terpenting, pemeliharaan hubungan yang berkelanjutan dan serasi dengan karyawan dalam setiap perusahaan menjadi sangat penting Siagian, 2004.
Menurut Robbins dalam Arep dan Tanjung 2002 pemeliharaan adalah melaksanakan program-program tertentu atau membuat kebijakan-
kebijakan khusus agar tenaga kerja dapat terpelihara dengan baik. Sedangkan, Zainun 2001 mendefinisikan pemeliharaan sebagai suatu upaya yang
dilakukan oleh perusahaan dalam menyediakan dan memberikan ganjaran berupa finansial maupun material kepada seluruh SDM dari tingkat tertinggi
sampai tingkat paling rendah. Pemeliharaan merupakan cara bagaimana memelihara tenaga kerja
yang telah diterima bekerja agar tidak keluar dari perusahaan Cascio dalam Arep dan Tanjung, 2002. Kemudian, Flippo 1996 mengartikan
pemeliharaan sebagai upaya untuk memelihara tenaga kerja agar tetap betah bekerja dan memiliki kemauan untuk melaksanakan tugas-tugas perusahaan.
Perhatian khusus akan diberikan pada fungsi pemeliharaan berupa penyuluhan untuk membantu mengurangi sikap yang dapat mengganggu baik
karyawan maupun perusahaan. Selain pemeliharaan kesejahteraan fisik dan mental karyawan, perhatian juga diberikan kepada masalah yang
berkesinambungan dalam mengurangi tingkat absensi karyawan yang berlebihan.
Hasibuan 2007
mendefinisikan pemeliharaan
maintenance karyawan merupakan usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi
fisik, mental dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Adapun fungsi
dari pemeliharaan karyawan adalah menyangkut perlindungan kondisi fisik, mental dan emosi karyawan. Oleh karena itu, keamanan dan kesehatan kerja
karyawan perlu mendapat pemeliharaan sebaik-baiknya dari manajemen perusahaan Flippo dalam Hasibuan, 2007.
2.4. Tujuan Pemeliharaan Karyawan
Tujuan utama perusahaan melakukan program pemeliharaan karyawan adalah untuk membuat setiap orang dalam perusahaan merasa betah dan
senantiasa bertahan sekalipun terjadi hal-hal yang dapat mengganggu
kestabilan dan keadaan perusahaan Zainun, 2001. Kemudian, Siagian 2004 berpendapat bahwa tujuan penerapan pemeliharaan karyawan
merupakan upaya untuk mewujudkan pengakuan dan penghargaan atas harkat dan martabat manusia oleh perusahaan, sehingga mereka bahagia dalam
melakukan pekerjaannya yang pada akhirnya akan berimplikasi pada peningkatan produktivitas karyawan. Menurut Rivai 2005 tujuan
pemeliharaan karyawan adalah karena sumber daya manusia dalam hal ini karyawan, merupakan kekayaan asset utama perusahaan, sehingga harus
dipelihara dengan baik. Adapun tujuan pemeliharaan karyawan menurut Hasibuan 2007,
antara lain: 1. Meningkatkan produktivitas kerja karyawan.
2. Meningkatkan disiplin dan menurunkan absensi karyawan. 3. Meningkatkan loyalitas dan menurunkan turnover karyawan.
4. Memberikan ketenangan, keamanan dan kesehatan karyawan. 5. Meningkatkan kesejahteraan karyawan dan keluarganya.
6. Memperbaiki kondisi fisik, mental dan sikap karyawan. 7. Mengurangi konflik serta menciptakan suasana yang harmonis.
8. Mengefektifkan pengadaan karyawan.
2.5. Metode Pemeliharaan Karyawan
Penerapan metode pemeliharaan karyawan yang sesuai dan pelaksanaan yang efektif dapat mendukung mewujudkan tujuan perusahaan
serta tercapai manfaat yang optimal. Menurut Zainun 2001 metode pemeliharaan karyawan yang dapat diterapkan oleh perusahaan berupa sistem
pengganjaran, antara lain: 1. Ganjaran yang bersifat finansial berupa gaji, upah dan tunjangan-
tunjangan lainnya. 2. Ganjaran yang bersifat material berupa bantuan pengobatan, fasilitas
perumahan, kendaraan, pendidikan dan sebagainya. 3. Ganjaran yang bersifat non-material berupa kekuasaan, kewenangan,
kesempatan dan sarana yang melekat kepada jabatan.
Menurut Mangkunegara 2002 pemeliharaan karyawan merupakan salah satu fungsi operasional sumber daya manusia. Adapun metode
pemeliharaan karyawan mencakup: 1. Komunikasi kerja.
