bahwa pelelangan di PPI Muara Angke berjalan baik berdasarkan kriteria dan ketentuan yang berlaku.
Sebagaimana telah dikemukakan di atas, fakta-fakta tersebut telah menunjukkan indikasi awal tentang seberapa besar kemampuan pelelangan hasil
tangkapan oleh pengelola TPI di PPI Muara Angke. Selanjutnya, perlu diteliti lebih mendalam lagi mengenai kemampuan pelelangan tersebut, termasuk
persepsi para pengguna pelabuhan nelayan, pedagang-pembeli, pengolah- pembeli terhadap kegiatan pelelangan dan faktor-faktor yang perlu diperbaiki
dan dikembangkan dalam proses pelelangan di PPI Muara Angke ke depannya. Penelitian ini sangat penting dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang hal-
hal tersebut di atas serta menguraikan kemampuan penyelenggaraan pelelangan hasil tangkapan pengelola TPI PPI Muara Angke.
1.2 Perumusan masalah
1 Belum diketahuinya kemampuan pelelangan hasil tangkapan di TPI
pangkalan pendaratan ikan Muara Angke; dan 2
Belum diketahuinya persepsi para pengguna pelabuhan perikanan nelayan, pedagang-pembeli, pengolah terhadap pelelangan di TPI PPI
Muara Angke.
1.3 Tujuan
1 Mengetahui kemampuan pelelangan hasil tangkapan pihak pengelola
pelelangan di TPI PPI Muara Angke; dan 2
Mengetahui persepsi para pengguna di TPI PPI Muara Angke nelayan, pedagang-pembeli, pengolah terhadap kegiatan pelelangan di PPI Muara
Angke sehubungan dengan kemampuan pelelangan pihak pengelola TPI.
1.4 Manfaat penelitian
1 Memberikan gambaran tentang kemampuan pelelangan hasil tangkapan di
PPI Muara Angke bagi pengelola pelelangan di PPI Muara Angke sehingga dapat memperbaiki serta mengembangkan aspek kemampuan
pelelangan; dan
2 Memberikan informasi mengenai persepsi para pengguna pelabuhan
perikanan terhadap pelelangan hasil tangkapan bagi masyarakat dan instansi-instansi terkait di DKI Jakarta.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Hasil tangkapan
Hasil tangkapan adalah “pencipta” berbagai kegiatan di pelabuhan
perikanan atau yang menjadi daya tarik utama dan awal untuk kegiatan-kegiatan di PPPPI. Ketiadaan hasil tangkapan yang didaratkan di PPPPI membuat
disfungsi suatu PPPPI. Tanpa adanya hasil tangkapan yang tetap dan berkelanjutan akan menjadikan PPPPI tidak bekerja secara maksimal dan sangat
minim. Menurut Pane 2006 vide Hardani 2008, ketidakadaan hasil tangkapan yang didaratkan di PP
PPI, membuat “mati”-nya suatu PPPPI, sekurang- kurangnya menjadikan PPPPI hanya berfungsi minimalis yaitu hanya sebagai
penjual atau pelayanan jasa kebutuhan melaut saja. Hasil tangkapan ikan berdasarkan tujuan penangkapannya dapat dibedakan
menjadi dua yaitu hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan, sedangkan jika dilihat dari nilai ekonomis, hasil tangkapan dapat dibagi dua yaitu
hasil tangkapan ekonomis penting dan hasil tangkapan non ekonomis penting. Hasil tangkapan utama merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis penting dan
dicari oleh konsumen. Nilai ekonomis hasil tangkapan utama ini akan menjadi nilai tambah bagi nelayan dalam penjualan hasil tangkapannya dibandingkan hasil
tangkapan sampingan. Agar nilai ekonomis hasil tangkapan tetap terjaga perlu dilakukan proses pengelolaan serta penanganan yang baik pula. Proses
pengelolaan hasil tangkapan tersebut adalah: pendaratan hasil tangkapan, penanganan hasil tangkapan, dan distribusi hasil tangkapan.
2.1.1 Pendaratan hasil tangkapan
Proses pendaratan ikan meliputi pembongkaran hasil tangkapan mulai dari palka kapal ke dek kapal, penurunan dari dek kapal ke dermaga bongkar serta
pengangkutan dari dermaga ke tempat pelelangan ikan TPI Pane 2006. Menurut Nurjannah 2000, pendaratan ikan merupakan suatu proses yang
dilakukan setelah kapal bertambat di dermaga pelabuhan dan setelah menyelesaikan perizinan bongkar.
Rahadiansyah 2003 menyebutkan bahwa pembongkaran ikan dari palkah ke atas dek atau ke dalam keranjang basket pada saat di pelabuhan harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1
Pembongkaran harus dilakukan pada waktu pagi hari untuk menghindari pengaruh langsung panas matahari;
2 Mata rantai pendingin harus tetap terjaga, artinya di tempat pembongkaran
harus dipersiapkan wadah-wadah yang diisi dengan air dingin; 3
Cara pengangkatan ikan harus sedemikian rupa, sehingga badan ikan tidak tertekuk; dan
4 Tempat-tempat yang runcing, tajam yang akan dilalui oleh ikan harus
diberlapisan pelunak, sehingga tidak merusak kulit ikan. Pembongkaran hasil tangkapan umumnya dilakukan di dekat TPI agar
pengangkutan hasil tangkapan dapat berlangsung dengan cepat Rachmatulla 2008. Menurut Ilyas 1983, muatan hasil tangkapan harus segera dibongkar
dengan cara hati-hati, cermat, beraturan, higienik dan tetap memperhatikan suhu ikan serendah mungkin. Oleh karena itu, pembongkaran hasil tangkapan harus
dilakukan dengan cepat, hati-hati, cermat dan diusahakan tidak terkena cahaya matahari langsung agar mutu hasil tangkapan dapat terjaga.
2.1.2 Penanganan hasil tangkapan
Penanganan yang baik adalah penanganan yang dapat mempertahankan kondisi ikan tetap segar. Menurut Anonymus 1991 vide Mulyadi 2007, prinsip
penanganan adalah segera mengawetkan dan atau mendinginkan ikan sampai sekitar suhu 0
C secara cepat, cermat dan menerapkan aspek sanitasi higienis serta mempertahankan suhu rendah selama proses penanganan sampai saat ikan
diserahkan ke konsumen akhir. Cara yang dapat dilakukan agar ikan mati dapat dipertahankan dalam
keadaan segar, yaitu dengan penanganan yang cermat, hati-hati dan bersih, serta penggunaan suhu rendah. Tujuan utama dari penanganan ikan adalah mencegah
atau memperkecil kerusakan ikan sejak ditangkap, selama penyimpanan di kapal, pembongkaran, pelelangan dan distribusi hingga saat didistribusi sebagai ikan
basah atau bahan mentah pabrik pengolahan Kutipah 2002.
