Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Kondisi Limbah

seharusnya tidak dilakukan oleh penebang melainkan oleh scaller, untuk itu perlu dilakukan pelatihan dan pengawasan dalam kegiatan membagi batang ini. Sastrodimejo dan Simarmata 1981 menyatakan bahwa cara kerja atau penguasaan teknik kerja yang baik akan mempengaruhi volume limbah yang terjadi. Pada penelitian ini, selain keterampilan penebang, kondisi pohon karena cacat alami yaitu busuk hati, busuk batang, gerowong, bengkok, dan bonggol menyebabkan log kayu yang dimanfaatkan menjadi berkurang. Sehingga limbah yang terjadi pada batang bebas cabang semakin besar.

5.6 Volume dan Persentase Limbah Pemanenan Kayu Berdasarkan Kondisi Limbah

Limbah pemanenan kayu yang terjadi di petak tebang maupun TPn kondisi limbahnya terbagi menjadi tiga bagian, yaitu: cacat alami, cacat mekanis, dan baik. Cacat alami adalah cacat yang terjadi karena keadaan pohon yang ditebang, cacat alami dapat berupa mata kayu, busuk hati, gerowong, bengkok dan sebagainya. Cacat mekanis adalah cacat yang disebabkan kesalahan teknis. Kesalahan dalam kegiatan penebangan, penyaradan, muat bongkar dan pengangkutan yang dapat menimbulkan limbah berupa pecah, belah dan hancur. Matangaran et al. 2000 menyatakan bahwa limbah pemanenan merupakan limbah mekanis yang terjadi akibat kegiatan pemanenan kayu, selain itu terdapat pula limbah alami defect yang terjadi secara alami tidak memenuhi persyaratan yang diinginkan. Rata-rata volume limbah di petak manual berdasarkan kondisinya yang terjadi di petak tebang dapat ditampilkan pada Tabel 9. Sedangkan rata-rata volume limbah di petak mekanis berdasarkan kondisinya yang terjadi di petak tebang dan TPn dapat di tampilkan pada Tabel 10. Tabel 9 Volume limbah berdasarkan kondisinya di petak manual Kondisi limbah Volume total m 3 Volume rata-ratam 3 ha 1. Cacat alami a. gerowong 0,05 0,003 b. Busuk hati 0,73 0,05 c. Busuk batang 3,60 0,23 d. Bengkok 2,88 0,19 e. Bonggol 0,63 0,04 2. Cacat mekanis a. Pecah 1,68 0,10 b. Belah 0,00 0,00 c. Hancur 0,00 0,00 3. Tanpa cacat 10,18 0,69 Tabel 10 Volume limbah berdasarkan kondisinya di petak mekanis Kondisi limbah Volume total m 3 Volume rata-ratam 3 ha 1. Cacat alami a. gerowong 0,00 0,00 b. Busuk hati 6,26 0,36 c. Busuk batang 0,04 0,002 d. Bengkok 9,38 0,53 e. Bonggol 0,69 0,04 2. Cacat mekanis a. Pecah 3,28 0,20 b. Belah 0,15 0,008 c. Hancur 0,87 0,047 3. Tanpa cacat 21,76 1,34 Kedua lokasi di petak manual dan petak mekanis dengan kondisi limbah terbesar terjadi di petak manual, limbah dalam kondisi tanpa cacat sebesar 0,69 m 3 ha dan pada petak mekanis limbah dalam kondisi tanpa cacat sebesar 1,34 m 3 ha, selanjutnya di petak manual diikuti dengan busuk batang, bengkok, pecah, busuk hati, bonggol dan gerowong. Sedangkan di petak mekanis selanjutnya diikuti dengan kondisi limbah yang bengkok, busuk hati, pecah, bonggol, hancur, belah dan busuk batang. Limbah dalam keadaan tanpa cacat ini sebagian berasal dari batang atas dan batang bebas cabang berupa potongan pangkal dan potongan ujung akibat kegiatan trimming. Banyaknya limbah dalam keadaan tanpa cacat ini, apalagi pada petak mekanis menunjukan kurangnya keterampilan penebang melakukan kegiatan trimming sehingga tidak mengoptimalkan batang yang dimanfaatkan. Pada petak manual dan mekanis limbah terbesar selanjutnya ini busuk batang dengan bengkok ini dikarenakan kurang terampilnya penebang dalam menentukan kondisi pohon yang akan ditebang dan kerapatan pohon yang sangat rapat sehingga kesulitan dalan melihat kondisi pohon sampai ke atas tajuk dan kondisi lapang yang sangat sulit. Selain kurangnya keterampilan penebang, penentuan arah rebah sangat berpengaruh terhadap terjadinya limbah yaitu pembuatan takik rebah dan takik balas. Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang sempurna dapat menimbulkan kerusakan pada pangkal batang berupa pecah pangkal dan timbul serabut pada pangkal barberchair Gambar 10 sehingga harus dilakukan pemotongan pada bagian pangkal yang pecah dan berserabut tersebut. Gambar 10 Pecah pangkal dan timbul serabut pada pangkal barberchair. Cacat alami yang ditemukan dalam penelitian ini pada petak manual dan mekanis yaitu gerowong, busuk hati, busuk batang, bengkok, dan bonggol. Penebang biasanya dapat menduga apakah suatu pohon dapat berlubang atau gerowong dengan cara memukulkan parangnya pada pohon. Bila pohon yang dicurigai berlubang besar, penebang harus melakukan potongan secara vertikal untuk menentukan besarnya