2. Kesehatan dan keselamatan kerja. 3. Pengendalian konflik kerja.
4. Konseling kerja. Siagian 2004 menyebutkan bahwa metode pemeliharaan hubungan
karyawan antara lain; menyangkut motivasi dan kepuasan kerja, penanggulangan stres, konseling dan penggunaan sanksi disipliner, sistem
komunikasi, perubahan dan pengembangan organisasi, serta peningkatan mutu hidup kekaryaan para pekerja. Selain itu, tiga hal yang paling menonjol
dalam metode pemeliharaan hubungan karyawan tersebut, antara lain: 1. Perkayaan kehidupan kerja.
2. Keterlibatan para karyawan. 3. Hubungan kekaryaan.
Pendapat lain yang berasal dari Rivai 2005 yang menyebutkan bahwa pada dasarnya metode pemeliharaan hubungan karyawan ini, meliputi:
1. Upaya untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja quality of work life yang lebih baik.
2. Bagaimana manajemen dan departemen SDM mempengaruhi kualitas kehidupan kerja.
3. Bagaimana peran departemen SDM dalam berkomunikasi. 4. Melihat kemungkinan adanya perbedaan antara disiplin preventif dan
disiplin korektif. Menurut Flippo 1996, metode pemeliharaan karyawan secara khusus
adalah sebagai berikut: 1. Sikap
Jumlah faktor
yang mempengaruhi
pengembangan dan
pemeliharaan sikap karyawan tidak terbatas, tetapi proses-proses komunikasi verbal dan non verbal terlibat dalam setiap tahap.
2. Keadaan Jasmani Pemeliharaan keadaan jasmani yang dimaksud dapat dilakukan
dengan penerapan kesehatan dan keselamatan kerja yang dilakukan oleh perusahaan.
Beberapa metode pemeliharaan karyawan menurut Hasibuan 2007 antara lain: 1 komunikasi yang efektif; 2 pemberian insentif; 3
peningkatan kesejahteraan karyawan; 4 pengadaan kesehatan dan keselamatan kerja, serta 5 hubungan industrial Pancasila.
1. Komunikasi yang Efektif
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi antar individu melalui suatu sistem yang biasa lazim baik dengan simbol-
simbol, sinyal-sinyal, maupun perilaku atau tindakan Himstreet dan Baty dalam Purwanto, 2003. Pengertian komunikasi ini paling tidak
melibatkan dua orang atau lebih dengan menggunakan cara-cara berkomunikasi yang biasa dilakukan oleh seseorang seperti melalui lisan,
tulisan, maupun sinyal-sinyal non verbal Purwanto, 2003. Sedangkan, menurut Roger dalam Mangkuprawira dan Hubeis 2007 komunikasi
merupakan penyampaian gagasan, informasi, instruksi, dan perasaan dari seseorang kepada orang lain atau dari sekelompok orang kepada
kelompok lain. Robbins 2003 berpendapat bahwa perpindahan dan pemahaman pada makna diantara anggota-anggotanya. Kemudian
pengertian komunikasi menurut Hasibuan 2007 adalah suatu alat pengalihan informasi dari komunikator kepada komunikan agar antara
mereka terdapat interaksi. Interaksi terjadi jika komunikasi efektif atau dipahami.
Komunikasi dikatakan efektif jika informasi disampaikan dalam waktu singkat, jelas atau dipahami, dipersepsi atau ditafsirkan, dan
dilaksanakan sama dengan maksud komunikator oleh komunikan Hasibuan, 2007. Prinsip-prinsip komunikasi perlu diketahui untuk
mewujudkan komunikasi yang efektif.
Menurut Nawangsari 1997 prinsip-prinsip komunikasi adalah sebagai berikut:
a. Prinsip Hilang dalam Perjalanan Principle of line loss Prinsip ini mengatakan bahwa efektifitas suatu komunikasi condong
berubah menurut jaraknya. Artinya makin banyak orang campur tangan dan semakin jauh jarak komunikator maka makin besar
kemungkinannya bahwa maksud dan pesan komunikan ini diputarbalikkan, ditunda atau dihilangkan.
b. Prinsip Himbauan Emosional Principle of emotional appeal Himbauan emosi lebih cepat dikomunikan daripada himbauan pada
akal pikiran. Maksudnya gagasan atau ide akan lebih cepat didengar dan dimengerti kalau dihubungkan dengan kepentingan komunikan.
c. Prinsip Aplikasi Principle of application Makin banyak suatu cara komunikasi dipraktekkan, maka makin
banyak dimengerti. Manusia bersifat lupa, sehingga pesan atau informasi harus diulang-ulang. Dalam komuniksi terjadi proses
penyesuaian diri manusia dengan situasinya, sebagaimana juga usaha untuk menguasai keadaan karena itulah manusia berkomunikasi.