Sejak ikan diangkat dari air, selama penyimpanan dan didistribusikan dari pedagang perantara sampai kepada konsumen atau pabrik pengolahan, ikan
tersebut akan mengalami kemunduran kualitasmutu. Menurut Rahayu 2000, berbagai penyebab turunnya atau rusaknya mutu ikan segar adalah :
1 Tidak memperhatikan kebersihan baik alat-alat, wadah ikan palka, peti kotak
ikan kebersihan dek kapal serta air untuk mencuci ikan; 2
Bekerja tidak hati-hati, ceroboh dan kasar sehingga menyebabkan tubuh ikan menjadi luka, sobek, patah, atau remuk;
3 Bekerja sangat lambat, terutama saat memisahkan atau memilih ikan di atas
dek kapal; 4
Membiarkan ikan di tempat terbuka dan terkena sinar matahari secara langsung;
5 Menggunakan alat-alat yang keras dan tajam, misalnya ganco, garpu, sekop
dan lain-lain sehingga dapat merusak tubuh ikan; 6
Menggunakan garam atau es untuk pengawet dalam jumlah yang kurang tidak mencukupi;
7 Menggunakan pecahan es yang ukurannya terlalu besar dan es yang dicampur
dengan ikan tidak merata; 8
Mencampur ikan yang telah busuk dengan ikan yang masih segar; 9
Pembongkaran ikan dari palka dan pengangkutan ikan ke tempat pelelangan dilakukan dengan kasar; dan
10 Setelah di tempat pelelangan, ikan yang disimpan dalam keranjang basket
tidak diberi es tambahan. Penurunan mutu ikan tidak dapat dihentikan secara total, yang dapat
diusahakan hanyalah memperlambat proses penurunan tersebut. Untuk memperlambat proses penurunan mutu ikan, diperlukan suatu penangan yang
baik, sehingga kerusakan dan proses pembusukan ikan dapat diperlambat.
2.1.3 Pendistribusian hasil tangkapan
Distribusi adalah istilah yang biasa digunakan dalam pemasaran untuk menjelaskan bagaimana suatu produk tersedia bagi konsumen dalam fungsi jarak
dan waktu. Sistem distribusi hasil tangkapan yang baik menentukan kelancaran
transaksi hasil tangkapan yang sifatnya lekas busuk perishable, yaitu cepatnya transaksi yang dapat menentukan kesegaran hasil tangkapan hingga ke tangan
konsumen. Cepatnya proses transaksi dipengaruhi oleh besarnya permintaan demand. Semakin besar permintaan terhadap hasil tangkapan maka biasanya
akan semakin cepat proses distribusi yang terjadi. Besarnya permintaan sendiri tergantung pada banyaknya konsumen dan besarnya preperensi masyarakat
terhadap jenis hasil tangkapan tertentu Hanafiah dan Saefuddin 1983. Selama proses pendistribusian, transportasi memegang peranan yang
penting. Transportasi atau pengangkutan merupakan bergeraknya atau pemindahan produk dari tempat penjualan ke tempat dimana produk tersebut akan
dipakai. Jika suatu produk yang didistribusikan tidak sesuai dengan keinginan konsumen dalam fungsi waktu maka dipastikan bahwa proses distribusi tersebut
gagal. Agar hal tersebut tidak terjadi maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan, menurut Mc Donald 1993 vide Yustiarani 2008 adalah: cara
pengangkutan yang akan digunakan, dan jadwal penyampaian produk. Hal ini disebut sebagai saluran distribusi.
Saluran distribusi yang baik sangat diperlukan dalam proses distribusi hasil tangkapan. Menurut Swastha dan Ibnu Sukotjo 2000, saluran distribusi untuk
suatu barang adalah saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang tersebut dari produsen ke konsumen. Menurut Kotler 1992 terdapat
empat macam saluran distribusi yaitu : 1
Saluran tingkat nol produsen-konsumen; 2
Saluran tingkat satu produsen-pengecer-konsumen; 3
Saluran tingkat dua produsen-grosir-pengecer- konsumen; dan 4
Saluran tingkat tiga produsen-grosir-distributor-pengecer-konsumen. Kegiatan pemasaran hasil tangkapan yang dilakukan di suatu pelabuhan
perikanan bisa bersifat lokal, nasional, dan ekspor tergantung dari tipe pelabuhan tersebut. Sistem rantai pemasaran distribusi yang terdapat di beberapa pelabuhan
perikanan di Indonesia Misran 1995 dalam Yustiarani 2008 :
1 TPI Pedagang besar Pedagang lokal Pengecer
Konsumen 2
TPI Pedagang besar Pedagang lokal Konsumen 3
TPI Pengecer Konsumen
Rantai pemasaran yang baik adalah rantai menghubungkan TPI dengan konsumen secara lebih cepat. Semakin banyak pihak yang terkait dalam rantai
pemasaran akan semakin menurunkan nilai beli yang diperoleh konsumen dan menurunkan mutu ikan. Semakin cepat proses pemasaran sampai ke konsumen
akan memungkinkan agar mutu ikan tetap terjaga.
2.2 Pelelangan dan kemampuan pelelangan ikan 2.2.1 Pelelangan
Pelelangan adalah satu alat pembentuk harga melalui artificial market pasar buatan dengan mempertemukan penjual sellers dan pembeli buyers. Menurut
Bustami 2001, pelelangan ikan adalah suatu kegiatan disuatu tempat pelelangan ikan guna mempertemukan antara penjual dan pembeli ikan sehingga terjadi
tawar-menawar harga ikan yang mereka sepakati bersama. Dengan demikian, pelelangan ikan adalah salah satu mata rantai tata niaga ikan. Pelelangan ikan
merupakan mata rantai pemasaran nelayan sebagai produsen dengan pembeli dan konsumen lainnya. Kegiatan pelelangan berperan dalam menentukan harga hasil
tangkapan yang dilelang. Menurut UPT PKPP dan PPI Propinsi DKI Jakarta 2005, tujuan
penyelenggaraan pelelangan ikan adalah : 1
Perolehan harga ikan yang layak bagi nelayan secara tunai dan tidak memberatkan pembeli;
2 Pemutusan terhadap ikatan-ikatan yang bersifat monopoli dan monopsoni
terhadap pemasaran ikan milik nelayan; 3
Peningkatan PAD melalui pungutan retribusi lelang; 4
Peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan nelayan; dan 5
Pengembangan usaha koperasi.
Mekanisme pelelangan ikan merupakan alur yang tertata dalam penyelenggaraan lelang dalam kaitannya untuk menjaga kualitas ikan dan lelang
dapat berlangsung dengan baik. Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tangkapan Departemen Kelautan dan Perikanan 2006,
mekanisme pelelangan ikan dapat diuraikan sebagai berikut: 1
Sortasi hasil tangkapan Hasil tangkapan disortasi menurut jenis dan ukuran ikan. Hal ini untuk
memudahkan pihak pembeli dan penjual dalam menentukan perkiraan harga lelang. Ada kalanya sortasi sudah dilakukan di kapal sehingga ketika proses
pendaratan selesai langsung ditimbang. Sortasi ini dilakukan dengan meletakkan hasil tangkapan di dalam basket box.
