Pengangkutan  hasil  tangkapan  ke  lantai  TPI  juga  kurang  memperhatikan mutu  ikan.  Hal  ini  terlihat  dari  alat  angkut  troli  ataupun  lori  yang  digunakan
tidak  higienis.  Troli  yang  digunakan  untuk  mengangkut  hasil  tangkapan  terbuat dari  kayu  dan  sudah  kelihatan  membusuk  karena  telah  digunakan  sejak  lama.
Kondisi troli ini juga dapat menurunkan mutu hasil tangkapan yang akan dilelang. Selama  pengangkutan  ikan  ke  TPI  dan  berada    di  dalam  TPI  untuk
menunggu  proses  pelelangan,  hasil  tangkapan  tidak  diberikan  penanganan  yang baik  untuk  mempertahankan  mutu.  Pemberian  es  tambahan  dan  pencucian  hasil
tangkapan  dengan  menggunakan  air  bersih  sangat  jarang  terlihat.  Kondisi  lantai TPI juga terlihat kotor dengan ceceran darah ikan, lendir, potongan-potongan ikan
dan genangan  air  yang dapat  mempercepat  proses penurunan mutu ikan, terlebih ikan berada di dalam TPI untuk waktu yang cukup lama.
5.1.2 Pelaksanaan pelelangan
Berdasarkan  hasil  pengamatan  di  lapangan,  proses  pelelangan  ikan  yang terjadi  di  PPI  Muara  Angke  secara  teknis  berjalan  dengan  lancar.  Transaksi
pelelangan  berlangsung  antara  pukul  8.00 –10.00  WIB  tergantung  pada  waktu
kedatangan  kapal  dan  jumlah  peserta  lelang.  Jika  peserta  lelang  telah  memenuhi jumlah  yang  ditentukan  maka  transaksi  pelelangan  dapat  dimulai.  Para  peserta
lelang  di  PPI  Muara  Angke  adalah  para  pedagang,  baik  pedagang  pengumpul maupun pedagang eceran, perwakilan dari pemilik kapal atau yang sering disebut
‘agen’  atau  ‘pengurus’.  Para  pedagang  yang  ingin  ikut  proses  pelelangan  harus terlebih  dahulu  mendaftarkan  diri  kepada  penyelenggara  lelang  dan  akan  diberi
karcis  atau tanda pengenal peserta lelang. Pedagang kemudian harus menyimpan uang deposit di kasir lelang baru dapat mengikuti proses lelang.
Proses  transaksi  pelelangan  harus  dilengkapi  dengan  prosedur    yang  jelas. Prosedur pelelangan hasil tangkapan di PPI Muara Angke adalah sebagai berikut
UPT PKPP dan PPI Muara Angke 2008: 1
Kapal melaporkan kedatangannya ke pengawas perikanan WASKI, dicatat dokumen dan mendapatkan nomor urut lelang;
2 Proses  pembongkaran  ikan  dengan  menyortir  ikan  berdasarkan  jenis  dan
mutu lalu ditempatkan di dalam keranjang trays;
3 Penimbangan  hasil  tangkapan  di  dermaga  dan  diawasi  oleh  juru  timbang
dari Koperasi Perikanan Mina Jaya kemudian diberi label volume ikan dan nama kapal;
4 Ikan disusun di lantai TPI berdasarkan nomor urut lelang yang didapatkan
oleh setiap kapal; 5
Juru  lelang  mengumumkan  dan  memanggil  peserta  lelang  untuk  memulai proses pelelangan;
6 Ikan  dilelang  oleh  juru  lelang  dimana  jumlah  peserta  lelang  sebanyak  70
orang  dan  harga  ditentukan  oleh  mekanisme  pasar.  Penawaran  yang dilakukan bersifat meningkat sampai tercapai harga penawaran tertinggi;
7 Seluruh  hasil  transaksi  dicatat  oleh  juru  bakul.  Pencatatan  hasil  transaksi
pelelangan meliputi: jenis, ukuran, berat dan harga ikan, nama nelayan dan nama  pemenang  lelang.  Setelah  proses  pelelangan  selesai,  maka  data
diserahkan kepada petugas operator pelelangan; 8
Peserta  pemenang  lelang  umumnya  melakukan  pencatatan  hasil  transaksi dan  pemenang  langsung  mengemasi  ikannya.  Setelah  mencatat  hasil
transaksi ikan, pemilik kapal menerima uang dari petugas kasir; 9
Proses  pembayaran oleh pemenang lelang  dan penerimaan hasil penjualan oleh pemilik kapal dilakukan sebagai berikut:
a. Setelah  operator  menerima  seluruh  hasil  transaksi  pelelangan  dari  juru
bakul,  kemudian  membuat  faktur  lelang  dengan  cara  melengkapi  data dan  menetapkan  besarnya  retribusi  jasa  pelelangan.  Retribusi  jasa
pelelangan  ikan  yang  dibebankan  kepada  nelayan  pemilik  kapal ditetapkan  sebesar  3  dari  nilai  lelang  dan  yang  dibebankan  kepada
pemenang  lelang  sebesar  2.  Setelah  itu,  faktur  lelang  tersebut diserahkan kepada petugas kasir;
b. Selanjutnya petugas faktur lelang memanggil pemenang transaksi dengan
pengeras  suara  agar  membayar  nilai  transaksi  penjualan  ikan  ditambah biaya  jasa  pelelangan  ikan  2  dan  memanggil  nelayan  pemilik  kapal
untuk  mengambil  hasil  transaksi  sebesar  harga  penawaran  setelah dipotong biaya jasa retribusi 3;
c. Setelah uang hasil retribusi diserakan oleh kasir bendaharawan penerima
UPT  PKPP  dan  PPI  Unit  Pelaksana  Teknis  Pengelola  Kawasan Pendaratan Ikan Muara Angke.