Menurut Mintzberg dalam Stoner 1996 mendefinisikan peran komunikasi dalam tiga peran manajerial, yaitu:
a. Peran antar pribadi, manajer bertindak sebagai tokoh dan pemimpin dari unit organisasinya, berinteraksi dengan karyawan, pelanggan,
pemasok dan rekan sejawat dalam organisasi. b. Peran informal, manajer mencari informasi dari rekan sejawat,
karyawanpekerja dan kontrak pribadi yang lain mengenai segala sesuatu yang mungkin mempengaruhi pekerjaan dan tanggung
jawabnya. c. Peran
pengambilan keputusan
organisasi, manajer
mengimplementasikan proyek baru, menangani gangguan dan mengalokasikan sumber daya kepada anggota unit dan departemen.
Komunikasi tidak dapat efektif secara sempurna karena ada hambatan-hambatannya, yaitu hambatan sistematis, teknis, biologis,
fisiologis dan kecakapan. Komunikasi akan efektif apabila disampaikan dengan komunikasi dua arah atau two way traffic Hasibuan, 2007.
Sedangkan, menurut Robbins 2003 beberapa hambatan dalam komunikasi efektif, diantaranya penyaringan filtering, persepsi selektif,
kelebihan informasi, defensif dan bahasa. Pendapat lainnya berasal dari Davis dalam Mangkunegara 2002
yang menyebutkan bahwa ada tiga rintangan atau hambatan dalam berkomunikasi, antara lain:
a. Rintangan pribadi Rintangan pribadi yang dimaksud adanya hambatan pribadi yang
disebabkan karena emosi, alat indera yang terganggu, kebiasaan- kebiasaan yang berlaku pada norma atau nilai budaya tertentu.
b. Rintangan fisik Rintangan fisik yang dimaksud adalah terlalu jauh jarak tempat
berkomunikasi antara sender dan receiver. Dalam hal ini, diperlukan media komunikasi seperti telepon, alat pengeras suara dan alat
komunikasi lainnya. c. Rintangan bahasa
Rintangan bahasa yang dimaksud adalah kesalahan dalam menginterpretasikan istilah kata.
Komunikasi yang baik akan dapat diselesaikan problem-problem yang terjadi dalam perusahaan. Jadi, manajemen terbuka akan
mendukung terciptanya pemeliharaan keamanan dan kesehatan loyal yang baik bagi para karyawan. Konflik yang terjadi dapat diselesaikan
melalui musyawarah dan mufakat. Disinilah pentingnya komunikasi dalam menciptakan
pemeliharaan karyawan dalam perusahaan Hasibuan, 2007.
2. Pemberian Insentif
Pihak manajemen perusahaan berusaha menciptakan iklim yang dapat memenuhi kebutuhan karyawan, karena pada umumnya orang
ingin bekerja untuk dapat memenuhi kebutuhannya. Salah satu cara yang paling efektif untuk meningkatkan loyalitas kerja karyawan adalah
melalui sistem insentif. Dengan penerapan sistem insentif tersebut, karyawan akan merasa dihargai dan dipelihara oleh perusahaan, sehingga
karyawan akan memiliki loyalitas yang tinggi dan pada akhirnya akan meningkatkan kinerja karyawan.
Insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan tertentu berdasarkan prestasi kerjanya, agar karyawan terdorong
meningkatkan produktivitas kerjanya Hasibuan, 2007. Sedangkan, menurut Rivai 2005 insentif diartikan sebagai bentuk pembayaran yang
dikaitkan dengan kinerja dan gainsharing atau bagi hasil, sebagai pembagian keuntungan bagi karyawan akibat peningkatan produktivitas
dan penghematan biaya. Terry dalam Hasibuan 2007 menyebutkan bahwa insentif secara harfiah berarti sesuatu yang merangsang atau
mempunyai kecenderungan merangsang minat untuk bekerja. Menurut Mangkunegara 2002 pengertian insentif diartikan
dalam insentif kerja, dimana insentif kerja ini merupakan suatu penghargaan dalam bentuk uang yang diberikan oleh pihak pemimpin
perusahaan kepada karyawan agar mereka bekerja dengan motivasi yang tinggi dan berprestasi dalam mencapai tujuan-tujuan perusahaan atau
dengan kata lain, insentif kerja adalah pemberian uang diluar gaji yang dilakukan oleh pihak pemimpin perusahaan sebagai pengakuan terhadap
prestasi kerja dan kontribusi karyawan kepada perusahaan. Arep dan Tanjung 2002 mengemukakan bahwa insentif adalah salah satu alat
atau sarana motivasi yang paling dominan dan mempunyai dampak terhadap perusahaan maupun suatu perusahaan.