2 Penimbangan
Proses berikutnya adalah hasil tangkapan kemudian ditimbang sesuai dengan hasil sortasi yang telah dilakukan sebelumnya. Kegiatan ini dilakukan oleh
juru timbang dengan menggunakan alat timbang sesuai dengan fasilitas yang tersedia di TPI. Biasanya alat timbang yang dimiliki oleh TPI minimal
memiliki kapasitas hingga 150 kg. 3
Pelelangan Setelah ditimbang, proses berikutnya adalah pelelangan ikan. Pada tahap ini,
pelelangan ikan oleh juru lelang yang diikuti oleh para calon pembeli bakul yang telah terdaftar sebelumnya di manajemen TPI. Pelelangan biasanya
dilakukan dengan menggunakan tipe Inggris yaitu dari harga terendah hingga tertinggi sesuai dengan tawaran peserta lelang.
Dalam mekanisme lelang, dilakukan penawaran harga ikan secara terbuka kepada pembeli mulai dari harga standar pasar pada hari itu. Pada saat penawar
masih lebih dari satu orang, akan terus dilakukan peningkatan harga sehingga penawar tinggal satu orang, dan penawar tertinggi itulah yang keluar sebagai
pemenang lelang atau pembeli ikan. Setelah memenangkan lelang, pembeli tersebut harus segera menyetorkan uang pembelian ikan kepada penyelenggara
pelelangan ikan. Melalui mekanisme tersebut harga penjualan ikan relatif cukup tinggi dan keamanan uang hasil penjualan ikannya terjamin.
Penetapan pengelolaan dan penetapan besar pungutan retribusi di Propinsi DKI Jakarta diatur dalam:
1 Perda nomor 3 tahun 1999;
2 SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 3 tahun 1999 tanggal 26 Januari 1999
tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Primer Perikanan di DKI Jakarta;
3 SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 9932002 tanggal 17 Juni 2002 tentang
penunjukan Koperasi Perikanan Mina Jaya DKI Jakarta sebagai penyelenggara pelelangan ikan di TPI Muara Angke; dan
4 SK Gubernur Nomor 20742000 tanggal 10 Agustus 2000 tentang
Penetapan Presentase Pengenaan Retribusi Pemakaian Tempat Pelelangan Ikan dan Biaya Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi Perikanan
Mina Jaya yang dipungut dari nelayan sebesar 3 dan bakul sebesar 2, sedangkan bagian Koperasi Perikanan Mina Jaya sebesar 2 dari 5
retribusi yang diterima.
2.2.2 Pengelolaan pelelangan ikan
Koperasi itu sendiri menurut ICA International Cooperative Alliance adalah perkumpulan otonom orang-orang yang bergabung secara sukarela untuk
memenuhi kebutuhan dan aspirasi ekonomi, sosial dan budaya mereka yang sama melalui perusahaan yang dimiliki dan diawasi secara demokratis Baga 2009.
Baga selanjutnya menyatakan bahwa koperasi melandasi nilai-nilai menolong diri sendiri, bertanggung jawab kepada diri sendiri, demokrasi,
persamaan, keadilan dan solidaritas. Nilai-nilai koperasi mengandung gagasan umum yang akan dilaksanakan dalam prakteknya dengan prinsip-prinsip koperasi
sebagai pedomannya. Gagasan umum dan prinsip-prinsip koperasi adalah sebagai berikut Tabel 1
Tabel 1 Gagasan Umum dan Prinsip Koperasi
Gagasan Umum Prinsip Koperasi
1. Menolong diri sendiri berdasarkan pada
solidaritas 1.
Menolong diri sendiri 2.
Meningkatkan kesejahteraan anggota 3.
Sukarela dan keanggotaan terbuka 4.
Jatidiri sebagai pemilik dan pelanggan 2.
Demokrasi 5.
Manajemen dan pengawasan secara demokratis
3. Tidak menekankan pada kekuatan modal
6. Kerjasama perorangan
7. Modal sosial yang tidak dapat dibagi
4. Ekonomi
8. Efisiensi ekonomi dari perusahaan
koperasi 5.
Kebebasan 9.
Perkumpulan secara sukarela 10.
Otonomi dalam menentukan tujuan dan pengambilan keputusan
6. Keadilan
11. Pembagian hasil usaha secara adil
7. Kemajuan sosial melalui pendidikan
12. Pendidikan anggota
Sumber: Baga 2009
Dasar penunjukkan KUD Mina sebagai pengelola gedung TPI dan penyelenggara pelelangan adalah berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 71 Tahun 2006 Tentang: Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan Oleh Koperasi Primer Perikanan di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Hal ini tercantum pada Bab 3 pasal 4 yang menyatakan bahwa Gubernur menunjuk koperasi primer perikanan sebagai penyelenggara pelelangan
ikan berdasarkan usulan Kepala Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan. Selain itu penunjukkan KUD Mina sebagai pegelolan pelelangan tidak terlepas
dari keberadaan KUD Mina sebagai suatu lembaga sosial ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya yaitu nelayan, melalui perannya
sebagai pengelola pelelangan. Menurut Dahuri 2005, koperasi perikanan pada awalnya hanya menyelenggarakan jual beli ikan hasil tangkapan melalui
penangkapan, kemudian berkembang dengan usaha perkreditan untuk biaya penangkapan. Retribusi yang diperoleh dari hasil lelang dipergunakan untuk biaya
administrasi, dana asuransi kecelakaan laut, pembelian bahan perikanan, pembuatan perahu, dan pengolahan ikan secara tradisional.
Penunjukkan KUD
Mina sebagai
pengelola pelelangan
seperti mengembalikan fungsi dan tujuan awal berdirinya KUD Mina. Pada masa awal
berdirinya, KUD Mina memiliki berbagai macam kemungkinan unit usaha Gambar 1 yang dikembangkan dan memiliki pangsa pasar yang potensial.
Sumber: Dahuri, 2005
Gambar 1 KUD Mina dengan kemungkinan unit-unit usahanya.
