dilakukan cermat dan teliti, operasi penangkapan, dan faktor sarana dan prasarana pengontrolan terhadap suhu penyimpanan dan media
penyimpanan. Penanganan hasil tangkapan pukat cincin sebaiknya harus memperhatikan
faktor-faktor yang diungkapkan oleh Murdaniel 2007 agar kualitas kesegaran berstandar kualitas ekspor. Namun nelayan pukat cincin yang terdapat di PPI
Muara Angke kurang memperhatikan metode penanganan tersebut dalam melakukan operasi penangkapan ikan. Hal ini menyebabkan ikan yang didaratkan
kurang bagus karena jumlah trip yang lama, jumlah es yang tidak cukup dan penanganan hasil tangkapan di atas kapal kurang baik.
Hasil tangkapan yang diperoleh saat pengoperasian pukat cincin umumnya langsung dimasukkan ke dalam palka tanpa ada penyortiran jenis dan ukuran
terlebih dahulu menurut hasil wawancara dengan kapten kapal Ekaputra, 2009. Ikan-ikan yang sudah tertangkap sebelumnya akan tertimpa oleh ikan yang baru
ditangkap sehingga hasil tangkapan tidak semuanya baik. Penyortiran jenis dan ukuran dilakukan di pelabuhan, yaitu pada saat pembongkaran hasil tangkapan.
Selain itu jumlah es yang dibawa tidak mencukupi untuk hasil tangkapan di dalam palka sehingga kualitas kesegaran ikan mengalami pengurangan. Hal ini
terbukti pada waktu pengamatan, palka yang berisi hasil tangkapan bercampur dengan air. Kesegaran tidak akan terpenuhi jika nelayan selalu berasumsi bahwa
mendaratkan ikan hasil tangkapan yang masih segar dan utuh maupun yang tidak segar akan memiliki nilai jual yang sama karena hasil tangkapan yang diperoleh
akan dijual langsung ke palele pedagang grosir. Dalam penelitian ini pedagang grosir tidak dijadikan sampel karena
peneliti berasumsi bahwa pedagang grosir sama dengan pemilik kapal atau sebagai produsen dari ikan pelagis. Pedagang grosir atau yang lebih dikenal
dengan sebutan palele merupakan pedagang yang telah bekerja sama dengan pemilik kapal Hanafiah Saefuddin, 2006. Sebagian besar hasil tangkapan
yang didaratkan di dermaga PPI Muara Angke akan dijual oleh pemilik kapal ke palele tanpa melalui proses lelang. Hasil tangkapan tersebut akan dijual oleh
palele ke pedagang pengecer ikan yang ada di pasar Muara Angke. Hal ini tidak