Adapun tujuan utama dari pemberian insentif menurut Rivai 2005 adalah untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada
karyawan dalam rangka meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil kerjanya. Sedangkan, bagi perusahaan, insentif merupakan strategi untuk
meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat.
Pemberian insentif kepada karyawan merupakan salah satu cara meningkatkan loyalitas dan prestasi kerja karyawan. Dalam upaya
meningkatkan loyalitas dan prestasi kerja karyawan, pihak manajemen perusahaan harus dapat menciptakan program pemeliharaan karyawan,
yang salah satunya dengan menerapkan sistem insentif yang tepat. Menurut Dessler 2005 semua rencana insentif secara tradisional adalah
rencana pembayaran untuk kinerja. Pihak manajemen perusahaan membayar seluruh karyawan berdasarkan kinerja karyawan. Sedangkan,
Arep dan Tanjung 2002 berpendapat bahwa tidak hanya pemberian insentif berbentuk fisik seperti uang saja yang dapat memotivasi
karyawan, melainkan insentif positif yang dapat memuaskan kebutuhan non fisik seperti kebutuhan emosi dan intelektual juga harus
diperhatikan. Siagian 2004 juga berpendapat bahwa untuk lebih mendorong produktivitas kerja yang lebih tinggi, banyak perusahaan
yang menganut sistem insentif sebagai bagian dari sistem imbalan yang berlaku bagi para karyawan perusahaan.
Menurut Hasibuan 2007 insentif dapat diberikan dengan berbagai macam bentuk, antara lain:
a. Non material insentif Non material insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada
karyawan berbentuk penghargaan atau pengukuhan berdasarkan prestasi kerjanya, seperti piagam, piala, atau mendali.
b. Sosial insentif Sosial insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada
karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berupa fasilitas dan kesempatan
untuk mengembangkan
kemampuannya, seperti
promosi, mengikuti pendidikan, atau naik haji. c. Material insentif
Material insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang dan barang.
Material insentif ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan karyawan beserta keluarganya.
Program sistem insentif ada pada hampir setiap jenis pekerjaan dari tenaga kerja manual sampai profesional, manajer dan pekerja
eksekutif. Sistem insentif secara umum menurut Rivai 2005, sebagai berikut:
a. Piecework merupakan insentif yang diberikan berdasarkan jumlah output atau barang yang dihasilkan pekerja. Sistem ini bersifat
individual dan sesuai digunakan untuk pekerjaan yang outputnya sangat jelas dan dapat dengan mudah diukur serta umumnya terdapat
pada level yang sangat operasional dalam perusahaan. b. Production Bonus merupakan tambahan upah yang diterima karena
hasil kerja melebihi standar yang ditentukan, dimana karyawan juga mendapatkan upah pokok. Bonus juga dapat dikarenakan pekerja
menghemat waktu penyelesaian pekerjaan. Pada umumnya bonus dihitung berdasarkan tingkat taraf tertentu untuk masing-masing unit
prduksi. c. Commission merupakan insentif yang diberikan berdasarkan jumlah
barang yang terjual. Sistem ini biasanya digunakan untuk tenaga penjual atau wiraniaga. Sistem ini juga bersifat individual,
standarnya adalah hasil penjualan yang dapat diukur dengan jelas. d. Maturity Curve merupakan kurva yang menunjukkan jumlah
tambahan gaji yang dapat dicapai sesuai dengan prestasi kerja dan masa kerja, sehingga karyawan diharapkan terus meningkatkan
prestasi. Sistem maturity curve atau kurva kematangan ini digunakan ketika karyawan ahli atau profesional sudah mencapai tingkat gaji
maksimal. e. Merit Pay merupakan penerimaan kenaikan upah yang terjadi setelah
suatu penilaian prestasi. Kenaikan ini diputuskan oleh penyelia karyawan dan sering juga bersama atasan.
f. Pay-for-KnowledgePay-for-Skill Compensation adalah pemberian insentif yang didasarkan bukan pada apa yang dikerjakan oleh
karyawan yang menghasilkan produk nyata, tetapi pada apa yang dilakukan untuk perusahaan melalui pengetahuan yang diperoleh,
yang diasumsikan mempunyai pengaruh besar dan penting bagi perusahaan. Sistem ini memiliki dasar pemikiran, dimana seseorang
yang memiliki tambahan pengetahuan mempunyai kemungkinan tambahan tugas yang dapat dilakukan untuk perusahaan.