Sebagai mana disebutkan dalam Peraturan Gubernur No.71 tahun 2006 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penyelenggaraan Pelelangan Ikan oleh Koperasi
Primer di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Bab 3 pasal 9, tugas dan tanggung jawab penyelenggara pelelangan ikan adalah sebagi berikut:
1 Pengurus koperasi primer perikanan yang telah ditunjuk sebagai
penyelenggara pelelangan ikan harus menetapkan petugas dari koperasi primer perikanan sebagai Kepala Pelelangan;
2 Kepala Pelelangan sebagaimana mana dimaksud pada ayat 1 mempunyai
tugas memimpin penyelenggaraan pelelangan ikan; 3
Kepala Pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 berkewajiban: a. Melaporkan kegiatan penyelenggaraan pelelangan ikan setiap bulan kepada
Pembina melalui koperasi b. Berkoordinasi dengan Kepala UPT PKPP dan PPI dan Kepala Tempat
Pelelangan Ikan; 4
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat 2, Kepala Pelelangan dibantu oleh:
a. Petugas Pembina Mutu Ikan b. Petugas dermaga
Pengadaan SaranaKapal Ikan, Alat Tangkap,
Pemasok Domestik
Pabrik es, cold strorage, pengemasan
hasil tangkapan
- Supermarket - Hotel
- Restoran - Catering
- Industri
pengolahan Retail
Domestik - Pasar
Tradisional - Outlet
- Pedagang keliling
KUD Mina
Produksi Penangkapan Ikan
Pengolahan HT Pemasaran HT
c. Petugas tramtib d. Pengawas bongkar ikan
e. Juru timbang f. Juru lelang
g. Juru buku h. Kasir pelelangan
5 Kepala pelelangan dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada
pengurus koperasi primer perikanan; 6
Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf a dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Tempat Pelelangan Ikan;
7 Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf b dalam melaksanakan
tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Seksi Kepelabuhanan; 8
Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf c dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Kepala Seksi Pemukiman, Ketenteraman
dan Ketertiban; dan 9
Petugas sebagaimana dimaksud pada ayat 4 huruf d, e, f, g, dan h adalah anggota koperasi yang dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab
kepada Kepala Pelelangan.
2.2.3 Tempat pelelangan ikan
Tempat Pelelangan Ikan TPI adalah salah satu fasilitas fungsional dari pelabuhan perikanan yang bertujuan untuk pemasaran hasil tangkapan dalam
upaya meningkatkan kesejahteraan nelayan. Pada Tempat Pelelangan Ikan terjadi proses pelelangan ikan hasil tangkapan nelayan yang diharapkan terbentuk harga
yang optimal bagi nelayan. Menurut Abdullah dan Hariyanto 2004, tempat
pelelangan ikan merupakan sarana penting dan menjadi salah satu kunci dalam pengembangan perikanan tangkap, dengan misi utamanya yaitu meningkatkan
kesejahteraan nelayan, pusat data produksi dan sumber pendapatan asli daerah PAD.
Salah satu unsur penting dalam pengelolaan pelelangan ikan adalah fungsi tempat pelelangan itu sendiri. Menurut Direktorat Jenderal Pengolahan dan
Pemasaran Hasil Tangkapan Departemen Kelautan dan Perikanan 2006, fungsi TPI paling tidak mencakup tiga hal yaitu :
1 Sebagai lembaga pembentuk penyedia harga, TPI berperan dalam
menyediakan mekanisme lelang yang trasparan, adil, dan efisien baik dalam konteks pembeli buyers maupun penjual sellers. Selain itu, dengan
memonitor tingkat harga lelang yang terbentuk dari pelelangan, TPI dapat menggunakan data harga sebagai perangkat pengelolaan perikanan khususnya
yang terkait dengan dinamika sumberdaya ikan yang dilelang; 2
Sebagai penyedia ikan berkualitas, ada tiga mandat yang harus dilakukan oleh TPI yaitu :
a. Menjamin pasokan ikan berkualitas bagi konsumen
b. Menjamin kualitas ikan yang diperdagangkan dilelang
c. Menyediakan infrastuktur distribusi yang mampu menjamin kualitas
ikan hingga konsumen akhir 3
Sebagai perangkat pengelolaan perikanan, mandat TPI diperlebar hingga pada pemberi input kebijakan pengelolaan perikanan daerah. Dalam hal ini, TPI
tidak hanya menjadi input admistratif-ekonomis sebagai kontributor retribusi bagi pelaksana pelelangan saja tetapi juga menjadi unit manajemen perikanan
dengan menggunakan dinamika data harga, ukuran ikan, volume lelang dan lain-lain sebagai barometer bagi pengelolaan sumberdaya perikanan.
Sebagai pengelola, para pengelola dan pelaksana pelelangan ikan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan yaitu :
1 Pimpinan Pelelangan
Pimpinan pelelangan dalam menjalankan tugas sehari-harinya sesuai dengan uraian tugas sebagai berikut:
a Memimpin dan mengkoordinir kegiatan pelelangan ikan sehari-hari;
b Menyusun, mengajukan rencana pembiayaan rutin penyelenggaraan
pelelangan ikan sehari-hari untuk tiap jangka waktu tertentu kepada ketua organisasi penyelenggara pelelangan ikan; dan
c Membuat laporan pertanggunggjawaban kegiatan pelelangan ikan tiap-
tiap akhir bulan yang bersangkutan kepada ketua organisasi penyelenggara pelelangan ikan dan secara berkala kepada Pemda
Kabupaten melalui Dinas Perikanan Kabupaten dan kepada unit kerja dimana TPI berada.
2 Juru TulisAdministrasi Pelelangan Ikan
Tugas dan tanggung jawab juru tulisadministrasi pelelangan ikan adalah sebagai berikut:
a Mengatur pendaftaran dan nomor urut pelelangan, hari waktu lelang bagi
kapalperahu yang akan melelangkan ikannya di TPI; b
Mengatur penggunaan peralatan perlengkapan TPI; c
Mengatur pekerjaan, pemilik ikannelayan dan pedagang yang dibesarkan ikut serta masuk ke dalam ruang pelelangan dengan menggunakan kartu
tanda pengenal guna menjamin kelancaran dan keamanan ikan yang dilelang;
d Membuat catatan dan laporan kegiatan pelelangan yaitu meliputi data
jumlah kapal perahu yang melelangkan ikannya, produksi ikan jenis volume, omzet lelang harga satuan, total harga dan potongan retribusi
serta menjamin kemurnian datacatatan tersebut; e
Melaksanakan kegiatan tata usah pelelangan seperti surat menyurat, pelaporan kegiatan secara menyeluruh di TPI dan lain-lain;
f Membantu juru lelang dalam pencatatan data pemilik ikan, pembeli,
jumlah dan jenis ikan, dan harga transaksi lelang serta mengisi karcis lelang; dan
g Juru tulisadministrasi pelelangan, dalam menjalankan tugas sehari-hari
bertanggung jawab kepada pimpinan pelelangan. 3
Juru Lelang Juru lelang memiliki tugas :
a Menata ikan yang masuk ke ruang peragaanpelelangan;
b Melaksanakan lelang ikan kepada pedagang secara terbuka;
c Mengumumkan pemenang lelang;
d Mencatat dalam buku catatan khusus : pemilik lelang, pedagang yang
menang lelang, jumlah dan jenis ikan serta besarnya nilai lelang; e
Mengisi karcis lelang, masing-masing untuk pemilik ikan, pemenang lelang dan arsip juru lelang;
f Memerintahkan kepada pemenang lelang untuk membayar harga ikan
yang besarnya sesuai dengan yang tertera dalam karcis lelang ditambah pungutan retribusi kepada kasir TPI; dan
g Juru lelang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari bertanggung jawab
kepada pemimpin pelelangan. 4
Juru Timbang a