lubang. Bila ukuran lubang pada pohon tersebut melebihi batas toleransi yang ditentukan oleh standar pemanfaatan dari perusahaan, pohon tersebut tidak perlu ditebang. Limbah pada petak manual dan mekanis dalam keadaan busuk batang dan busuk hati masing-masing sebesar 0,23 m 3 ha dan 0,36 m 3 ha. Penebang tidak mengetahui pohon tersebut busuk batang dan busuk hati karena diameter kayu yang ditebang besar dan nampak sehat. Ketika penebang memeriksa pohon yang akan ditebang, pohon dinyatakan sehat, namun setelah ditebang ternyata pohon tersebut dalam kondisi busuk batang dan busuk hati, kasus ini banyak peneliti temukan pada petak mekanis dengan pohon yang dilihat dari luar dalam kondisi sehat dan diameternya besar ternyata setelah ditebang dalam kondisi busuk hati, kemungkinan kasus seperti ini kurang telitinya penebang dalam melakukan pengontrolan pohon saat penebangan, dan ingin mengincar target produksi yang banyak dengan waktu yang cepat. Rata-rata limbah pada petak manual yang diakibatkan cacat alami lainnya adalah gerowong sebesar 0,003 m 3 ha dan dalam keadaan bonggol sebesar 0,04 m 3 ha sedangkan pada petak mekanis yang diakibatkan cacat alami lainnya adalah busuk batang sebesar 0,002 m 3 ha dan dalam keadaan bonggol sebesar 0,04 m 3 ha. Cacat mekanis yang ditemukan dalam penelitian ini pada petak manual yaitu hanya pecah saja sebesar 0,1 m 3 ha sedangkan pada petak mekanis yaitu berupa pecah, belah, hancur dengan limbah masing-masing sebesar 0,2 m 3 ha, 0,008 m 3 ha dan 0,047 m 3 ha. Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak manual dapat dilihat pada Gambar 11 dan persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak mekanis dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 11 Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak manual. tanpa cacat, gerowong, busuk hati, busuk batang, bengkok, bonggol, pecah, belah. 51,52 8,52 3,19 14,59 18,26 3,69 0,27 Gambar 12 Persentase limbah berdasarkan kondisi limbah pada petak mekanis. tanpa cacat, belah, busuk hati, busuk batang, bengkok, bonggol, pecah, hancur. Persentase limbah dalam keadaan tanpa cacat pada kedua petak yakni petak manual dan mekanis sangat besar masing-masing sebesar 51,52 di petak manual dan di petak mekanis sebesar 51,29 menunjukan bahwa pemanfaatan kayu yang masih kurang efisien. Limbah dalam kondisi tanpa cacat ini terjadi dikarenakan belum adanya pemanfaatan dari log yang berdiameter kecil terutama dari batang bagian atas dan dahan. Untuk itu perlu dilakukan pengkajian secara teknis maupun ekonomis terhadap batang bagian atas dahan ini. Melihat besarnya volume persentase limbah kondisi tanpa cacat yang berasal dari kegiatan pemanenan ini maka perlu dicari alternatif dan teknologi pemanfaatannya agar bisa meningkatkan nilai tambah kayu dan upaya penekanan yang mungkin bisa dilakukan dalam meminimalkan limbah. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memninimalkan limbah yang terjadi dalam pemanena kayu antara lain: meningkatkan keterampilan para pekerja, terutama operator penebang melalui kursus atau latihan kerja, memperbaiki sistem manajemen, terutama pengawasan dari pimpinan dan koordinasi kerja di lapangan, mendirikan industri kayu terpadu yang dapat memanfaatkan limbah sebagai sumber bahan bakunya, perencanaan dan pelaksanaan yang baik dalam kegiatan pemanenan kayu terutama pada kegiatan penebangan dan penyaradan. Limbah dalam kondisi tanpa cacat ini masih mungkin untuk diambil dan dimanfaatkan selanjutnya diarahkan untuk dapat dimanfaatkan semaksimal 51.29 2,05 7,72 1,63 22,1 0,09 0,36 14,76 mungkin untuk bantalan rel, jari-jari rel, untuk pembuatan jalan sarad, pembuatan camp pekerja dan pembuatan gambangan logfisher serta juga bisa digunakan untuk bahan baku industri perkayuan, karena kayu-kayu yang berada di tempat penelitian ini merupakan kayu-kayu yang bernilai ekonomis tinggi dan sangat susah untuk didapatkan jadi sangat bagus untuk bahan baku industri perkayuan. Budiaman 2000 menyatakan bahwa 43 dari limbah pemanenan di hutan alam dapat dimanfaatkan untuk bahan baku produk lanjutan dan 44 diantaranya digunakan sebagai bahan baku gergajian, core veneer, dan chip, dan 42 dari limbah batang layak dikeluarkan sebagai log. Menurut Widarmana et al. 1973 menyebutkan bahwa produk tertentu, misalnya kayu-kayu limbah tebanganyang berdiameter ≥ 30 cm dapat digunakan sebagai bahan pengahara industri sawmill.

5.7 Analisis Hubungan Faktor yang Berpengaruh Terhadap Volume Limbah Akibat Kegiatan Penebangan