g. Non Monetary Incentive merupakan insentif yang bukan dalam bentuk uang. Insentif ini dapat berupa materi baru, seperti gantungan
kunci hingga topi, sertifikat dan liburan. Bentuk lain dari insentif ini dapat berupa usaha perubahan seperti rotasi kerja, perluasan jabatan
dan pengubahan gaya. h. Insentif Eksklusif merupakan bonus yang diberikan kepada para
manajer atau eksekutif atas peran yang mereka berikan unutk menetapkan dan mencapai tingkat keuntungan tertentu bagi
perusahaan. Berdasarkan jenis-jenis insentif, Hasibuan 2007 mengemukakan
ada dua jenis insentif, antara lain: a. Insentif positif
Insentif positif adalah daya perangsang dengan memberikan hadiah material atau non material kepada karyawan yang berprestasi
kerjanya di atas prestasi standar. b. Insentif negatif
Insentif negatif adalah daya perangsang dengan memberikan ancaman hukuman kepada karyawan yang berprestasi kerjanya di
bawah prestasi standar. Metode insentif yang adil dan layak merupakan daya penggerak
yang merangsang terciptanya pemeliharaan karyawan. Karena dengan pemberian insentif, karyawan merasa mendapat perhatian dan pengakuan
dari perusahaan terhadap prestasi yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan loyal karyawan akan lebih baik.
3. Peningkatan Kesejahteraan Karyawan
a. Pentingnya Kesejahteraan Karyawan Karyawan yang sudah diterima dan dikembangkan, maka
mereka perlu dimotivasi agar tetap mau bekerja pada perusahaan sampai pensiun. Untuk mempertahankan karyawan ini kepadanya
diberikan kesejahteraan dengan cara pemberian kompensasi lengkap
dan gaji tersembunyi. Kesejahteraan yang diberikan sangat berarti dan bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan fisik dan mental karyawan
beserta keluarganya. Pemberian kesejahteraan ini akan menciptakan ketenangan, semangat bekerja, dedikasi disiplin dan sikap loyal
perusahaan terhadap perusahaan, sehingga turnover karyawan relatif rendah Hasibuan, 2007.
Adapun arti sejahtera adalah suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan secara relatif dan ada rasa aman dalam
menikmatinya Hasibuan, 2007. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat berupa kebutuhan dasar seperti sandang, pangan, papan dan
kesehatan. Kebutuhan sosial psikologis diantaranya pendidikan, rekreasi, transportasi dan interaksi sosial, serta kebutuhan
pengembangan yang terdiri dari tabungan, pendidikan dan akses terhadap informasi. Apabila kebutuhan dasar dari individukeluarga
sudah dapat terpenuhi, maka dapat dikatakan bahwa tingkat kesejahteraan dari individukeluarga tersebut sudah tercapai. Arti dari
tingkat kesejahteraan welfare adalah suatu keadaan yang menyatakan tentang kualitas hidup individukeluarga pada suatu
kurun waktu tertentu. Kesejahteraan karyawan merupakan suatu balas jasa
pelengkap material dan non-material yang diberikan kepada karyawan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya adalah untuk
mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar produktivitasnya meningkat Hasibuan, 2007. Jadi kesejahteraan
dapat diartikan secara luas, yaitu sebagai kemakmuran, kebahagiaan, dan kualitas kehidupan manusia baik pada tingkat individu maupun
keluarga. b. Tujuan Kesejahteraan Karyawan
Dampak dan manfaat dari kesejahteraan karyawan yang begitu besar, sehingga mendorong perusahaan menetapkan program
kesejahteraan karyawan. Program kesejahteraan karyawan harus disusun berdasarkan peraturan yang legal berasaskan keadilan dan
kelayakan serta berpedoman kepada kemampuan perusahaan. Kesejahteraan yang diberikan oleh perusahaan hendaknya bermanfaat
dan mendorong tercapainya tujuan karyawan maupun perusahaan, serta tidak melanggar peraturan legal pemerintah Hasibuan, 2007.
Adapun tujuan-tujuan pemberian kesejahteraan karyawan menurut Hasibuan 2007, antara lain:
1 Meningkatkan kesetiaan dan ketertarikan karyawan kepada perusahaan.
2 Memberikan ketenangan dan pemenuhan kebutuhan bagi karyawan beserta keluarganya.
3 Memotivasi gairah kerja, disiplin dan produktivitas kerja karyawan.
4 Menurunkan tingkat absensi dan turnover karyawan. 5 Menciptakan lingkungan dan suasana kerja yang lebih baik dan
nyaman. 6 Membantu lancarnya pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai
tujuan. 7 Memelihara kesetiaan dan meningkatkan kualitas karyawan.