Melaksanakan penimbangan ikan yang masuk pelelangan; b
Memberikan labelnota pada tiap keranjang atau konteiner yang menunjukkan jenis, berat, dan nama pemilik ikan atau keterangan
lainnya; c
Memberi catatanpembukuan hasil timbangan yang meliputi data jenis ikan, berat ikan dan nama pemilik; dan
d Juru timbang dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari bertanggung
jawab kepada pemimpin pelelangan. 5
KasirBendaharawan khusus TPI a
Menagihmenerima uang lelang secara tunai kepada atau dari pedagang dan pembeli yang memenangkan lelang yang jumlahnya sesuai dengan
yang tertera dalam karcis lelang ditambah pungutan retribusi yang besarnya sesuai dengan peraturan yang berlaku;
b Mengisi nota tanda terima dari pedagangpembeli yang memenangkan
lelang; c
Melaksanakan pembayaran uang kepada pemiliknelayan dengan segera yang jumlahnya sesuai dengan data yang tertera dalam karcis lelang
dikurangi dengan pungutan retribusi yang jumlahnya disesuaikan dengan peraturan yang berlaku;
d Membuat nota tanda bukti pembayaran;
e Melaksanakan pencatatan dan pembukuan jumlah penerimaan dan
pembayaran serta potongan retribusi harian sesuai petunjuk peratutan pengelolaan keuangan;
f Menyetor hasil tagihan piutang organisasiunit kerja dimana TPI berada;
g Membuat
daftar perhitungan
pembayaran retribusi
sesuai pengalokasiannya dan dilampirkan dalam laporan mengenai hasil
pelelangan kepada Pemda Kabupaten melalui Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten;
h Membuat laporan pertanggungjawaban penerimaan dan pengeluaran
uang pelelangan ikan di TPI setiap akhir bulan kepada Pemimpin Pelelangan; dan
i Kasir bendaharawan khususnya TPI dalam menjalankan tugas sehari-
hari, secara structural bertanggung jawab kepada pemimpin pelelangan dan secara khusus kepada Pemerintah daerah kabupaten melalui Kepala
Dinas Perikanan Kabupaten Secara teoritis, manfaat diselenggarakannya pelelangan ikan adalah
mendapatkan harga kesesuaian antara penjual yang dalam hal ini adalah nelayan serta pembeli dalam pemasaran hasil tangkapan yang nantinya dapat menciptakan
perkembangan kondisi ekonomi kearah yang lebih baik bagi masyarakat sekitar pelelangan ikan. Menurut Bustami 2006, manfaat pelelangansasaran
penyelenggaraan pelelangan perikanan adalah: 1 Meningkatkan pendapatan nelayan;
2 Meningkatkan eksistensi pelelangan ikan; 3 Meningkatkan Kelayakan TPI;
4 Meningkatkan fungsi TPI; dan 5 Meningkatkan aplikasi aturan pelelangan ikan.
2.2.4 Kemampuan pelelangan
Kemampuan pelelangan adalah bekerjanya seluruh aspek yang terkait dalam pelelangan mulai dari aktivitas pelelangan, fasilitas, pelayanan pengelola, dan
sumberdaya manusia secara optimal dalam menciptakan iklim pelelangan yang kondusif, menguntungkan dan bermanfaat. Secara khusus di PPI Muara Angke
seluruh aspek tersebut akan dikaji lebih mendalam dalam menentukan kemampuan pelelangan di PPI Muara Angke sudah optimal atau tidak.
Menurut Pane 2009, kemampuan pelelangan perlu diteliti bila tiga alternatif alasan berikut :
1 Pelelangan tidak ada;
2 Pelelangan telah ada tetapi belum terselenggara dengan baik ditinjau dari
berbagai aspek; dan 3
Pelelangan telah berlangsung dengan benar dan ingin diketahui bagaimana pengelolaan pelelangan yang benar.
Selanjutnya Pane menyatakan bahwa aspek-aspek yang perlu ditelitidikaji terkait
dengan kemampuan
pelelangan hasil
tangkapan bagi
penyelenggarapengelola lelang: 1
Aspek persyaratan pelelangan, yaitu kemampuan pemenuhan persyaratan lelang yang seharusnya
a. Syarat ketersediaan hasil tangkapan yang cukup dan memiliki syarat mutu
untuk dilelang; b.
Syarat adanya peserta lelang: penjual nelayan, pedagangpembeli dan pengolah pembeli;
c. Syarat adanya fasilitas lelang seperti gedung dan sarananya;
d. Syarat adanya pengelola pelelangan;
e. Syarat adanya pengontrol mutu hasil tangkapan, sanitasi, dan higienitas
fasilitas pelelangan; dan f.
Syarat adanya kebijakan-kebijakanaturan-aturan yang mengatur lelang dari otoritas terkait berhubungan dengan butir a sd e dan
penyelenggaraannya. 2
Aspek kemampuan pelaksanaan pelelangan yang benar kemampuan SDM a.
Kemampuan pelaksanaan lelang dari sisi waktu; b.
Kemampuan penyediaan sarana pelelangan untuk penyelenggaraan dan pelaku lelang;
c. Kemampuan penyediaan sistem lelang terbukatertutup dan
pengawasannya; d.
Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu hasil tangkapan yang dilelang kontrol mutu dan kontrol sanitasi;
e. Kemampuan pengembangan sarana dan peserta lelang; dan
f. Kemampuan membuat kebijakanaturan untuk penyelenggaraan
pelelangan yang baik dan belum diatur otoritas terkait atau kemampuan membuat turunan kebijakanaturan yang sudah ada atau penjabarannya.
2.3 Pangkalan pendaratan ikan Muara Angke 2.3.1 Pengertian pelabuhan perikananpangkalan pendaratan ikan
Sesuai dengan Keputusan Menteri Perikanan Nomor : KEP. 10MEN2004 tentang Pelabuhan Perikanan, pelabuhan perikanan adalah tempat yang terdiri dari
daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan sistem bisnis perikanan yang digunakan
sebagai tempat kapal perikanan bersandar, berlabuh, dan atau bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang
kegiatan perikanan Suyanto 2006 Menurut Lubis 2007, pelabuhan perikanan adalah merupakan pusat
pengembangan ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran, baik berskala lokal, nasional maupun internasional. Menurut
Direktorat Jenderal Perikanan 1994 vide Lubis 2007, bahwa aspek-aspek tersebut secara terperinci adalah :
1 Produksi: bahwa pelabuhan perikanan sebagai tempat para nelayan untuk
melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di laut sampai membongkar hasil
tangkapannya; 2
Pengolahan : bahwa pelabuhan perikanan menyediakan sarana-sarana yang dibutuhkan untuk mengolah hasil tangkapannya; dan
3 Pemasaran : bahwa pelabuhan perikanan merupakan pusat pengumpulan dan
tempat awal pemasaran hasil tangkapannya. Di Indonesia, Direktorat Jenderal Perikanan mengelompokkan pelabuhan
perikanan menjadi empat tipe menurut kriteria-kriteria seperti tertera pada Tabel 2. Pelabuhan perikanan tipe D dikatakan pula dengan istilah Pangkalan
Pendaratan Ikan PPI. PPI ini dilihat dari segi konstruksi bangunannya sebagian besar termasuk dalam pelabuhan alam dan atau semi alam, artinya tipe pelabuhan
ini umumnya terdapat di muara atau di tepi sungai, di daerah yang menjorok ke dalam atau terletak di suatu teluk bukan bentukan manusia atau sebagian bentukan
manusia. Pada umumnya, PPI ini ditujukan untuk tempat berlabuh atau bertambatnya perahu-perahu penangkapan ikan tradisional yang berukuran lebih
kecil dari 5 GT atau untuk perahu-perahu layar tanpa motor. Hasil tangkapan yang
didaratkan kurang atau sama dengan 20 ton per hari dan ditujukan terutama untuk pemasaran lokal Lubis 2007. Kriteria-kriteria pada Tabel 2 menunjukkan bahwa
PPI Muara Angke termasuk ke dalam kelompok pangkalan pendaratan ikan atau pelabuhan perikanan tipe D.
