Faktor Eksploitasi TINJAUAN PUSTAKA

d. Gabungan chipper dan sawmill dilakukan karena pada industri sawmill masih banyak kayu yang dapat dibuat chips. Dengan demikian disamping dapat meningkatkan keuntungan, penggabungan sawmill dan chipper ini menunjang upaya pemanfaatan bahan baku semaksimal mungkin. e. Pemanfatan limbah sebagai bahan baku papan partikel sangat tepat karena permintaan produk papan ini dipasaran terus meningkat. Kayu limbah yang telah dikelompokkan kemudian diolah menjadi berbagai barang jadi sesuai jenis kayu dan tujuan pemanfaatan. Misalnya untuk komponen furnitur, perkakas rumah tangga, mainan, dan lain-lain. Langkah-langkah pemanfaatan kayu limbah adalah sebagai berikut Malik 2000: a. Pengumpulan dari hutan ke Tempat Pengumpulan Kayu Limbah TPKL. b. Pengangkutan dari TPKL ke sentra-sentra industri. c. Penyortiran, kayu dipisahkan berdasarkan jenis dan ukurannya. d. Pengolahan.

2.4 Faktor Eksploitasi

Faktor eksploitasi merupakan perbandingan antara banyaknya produksi kayu yang dihasilkan dari suatu areal hutan dengan potensi standingstock-nya yaitu sebesar 0,7 dan dimasukkan dalam penentuan target produksi Matangaran et al. 2000. Faktor eksploitasi adalah perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan. Batang yang dimanfaatkan adalah bagian batang yang sampai di logpond dan siap dipasarkan, sedangkan bagian batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan adalah bagian batang dari atas tunggak yang diizinkan sampai cabang pertama Dulsalam dan Simarmata 1985. Sianturi et al. 1984 mendefinisikan faktor eksploitasi adalah indeks yang menunjukkan persentase volume pohon yang dimanfatkan dari volume pohon yang ditebang. Bagian dari pohon bebas cabang yang tidak dimanfaatkan disebut limbah. Oleh karena itu persentase pohon yang dimanfaatkan ditambah persentase limbah sama dengan 100 persen. Faktor eksploitasi merupakan suatu faktor yang menentukan besarnya target tebangan tahunan. Makin besar faktor eksploitasi makin besar target produksi tahunan. Faktor eksploitasi dapat juga dipakai untuk memperkirakan realisasi dari produksi kayu di suatu areal hutan. Dengan perkiraan ini dapat ditaksir besarnya royalti yang harus dibayar di hutan tersebut. Dengan cara penetapan yang demikian maka kayu yang dimanfaatkan akan meningkat, yaitu dalam memanfaatkan kayu limbah yang selama ini umumnya ditinggalkan di hutan untuk menghindari royalti dari kayu tersebut. Besarnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Lempang et al. 1995 menyatakan bahwa tinggi rendahnya faktor eksploitasi dipengaruhi oleh: 1. Faktor non teknis, terdiri dari keadaan lapang, sifat kayu, cacat kayu, kerapatan tegakan dan situasi pemasaran. 2. Faktor teknis meliputi: a. Pengorganisasian dan koordinasi antara penebang, penyarad dan juru ukur, perencana hutan, peralatan, pengangkutan log, kemampuan memproses dan memanfaatkan kayu di industri, keterampilan penebang dan penyarad, pengawasan aparat dan petugas perusahaan, penetapan kualitas, serta kondisi jalan angkutan. b. Kebijakan perusahaan dan tujuan pemasaran. c. Kebijakan pemerintah dan aturan-aturan ke industri dan pemukiman masyarakat setempat. Menurut Dulsalam 1995 pada hakekatnya faktor eksploitasi sangat erat kaitannya dengan limbah pemanenan kayu. Semakin besar limbah pemanenan kayu yang terjadi maka akan semakin kecil tingkat eksploitasi yang didapat dan semakin kecil limbah pemanenan kayu yang terjadi akan semakin besar faktor eksploitasi pemanenan hutan. Kelas diameter menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap besarnya faktor eksploitasi. Makin besar diameter batang maka semakin besar limbah pemanenan kayu, sehingga faktor eksploitasi semakin kecil Dulsalam dan Simarmata 1985. Hubungan antara diameter setinggi dada dan panjang kayu bebas cabang dengan faktor eksploitasi di hutan alam Dipterokarpa Pulau Laut merupakan fungsi kuadratik, dan berlaku bagi Unit Kegiatan Pulau Laut Utara dan Pulau Laut Selatan. Besarnya faktor eksploitasi di hutan alam Pulau Laut yaitu 80 Sianturi et al. 1995. Besarnya faktor eksploitasi rata-rata jenis Meranti di Jambi, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Timur adalah 0,8. Faktor eksploitasi ini dipengaruhi oleh diameter batang, makin besar diameter batang makin besar faktor eksploitasi. Pada penelitian Lempang et al. 1995 besarnya faktor eksploitasi pada hutan alam di Sulawesi Selatan yaitu sebesar 0,8. Penentuan faktor eksploitasi Fe di hutan alam dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut Abidin 1994: Fe = indeks tebang x indeks sarad x indeks angkut Indeks tebang = Volume batang siap sarad Volume pohon yang ditebang Indeks sarad = Volume batang siap angkut Volume batang siap sarad Indeks angkut = Volume batang di TPK Volume batang siap angkut

2.5 Hutan Rawa Gambut