8 Mengefektifkan pengadaan karyawan. 9 Membantu pelaksanaan program pemerintah dalam meningkatkan
kualitas manusia Indonesia. 10 Mengurangi kecelakaan dan kerusakan peralatan perusahaan.
11 Meningkatkan status sosial karyawan beserta keluarganya. c. Jenis-jenis Kesejahteraan
Jenis-jenis kesejahteraan Tabel 1 yang diberikan adalah finansial dan nonfinansial yang bersifat ekonomis, serta pemberian
fasilitas dan pelayanan. Pemberian kesejahteraan perlu diprogram dengan sebaik-baiknya, supaya bermanfaat untuk mendukung tujuan
perusahaan dan karyawan. Hal ini penting supaya kesejahteraan yang pernah diberikan tidak ditiadakan karena akan mengakibatkan
karyawan malas bekerja, disiplin kerja yang merosot, kerusakan meningkat, bahkan turnover karyawan meningkat Hasibuan, 2007.
Program kesejahteraan harus diinformasikan secara terbuka dan jelas, waktu pemberiannya tepat dan sesuai dengan kebutuhan karyawan.
Tabel 1. Jenis-jenis kesejahteraan karyawan No.
Ekonomis Fasilitas
Pelayanan
1. Uang pensiun
Musalahmasjid Puskesmasdokter
2. Uang makan
Kafetaria Jemputan karyawan
3. Uang transport
Olah raga Penitipan bayi
4. Uang LebaranNatal Kesenian
Bantuan hukum 5.
BonusGratifikasi Pendidikanseminar
Penasihat keuangan 6.
Uang duka kematian Cuti dan cuti hamil Asuransiastek
7. Pakaian dinas
Koperasi dan toko Kredit rumah
8. Uang pengobatan
Izin
Sumber: Hasibuan, 2007.
4. Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut pendapat Leon C. Megginson dalam Mangkunegara 2002 pengertian istilah keselamatan mencakup dua istilah, yaitu resiko
keselamatan dan resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman atau selamat dari penderitaan kerusakan atau kerugian
ditempat kerja. Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran
listrik, terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh, penglihatan dan pendengaran. Semua itu, sering dihubungkan dengan
perlengkapan perusahaan atau lingkungan fisik dan mencakup tugas- tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan dan pelatihan. Sedangkan,
kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas dari gangguan fisik, mental, emosi, atau rasa sakit yang disebabkan oleh lingkungan
kerja. Resiko keselamatan merupakan faktor-faktor dalam lingkungan kerja yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan
yang dapat membuat stres, emosi atau gangguan fisik. Keselamatan dan kesehatan kerja mengacu kepada kondisi-
kondisi fisiologis-fiskal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja yang disediakan oleh perusahaan. Kondisi
fisiologis-fiskal meliputi penyakit-penyakit dan kecelakaan kerja seperti kehilangan nyawa atau anggota badan, cedera yang diakibatkan oleh
gerakan yang berulang-ulang, sakit punggung, penyakit-penyakit kardiovaskular dan berbagai jenis kanker. Sedangkan, kondisi-kondisi
psikologis diakibatkan oleh stres pekerjaan dan kehidupan kerja yang berkualitas rendah. Hal ini meliputi ketidakpuasan, sikap apatis,
penarikan diri, penonjolan diri, pandangan sempit, menjadi pelupa, kebingungan terhadap peran dan kewajiban, tidak mempercayai orang
lain, bimbang dalam mengambil keputusan, kurang perhatian, mudah marah, selalu menunda pekerjaan dan kecenderungan untuk mudah putus
asa terhadap hal-hal yang remeh Rivai, 2005. Menurut Mangkuprawira dan Hubeis 2007 faktor penyebab
terjadinya kecelakaan kerja dapat dilihat dari berbagai sudut, antara lain: a. Kebijakan pemerintah berupa Undang-undang Ketenagakerjaan,
peraturan pemerintah, pengadilan dan tindakan hukum. b. Kondisi pekerjaan seperti standar kerja, jenis pekerjaan fisik,
kenyamanan kerja, prosedur petunjuk kerja dan kontrol. c. Kondisi kenyamanan meliputi keterampilan karyawan, kondisi
kesehatan fisik dan mental karyawan. d. Kondisi fasilitas perusahaan berupa ketersediaan fasilitas seperti
fasilitas kesehatan dan fasilitas asuransi kecelakaan, kondisi ruangan kerja, pelatihan dan sosisalisasi.