Tabel 2 Tipe dan Kriteria Pelabuhan Perikanan di Indonesia
Pelabuhan Tipe Faktor Kriteria
1. Pelabuhan Perikanan Samudera A
a. Tersedianya lahan seluas 50 ha;
b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan di atas
100-200 GT dan kapal pengangkut ikan 500-1000 GT;
c. Melayani kapal-kapal perikanan 100 unit hari;
d. Jumlah ikan yang didaratkan lebih dari 200 ton
hari; e.
Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan
2. Pelabuhan Perikanan Nusantara B
a. Tersedianya lahan seluas 30-40 ha;
b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan di atas
50-100 GT; c.
Melayani kapal-kapal perikanan 50 unit hari; d.
Jumlah ikan yang didaratkan 100 ton hari; e.
Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan
3. Pelabuhan Perikanan Pantai C
a. Tersedianya lahan seluas 10-30 ha;
b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan di ‹ 50
GT; c.
Melayani kapal-kapal perikanan 25 unit hari; d.
Jumlah ikan yang didaratkan 50 ton hari; e.
Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan
4. Pangkalan Pendaratan Ikan D
a. Tersedianya lahan seluas 10 ha;
b. Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan ‹ 30
GT ; c.
Melayani kapal-kapal perikanan 15 unit hari; d.
Jumlah ikan yang didaratkan ≥ 10 ton hari; e.
Tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran, dan lahan kawasan industri perikanan
f. Dekat dengan pemukiman nelayan.
Sumber: UPT PPI Muara Angke 2006
Menurut Lubis 2007 bahwa terdapat dua jenis pengelompokkan fungsi pelabuhan perikanan yaitu ditinjau dari pendekatan kepentingan dan segi
aktivitasnya, namun kedua jenis kelompok tersebut pada dasarnya mempunyai
maksud dan tujuan yang sama. Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan pendekatan kepentingan adalah sebagai berikut:
1 Fungsi maritim
Pelabuhan perikanan
mempunyai aktivitas-aktivitas
yang bersifat
kemaritiman, yaitu merupakan suatu tempat kontak bagi nelayan atau pemilik kapal, antara laut dan daratan untuk semua aktivitasnya. Dengan adanya fungsi ini
maka yang dicirikan kemaritiman dari suatu pelabuhan melalui penyediaan kolam pelabuhan yang besar dan cukup dalam agar kapal besar dapar bergerak leluasa,
dermaga yang cukup panjang, dan adanya rambu-rambu navigasi. 2
Fungsi pemasaran Fungsi pemasaran timbul karena pelabuhan perikanan merupakan suatu
tempat awal untuk mempersiapkan pemasaran produksi perikanan dengan melakukan transaksi pelelangan ikan;
3 Fungsi jasa
Fungsi ini meliputi seluruh jasa-jasa pelabuhan mulai dari ikan didaratkan sampai ikan didistribusikan. Fungsi jasa dapat dikelompokkan menjadi:
a. Jasa pelayanan pendaratan ikan. Antara lain penyediaan alat pengungkat
ikan, keranjangbasket dan buruh untuk membongkar ikan; b.
Jasa pelayanan perbekalan melaut. Antara lain menyediakan bahan bakar, air bersih dan es;
c. Jasa penanganan mutu ikan. Antara lain terdapatnya fasilitas cold storage,
cool room, pabrik es dan penyediaan air bersih; d.
Jasa pelayanan keamanan pelabuhan. Antara lain adanya jasa pemanduan bagi kapal-kapal yang akan masuk dan keluar pelabuhan; dan
e. Jasa pemeliharaan kapal. Antara lain adanya fasilitas docking, slipways dan
bengkel untuk memelihara kondisi badan kapal, mesin, dan peralatannya agar tetap dalam kondisi baik dan siap kembali melaut. Slipway, untuk
memelihara atau memperbaiki khususnya bagian lunas kapal. Selain fungsi pelabuhan berdasarkan kepentingannya, terdapat juga fungsi
pelabuhan perikanan ditinjau dari segi aktivitasnya yaitu sebagai pusat kegiatan ekonomi perikanan baik ditinjau dari aspek pendaratan dan pembongkaran ikan,
pengolahan, pemasaran dan pembinaan terhadap masyarakat nelayan. Fungsi- fungsi tersebut dapat dirinci sebagai berikut Lubis 2007:
1 Fungsi pendaratan dan pembongkaran
Pelabuhan perikanan lebih ditekankan sebagai pemusatan sarana dan kegiatan pendaratan dan pembonkaran hasil tangkapan di laut. Pelabuhan perikanan
sebagai tempat pemusatan armada penangkap ikan untuk mendaratkan hasil tangkapan, tempat belabuh aman, menjamin kelancaran pembongkaran ikan,
dan penyediaan bahan perbekalan; 2
Fungsi pengolahan Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk membina peningkatan mutu serta
pengendalian mutu ikan dalam menghindari kerugian dari pasca tangkap. Fungsi pengolahan ikan ini merupakan salah satu fungsi yang penting
terutama pada saat musim ikan dan yaitu untuk menampung produksi perikanan yang tidak habis terjual dalam bentuk segar;
3 Fungsi pemasaran
Pelabuhan perikanan juga berfungsi sebagai tempat untuk menciptakan mekanisme pasar yang menguntugkan baik bagi nelayan maupun bagi
pedagang. Dengan demikian maka sistem pemasaran dari tempat pelelangan ikan ke konsumen harus diorganisir secara baik dan teratur. Pelelangan ikan
adalah kegiatan awal dari pemasaran ikan di pelabuhan perikanan untuk mendapatkan harga yang layak khususnya bagi nelayan; dan
4 Fungsi pembinaan terhadap masyarakat nelayan.
Fungsi ini menunjukkan bahwa pelabuhan perikanan dapat dijadikan sebagai lapangan kerja bagi penduduk sekitar dan sebagai tempat pembinaan
masyarakat perikanan seperti nelayan, pedagang, pengolah dan buruh angkut agar mampu menjalankan aktivitasnya dengan baik. Melalui pembinaan ini,
para pelaku diharapkan dapat menguasai kegiatannya lebih baik lagi sehingga masing-masing pengguna memperoleh manfaat dan keuntungan yang optimal.