Selama  proses  pelelangan  berlangsung,  pihak  TPI  tidak  membatasi  jumlah orang  yang  boleh  masuk  ke  area  pelelangan  sehingga  setiap  orang  dapat  saja
memasuki  dan  berlalu  lalang  area  pelelangan.  Keranjang  yang  berisi  hasil tangkapan diletakkan secara berhimpitan sehingga tidak ada celah antar keranjang
untuk dilewati selama proses pelelangan. Hal ini yang menyebabkan ketika proses transaksi lelang berlangsung, pemilik ikan agen berdiri bebas di atas keranjang-
keranjang ikan. Kejadian ini dapat  menyebabkan  kemunduran mutu ikan,  karena kotoran di sepatu agen-agen pemilik ikan akan mencemari ikan. Pada saat lelang,
juru  lelang  menggunakan  sebatang  kayu  untuk  menunjuk  ikan  yang  selanjutnya akan  ditentukan  harganya.  Penggunaan  kayu  ini  akan  menurunkan  mutu  ikan
karena dapat melukai tubuh ikan yang dilelang. Berdasarkan pengamatan, pada saat proses transaksi pelelangan berlangsung
terdapat ‘ketidaklaziman’ dalam pelaksanaannya. Agen atau penjual ikut terlibat
langsung  dalam  proses  tawar  menawar  ikan.  Ketika  juru  lelang  melelang  ikan, maka agen atau penjual akan ikut memberikan penawaran sampai ada penawaran
yang lebih tinggi terhadap ikan tersebut. Apabila tidak ada penawaran yang lebih tinggi dari penawaran agen  maka agen tersebut adalah pemenang lelang dan akan
dikenakan  biaya  retribusi  sebesar  5  dengan  rincian  3  untuk  penjual  dan  2 untuk  pembeli.  Proses  pelelangan  seperti  ini  disebut  juga  dengan  sistem
pelelangan “opouw”. Wistati 1997 vide Rusmali 2004 mengemukakan bahwa pelelangan ikan dengan sistem “opouw” akan merugikan pembeli karena mereka
tidak  dapat  bersaing  untuk  mendapatkan  harga  ikan  yang  sesuai  seperti  pada sistem  lelang  murni.  Hasil  wawancara  dengan  beberapa  agen  penjual
menyebutkan  bahwa  mereka  memilih  untuk  meng- ”opouw”  ikan  tersebut  agar
ikan  mendapat  penawaran  yang  tinggi.  Agen-agen  tidak  mempermasalahkan beban  biaya  retribusi  yang  harus  dibayarkan  daripada  ikan  mereka  mendapatkan
harga yang tidak cocok. Kejadian seperti ini sudah sering terjadi pada saat proses pelelangan  di  TPI  Muara  Angke.  Proses  pelelangan  di  PPI  Muara  Angke  dapat
dilihat pada Gambar 13.
a                                                               b Gambar 13 Proses pelelangan ikan dipimpin oleh juru lelang a dan pencatatan
data lelang b di PPI Muara Angke tahun 2010 Berdasarkan  pengamatan,  ikan  yang  dilelang  di  TPI  Muara  Angke  adalah
ikan dengan mutu rendah. Ikan-ikan tersebut dilelang karena tidak memiliki nilai jual  tinggi  jika  langsung  dijual  ke  pasaran.  Ikan  dimasukkan  ke  dalam  trays
dengan  kondisi  membeku  dan  terkotak-kotak  oleh  bongkahan  es.  Sebagian kondisi ikan telah terpisah antara kepala dan tubuh ikan. Kondisi ini meyebabkan
ikan  tidak  memungkinkan  untuk  diuji  secara  organoleptik.  Pihak  penyelenggara pelelangan  terlihat  tidak  memperhatikan  masalah  ini  karena  tidak  adanya  tindak
lanjut  untuk  menyikapi  buruknya  mutu  ikan  di  TPI  Muara  Angke.    Buruknya mutu  ikan  ini  seharusnya  mendapat  tanggapan  serius  dari  pihak  penyelenggara
pelelangan di TPI Muara Angke.
5.1.3 Proses akhir pelelangan