Perusahaan yang dapat menurunkan tingkat dan beratnya kecelakaan-kecelakaan kerja, penyakit dan hal-hal yang berkaitan dengan
stres, serta mampu meningkatkan kualitas kehidupan kerja para karyawannya, maka perusahaan akan semakin efektif. Adapun tujuan dan
pentingnya keselamatan kerja menurut Rivai 2005, antara lain: a. Meningkatnya produktivitas karena menurunnya jumlah hari kerja
yang hilang. b. Meningkatnya
efisiensi dan
kualitas pekerja
yang lebih
berkomitmen. c. Menurunnya biaya-biaya kesehatan dan asuransi.
d. Tingkat kompensasi pekerja dan pembayaran langsung yang lebih rendah karena menurunnya pengajuan klaim.
e. Fleksibilitas dan adaptabilitas yang lebih besar sebagai akibat dari meningkatnya partisipasi dan rasa kepemilikan.
f. Rasio seleksi tenaga kerja yang lebih baik karena meningkatnya citra perusahaan.
Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja menurut Mangkunegara 2002, adalah sebagai berikut:
a. Setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial dan psikologis.
b. Setiap kelengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan seefektif mungkin.
c. Semua hasil produksi dipelihara keamanannya. d. Adapun jaminan atas pemeliharaan dan peningkaan kesehatan gizi
pegawai. e. Meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.
f. Terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
g. Setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam kerja. Pencegahan kecelakaan adalah suatu bagian utama dari fungsi
pemeliharaan karyawan, tetapi hanya merupakan satu bagian dari suatu program yang menyeluruh. Kondisi fisik karyawan dapat terganggu
melalui penyakit, ketegangan dan tekanan seperti halnya melalui kecelakaan. Hal yang penting bagi perusahaan untuk memperhatikan
kesehatan karyawan yakni fisik dan mental karyawan Flippo, 1996. Menurut Hasibuan 2007 keselamatan dan kesehatan kerja akan
menciptakan terwujudnya
pemeliharaan karyawan
yang baik.
Keselamatan dan kesehatan kerja ini harus ditanamkan pada diri masing- masing individu karyawan melalui penyuluhan dan pembinaan yang baik,
agar karyawan menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja bagi dirinya maupun untuk perusahaan. Apabila banyak terjadi
kecelakaan, karyawan banyak yang menderita, absensi meningkat,
produksi menurun dan biaya pengobatan semakin besar. Ini semua akan menimbulkan kerugian bagi karyawan maupun perusahaan bersangkutan,
karena mungkin karyawan terpaksa berhenti bekerja sebab cacat dan perusahaan kehilangan karyawannya. Keselamatan dan kesehatan kerja
ini merupakan tindakan kontrol preventif yang mendorong terwujudnya pemeliharaan yang baik.
5. Hubungan Industrial Pancasila HIP
Hubungan industrial memusatkan perhatiannya pada pola perilaku dan interaksi pekerja dan pengusaha. Sementara didalamnya terdapat
sejumlah isu meliputi: pekerja dan serikat pekerja, pengusaha dan asosiasi pengusaha, peraturan hukum dan perundang-undangan, peran-peran
tertentu yang berupaya menjembatani interaksi antara pekerja, serikat pekerja dan pengusaha, negosiasi antara serikat pekerja dan pengusaha,
industrial dan representatif pemerintah, aspek-aspek politik, sosial, ekonomi dan kultural yang mempengaruhi hubungan industrial serta
fenomena konflik industrial Irianto, 2001. Pengertian hubungan industrial menurut Derry, Plowman dan
Walsh dalam Irianto 2001 adalah menyangkut tentang perilaku dan interaksi orang-orang di tempat kerja, dimana yang menjadi perhatian
adalah bagaimana individu, kelompok dan kelembagaan dalam membuat keputusan tentang bentuk hubungan pekerjaan antara pihak manajemen
atau pengusaha dengan pekerjanya. Sedangkan, Flanders dan Clegg dalam Irianto 2001 mendefinisikan hubungan industrial sebagai studi
tentang kelembagaan regulasi pekerjaan di tempat kerja. Hubungan Industrial Pancasila adalah hubungan antara para
pelaku dalam proses produksi barang dan jasa buruh, pengusaha dan pemerintah didasarkan atas nilai yang merupakan manifestasi dari
keseluruhan sila-sila Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, yang tumbuh dan berkembang diatas kepribadian bangsa dan kebudayaan
nasional Indonesia Hasibuan, 2007.