Dalam pelaksanaan fungsi dan peranannya, pelabuhan perikanan dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Fasilitas-fasilitas yang terdapat di pelabuhan perikanan
atau di pangkalan pendaratan ikan umumnya terdiri dari:
1 Fasilitas Pokok.
Fasilitas pokok atau juga insfrastruktur adalah fasilitas dasar atau pokok yang diperlukan dalam kegiatan di suatu pelabuhan. Fasilitas ini berfungsi untuk
menjamin keamanan dan kelancaran kapal baik sewaktu berlayar keluar masuk pelabuhan maupun sewaktu berlabuh di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas pokok antara
lain: a.
Dermaga Dermaga merupakan suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat
labuh dan bertambatnya kapal, bogkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan perbengkelan untuk keperluan penangkapan ikan di laut;
b. Kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan merupakan daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal yang akan bersandar di dermaga. Kolam pelabuhan menurut fungsinya
terbagi dua yaitu: alur pelayaran, kolam putar; c.
Alat bantu navigasi; dan d.
Breakwater Pemecah gelombang adalah suatu struktur bangunan kelautan yang berfungsi
untuk melindungi pantai atau daerah di sekitar pantai terhadap pengaruh gelombang laut;
2 Fasilitas Fungsional
Fasilitas fungsional dikatakan juga suprastruktural adalah fasilitas yang berfungsi untuk meninggikan nilai guna dari fasilitas pokok sehingga dapat
menunjang aktivitas di pelabuhan. Fasilitas-fasilitas ini diantaranya tidak harus ada di suatu pelabuhan namun fasilitas ini disediakan sesuai dengan kebutuhan
operasional pelabuhan perikanan tersebut. Fasilitas-fasilitas fungsional ini dikelompokkan antara lain untuk:
a. Penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya, yaitu:
1 Tempat pelelangan ikan
Tempat pelelangan ikan mempunyai fungsi untuk melelang ikan, dimana terjadi pertemuan antara penjual dengan pembeli. Ruangan yang ada pada
gedung pelelangan adalah:
Ruang sortir yaitu tempat membersihkan, menyortir dan memasukkan ikan ke dalam peti atau keranjang;
Ruang pelelangan yaitu tempat menimbang, memperagakan dan melelang ikan; dan
Ruang administrasi pelelangan terdiri dari loket-loket, gudang peralatan lelang, ruang duduk untuk peserta lelang, toilet, dan ruang
cuci umum; 2
Fasilitas pemeliharaan dan pengolahan hasil tangkapan ikan, seperti gedung pengolahan, tempat penjemuran ikan;
3 Pabrik es;
4 Gudang es;
5 Refrigerasifasilitas pendingin, seperti cool room, cold storage; dan
6 Gedung-gedung pemasaran.
Tempat grosir memasarkan ikannya. Gedung ini biasanya dilengkapi dengan fasilitas-fasilitas seperti alat sortir, timbangan, dan pengepakan.
b. Fasilitas pemeliharaan dan perbaikan armada dan alat penangkapan ikan, yaitu:
1 Lapangan perbaikan alat penangkap ikan;
2 Ruang mesin;
3 Tempat penjemuran alat penangkap ikan;
4 Bengkel: fasilitas untuk memperbaiki bagian lunas kapal;
5 Gudang jaring: tempat untuk menyimpang jarring; dan
6 Vessel lift: fasilitas untuk mengangkat kapal dari kolam pelabuhan ke
lapangan perbaikan kapal. c.
Fasilitas perbekalan: tangki, instalansi air minum, tangki bahan bakar; d.
Fasilitas komunikasi: stasiun jaringan telepon, radio SSB; 3
Fasilitas Penunjang Fasilitas penunjang adalah fasilitas yang secara tidak langsung
meningkatkan peranan pelabuhan atau para pelaku mendapatkan kenyamanaan melakukan aktivitas di pelabuhan. Berikut ini adalah beberapa fasilitas penunjang
yang biasanya ada di pelabuhan perikanan: a.
Fasilitas kesejahteraan: MCK, poliklinik, mess, kantinwarung, musholla.
b. Fasilitas administrasi: kantor pengelola pelabuhan, ruang operator, kantor
syahbandar, kantor beacukai.
2.3.2 Pangkalan pendaratan ikan Muara Angke
Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke terletak di kawasan perikanan Muara Angke. Kawasan Muara Angke yang semula dikenal sebagai Delta Muara
Angke terletak di Kelurahan Pluit, Kecamatan Penjaringan, Kotamadya Jakarta Utara tepatnya pada posisi 106º15’ BT dan 59º LS.
Secara geografis, wilayah Kecamatan Penjaringan Jakarta Utara merupakan salah satu wilayah daratan di Jakarta Utara yang berbatasan langsung dengan laut.
Perairan laut Muara Angke dapat dikatakan relatif dangkal dan datar. Pada jarak 300 m dari muara Kali Angke kedalaman perariran mencapai 1 meter dan pada
jarak 450 meter dari muara kedalaman mencapai 1,5 meter, semakin ke Timur kedalaman perairan semakin dalam Suku Dinas Peternakan, Perikanan dan
Kelautan Kota Jakarta Utara 2008. Kawasan Muara Angke terletak di daerah yang cukup strategis, berada
diantara pengembangan daerah bisnis di pemukiman mewah Kota Jakarta Utara kawasan barat, serta adanya akses menuju jalan bebas hambatan dalam luar kota
dan jalan bebas hambatan menuju Bandara Soekarno Hatta, menyebabkan Muara Angke berada di tengah-tengah
“urat nadi” kehidupan megapolitan Jakarta. selain itu aksesibilitas ke tempat ini sangat baik, kondisi jalan beraspal, dengan sarana
transportasi yang menuju tempat ini adalah bus dan angkutan kota. Sejak tahun 1976 kawasan Muara Angke secara keseluruhan dipersiapkan
untuk menampung kegiatan perikanan yang tersebar di beberapa lokasi dan dalam kawasan Muara Angke sampai dengan saat ini telah dimanfaatkan untuk:
1 Perumahan nelayan;
2 Pengolahan hasil perikanan tradisional PHPT;
3 Tambak uji coba; dan
4 Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan beserta fasilitas
pokok, fasilitas fungsional dan fasilitas penunjang lainnya. UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008.
Berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 598 tentang Penetapan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke Jakarta Utara sebagai
Pangkalan Pendaratan Ikan Daerah dan Pusat Pembinaan Kegiatan Perikanan DKI Jakarta, Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke seluruhnya seluas 649.784 m²
UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008. Perkembangan dan laju bisnis yang berlangsung di PPI Muara Angke
berpotensi menjadikan Muara Angke sebagai sentra bisnis perikanan terbesar di Propinsi DKI Jakarta. PPI Muara Angke adalah tujuan distribusi produksi
perikanan di wilayah DKI Jakarta dan memiliki jalur distribusi yang kuat ke berbagai negara tujuan ekspor seperti Jepang, Korea Selatan, Singapura.
