Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012

persentase pria belum kawin yang membaca surat kabar atau mendengar radio lebih rendah dibandingkan SKRRI tahun 2007. Ini merupakan fakta menarik komponen kesehatan reproduksi remaja KRR BKKBN, 2013. Paparan informasi yang kurang efektif tidak dapat mempengaruhi pengetahuan remaja. Menurut Surono 1997, pengetahuan yang setengah-setengah justru lebih berbahaya daripada tidak tahu sama sekali, tapi bukan berarti tidak memiliki pengetahuan adalah tidak membahayakan. pengetahuan yang setengah-setengah bisa menimbulkan salah persepsi dan mendorong remaja untuk mencoba-coba Surono, 1997. Selain itu, remaja pria dengan pengetahuan baik lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS dibandingkan dengan remaja pria berpengetahuan kurang. Idealnya, secara umum, semakin baik pengetahuan seseoarang, maka semakin rendah kecenderungannya untuk berperilaku berisiko. Statemen tersebut diduking oleh hasil penelitian yang membuktikan bahwa responden dengan pengetahuan rendah 3.16 kali lebih berpeluang melakukan perilaku seksual berisiko dibandingkan responden dengan pengetahuan tinggi Andriani, 2013. Namun hal bertolak belakang dengan hasil penelitian. Asumsinya karena mereka yang berpengetahuan baik dianggap paham akan resiko dan dampak yang akan timbul dari perilaku yang mereka miliki. Namun pada kenyataanya, perilaku tidak hanya dipengaruhi oleh pengetahuan saja, melainkan ada banyak hal lain yang tidak hanya berasal dari dalam diri individu tapi juga dari luar misalnya pengaruh lingkungan sosial dan paparan informasi. Berdasarkan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.00. Artinya, terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012. Menurut Notoatmodjo pengetahuan merupakan salah satu domain perilaku adalah pengetahuan Notoatmodjo, 2010. Oleh sebab itu untuk mengatasi permasalahan terkait perilaku seksual berisiko IMS salah satunya yang perlu diintervensi adalah pengetahuan. Informasi tentang kesehatan reproduksi, IMS, dan HIVAIDS, khususnya terkait perilaku seksual berisiko IMS perlu diberikan untuk meningkatkan pemahaman remaja, sehingga mereka akan berpikir dengan cermat sebelum melakukan hubungan seksual pranikah Dewi, 2009. Sebagaimana dijelaskan Bandura 1990, perilaku bukan merupakan hasil langsung dari pengetahuan atau keterampilan, melainkan suatu proses penilaian yang dilakukan seseorang dengan menyatukan ilmu pengetahuan, harapan, status emosi, pengaruh sosial dan pengalaman yang didapat sebelumnya untuk menghasilkan suatu penilaian atas kemampuan mereka dalam menguasai situasi yang sulit Bandura, 1990. Jadi, tidak bisa hanya mengintervensi salah satu atau sebagian faktor saja. Beberapa penelitian yang hasilnya sejalan antara lain penelitian yang dilakukan pada siswa SMK 4 Jeneponto Puspita et al., 2012. Selain itu penelitian pada mahasiswa program DIII Kebidanan Universitas Respati Yogyakarta juga menunjukkan adanya hubungan antara variabel pengetahuan dengan perilaku seksual remaja Andriani, 2013. Subekti dalam Tesisnya juga menemukan adanya hubungan penetahuan PMS dengan perilaku seksual berisiko PMS pada anak jalanan Subekti, 2015. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengarhi perilaku. Beberpa teori perilaku sepakat dengan pernyatan tersebut, diantaranya adalah model precede proceed Green. Menurut Green, pengetahuan termasuk faktor yang mempredisposisi perilaku GreendanKreuter, 2000. Jika seseorang memiliki pengetahuan yang cukup baik terkait suatu isu, maka individu atau kelompok tersebut memiliki kecenderungan untuk berperilaku sesuai dengan apa yang telah diketahuinya. Namun perlu diingat, pengetahuan bukan faktor tunggal yang mempengarui perilaku. Selalu ada faktor lain yang juga mempengaruhi perilaku dan dapat pula berinteraksi denga faktor pengetahuan tersebut.

6.7 Hubungan Sikap dengan Perilaku Sekual Remaja Pria di Indonesia Tahun

2012 Hasil analisis univariat diketahui bahwa 56.9 remaja pria bersikap negatif terkait perilaku seksual yang berisiko IMS. Artinya lebih dari separuh remaja pria memiliki permisifitas yang cukup tinggi terkait terhadap perilaku seksual. Temuan ini cukup mengkhawatirkan. Sikap remaja yang negatif terhadap isu kesehatan reproduksi atau cenderung persmisif terhadap perilaku seksual. Sikap yang demikian berpotensi pada perilaku seksual. Sikap merupakan salah satu domain yang menetukan perilaku Notoatmodjo, 2010. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini, yang tertera pada hasil bahwa remaja yang bersikap negatif lebih banyak berperilaku seksual berisiko IMS 24 dibandingkan remaja yang bersikap positif 2.7. Berdasarhan hasil analisis bivariat diperoleh p value sebesar 0.000 yang berarti terdapat hubungan signifikan antara sikap dengan perilaku seksual remaja pria di Indonesia tahun 2012. Pernyataan Notoatmojo dan hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Andriani 2013 di Program Studi DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Respati Yogyakarta Andriani, 2013 dan Puspita 2012 di SMKN 4