Adapun ciri-ciri khas dari hubungan industrial Pancasila menurut Hasibuan 2007 adalah sebagai berikut:
a. HIP didasarkan atas kelima sila Pancasila. b. HIP ialah hubungan perburuhan yang secara keseluruhan dijiwai
oleh kelima sila Pancasila. c. HIP didasarkan atas suasana serta keserasian, keselarasan dan
keseimbangan antara
pihak-pihak yang
tersangkut dalam
keseluruhan proses produksi, yaitu buruh, pengusaha, pemerintah dan masyarakat umum.
d. HIP berpegang pula pada Tridharma dimana antara buruh, pengusaha dan pemerintah tercipta saling merasa ikut memiliki,
memelihara, mempertahankan dan terus-menerus mawas diri, yang mengandung asas partnership dan tanggung jawab bersama.
HIP juga sebagai wahana menuju ketenangan kerja dan stabilitas soisal ekonomi untuk pembangunan nasional. Dengan demikian, dalam
HIP tidak ada tempat bagi sikap saling berhadap-hadapan atau penindasan oleh yang kuat terhadap yang lemah. Jadi, HIP juga mewujudkan
terciptanya pemeliharaan karyawan yang baik.
2.6. Loyalitas Karyawan
Loyalitas berasal dari kata loyal yang berarti setia. Loyalitas dalam perusahaan dapat diartikan sebagai kesetiaan seorang karyawan terhadap
perusahaan. Velasques dalam Sudimin 2003 mengatakan bahwa kewajiban karyawan adalah bekerja dengan baik untuk mencapai tujuan perusahaan dan
menghindari aktivitas yang dapat mengancam atau mengganggu pencapaian tujuan tersebut dan bukan untuk kepentingan atau manfaat pribadi karyawan.
Hal yang bisa menimbulkan kesulitan terhadap terwujudnya loyalitas adalah konflik kepentingan conflict of interest, yaitu konflik antara kepentingan
pribadi karyawan dan kepentingan perusahaan. Demi kepentingan pribadi, karyawan tidak boleh menjalankan kegiatan yang bersaing dengan
perusahaannya. Selain itu, konflik kepentingan juga bisa muncul dengan terjadinya penggabungan beberapa jenis pekerjaan.
Menurut Sudimin 2003 loyalitas berarti kesediaan karyawan dengan seluruh kemampuan, keterampilan, pikiran dan waktu untuk ikut serta
mencapai tujuan perusahaan dan menyimpan rahasia perusahaan serta tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan perusahaan selama orang itu
masih berstatus sebagai karyawan. Kecuali menyimpan rahasia, hal-hal itu hanya dapat dilakukan ketika karyawan masih terikat hubungan kerja dengan
perusahaan tempatnya bekerja. Fletcher dalam Sudimin 2003 merumuskan loyalitas sebagai kesetiaan kepada seseorang dan tidak meninggalkan atau
membelot serta tidak menghianati yang lain pada waktu diperlukan. Menurut Robbins 2005 pengertian loyalitas yang berkaitan dengan
tingkat kepercayaan adalah suatu keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan wajah bagi orang lain. Bila seseorang memiliki loyalitas dan
kepercayaan terhadap suatu hal, maka orang tersebut bersedia berkorban dan setia terhadap hal yang dipercayainya tersebut. Jadi, loyalitas memiliki
hubungan positif terhadap tingkat kepercayaan, semakin tinggi tingkat kepercayaan karyawan terhadap perusahaan, maka semakin tinggi pula tingkat
loyalitas karyawan tersebut terhadap perusahaan. Loyalitas merupakan tekad dan kesanggupan untuk mentaati,
melaksanakan dan mengamalkan sesuatu yang ditaati dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab Flippo, 1996. Karyawan yang loyal sangat
dihargai oleh perusahaan karena perusahaan sangat membutuhkan karyawan- karyawan yang loyal untuk kelangsungan perusahaanya dalam menentukan
maju mundurnya perusahaan di masa mendatang. Banyak faktor yang menjadikan seorang karyawan menjadi loyal, diantaranya kepuasan kerja,
kompensasi atau insentif, komunikasi yang efektif, motivasi yang diberikan oleh perusahaan, tempat kerja yang nyaman, pengembangan karir, pengadaan
pelatihan dan pendidikan karyawan, partisipasi kerja, pelaksanaan kesehatan dan keselamatan kerja, serta hubungan dengan karyawan lain.
2.7. Pengaruh Pemeliharaan Karyawan Terhadap Loyalitas