Pengembangan kawasan terpadu perlu terus digalakkan guna menciptakan ruang
dan peluang bagi bisnis perikanan di PPI Muara Angke.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat
Waktu penelitian lapang dilaksanakan pada bulan Maret 2010. Lokasi penelitian di pangkalan pendaratan ikan Muara Angke, Kota Jakarta Utara, DKI
Jakarta.
3.2 Bahan dan alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data hasil kuisioner yang didapat dari wawancara terhadap nelayan, pedagang dan pembeli, dan pengelola
TPI dan PPI Muara Angke, sedangkan alat yang digunakan adalah kuisioner penelitian untuk nelayan, pedagang dan pembeli, dan pengelola TPI dan PPI
Muara Angke.
3.3 Metode penelitian
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah dengan metode kasus. Aspek yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah: Aspek kemampuan
pelelangan pengelola TPI dalam menyelenggarakan pelelangan yang mengacu kepada Pane 2009:
1 Kemampuan pengorganisiran waktu pelelangan;
2 Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan;
3 Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya;
4 Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu dan sanitasi sarana
pelelangan; 5
Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana pelelangan; dan 6
Kemampuan membuat kebijakanaturan untuk penyelenggaraan pelelangan Pane 2009.
Pada penelitian ini peneliti juga mengkaji aspek persepsi para pengguna TPI terhadap kegiatan pelelangan di TPI Muara Angke.
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan, wawancara, pengumpulan data sekunder, dan penilaian organoleptik ikan hasil tangkapan yang didaratkan.
1 Pengamatan dilakukan terhadap aktivitas pengelola TPI, meliputi:
a. Penyelenggaraan aktivitas pelelangan.
1 Pelaksanaan lelang dari segi waktu kontinuitas penyelenggaraan
lelang. Apakah pelelangan berjalan setiap hari; 2
Prosesmekanisme pelelangan di PPI Muara Angke sudah sesuai dengan peraturan yang ada atau tidak; dan
3 Intensitas pelelangan setiap harinya waktu.
b. Ketersediaan fasilitas pelelangan.
1 Fasilitas pelelangan apa saja yang tersedia di TPI; dan
2 Kondisi fasilitas pelelangan dalam keadaan baik untuk dioperasikan
atau tidak. c.
Pelayanan yang diberikan pengelola TPI. Pada aspek ini akan diamati mengenai pengelola TPI telah memberi
pelayanan yang baik atau tidak kepada para seluruh pelaku lelang. d.
Kondisi sumber daya manusia SDM pengelola TPI di PPI Muara Angke.
Pada aspek ini akan diamati mengenai sumberdaya manusia pengelola TPI apakah telah bekerja sesuai tugas dan kewenangannya atau tidak.
2 Wawancara
a. Wawancara terhadap pengelola TPI, meliputi tentang :
1 Kemampuan pengorganisiran waktu pelelangan;
Kegiatan pelelangan dilakukan secara periodik sesuai waktu yang direncanakan;
2 Kemampuan penyediaan prasarana dan sarana pelelangan;
Fasilitas apa saja yang telah disediakan oleh pengelola TPI. Ada atau tersedianya sarana dan prasarana untuk
penyelenggaraan dan pelaku lelang. 3
Kemampuan penyediaan sistem lelang dan pengawasannya; Sistem lelang tersedia terbukatertutup.
Adanya pengawasan pelaksanaan lelang agar berlangsung
terbuka dan jujur. 4
Kemampuan terselenggaranya penjaminan mutu dan sanitasi sarana pelelangan yaitu adatidaknya kontrol mutu dari pihak pengelola
5 Kemampuan pengembangan sarana dan prasarana pelelangan yaitu,
adatidaknya pengembangan
sarana dan
prasarana untuk
penyelenggaraan dan pelaku lelang; dan 6
Kemampuan untuk
membuat kebijakanaturan
untuk penyelenggaraan pelelangan yaitu adatidaknya kebijakanaturan
tertulis yang dikeluarkan pengelola TPI. b.
Wawancara terhadap agen, masyarakat, pedagang-pembeli, dan pengolah ikan, mengenai: persepsi agen nelayan pemilik, pedagang-pembeli dan
pengolah terhadap pelelangan ikan di PPI Muara Angke. Wawancara menggunakan kuesioner daftar isian pertanyaan kepada
responden. Metode pemilihan responden dilakukan dengan metode purposive terhadap semua aspek yang terkait.
Jumlah responden yang diwawancarai ditentukan menurut jenis responden dan kondisi di lokasi penelitian. Jumlah responden yang diwawancarai diambil
secara acak sebanyak 23 responden. Pihak yang diwawancarai adalah agen sebanyak 7 responden, pedagang-pembeli sebanyak 7 responden, pengolah ikan
sebanyak 7 responden, pihak pengelola pelabuhan perikanan sebanyak 1 orang dan pengelola TPI sebanyak 1 orang.
Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah data utama dan data tambahan.
Data utama meliputi: 1 Data Primer
a. Kondisi aktifitas dan proses pendaratan serta pemasaranpelelangan hasil
tangkapan di PPI Muara Angke; b.
Kondisi dan jenis fasilitas pelelangan yang tersedia di gedung TPI PPI Muara Angke;
c. Volume hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke;
d. Cara pendaratan dan penanganan hasil tangkapan di PPI Muara Angke;
e. Penjaminan mutu hasil tangkapan yang dilelang kontrol mutu dan kontrol
sanitasi; f.
Penjaminan higienitas fasilitas dan sarana pelelangan;
g. Intensitas pelelangan yang terjadi di PPI Muara Angke berdasarkan waktu;
dan h.
Persepsi nelayan, masyarakat, pedagang-pembeli, dan pengolah terhadap pelelangan ikan di PPI Muara Angke.
2 Data Sekunder a.
Data produksi hasil tangkapan yang didaratkan di PPI Muara Angke perharibulantahun;
b. Jenis dan jumlah fasilitas terkait pendaratan dan pemasaranpelelangan
hasil tangkapan di TPI Muara Angke dan PPI Muara Angke; c.
Peraturan daerah dan pemerintah tentang pelaksanaan pelelangan di PPI Muara Angke; dan
d. Data statistik kapal dan nelayan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPI
Muara Angke; Data tambahan meliputi:
1 Data Primer a.
Gambar dan foto-foto proses pendaratan dan pelelangan di PPI Muara Angke; dan
b. Daerah tujuan distribusi hasil tangkapan di PPI Muara Angke.
2 Data Sekunder a.
Kondisi umum Muara Angke; b.
Kondisi umum perikanan tangkap di Muara Angke; c.
Kondisi umum dan fasilitas PPI Muara Angke; dan d.
Peta daerah penelitian.
3.4 Metode analisis data