Peran orang tua, sekolah, dan media sebagai penyedia informasi

diketahui tidak ada hubungan sumber informasi kesehatan reproduksi dengan perilaku seksual Juleha, 2007. 2.4.7 Pengaruh teman sebaya Teman sebaya adalah sekelompok remaja yang nilainya dianut oleh remaja lain Rice, 2005. Sanrtock 2005 menyatakan teman sebaya berfungsi sebagai tempat bagi remaja berbagi dan sering perubahan perilaku remaja disebabkan transfer perilaku sesame teman sebaya. Teman sebaya sebagai kelompok kelompok acuan untuk berhubungan dengan lingkungan social, dimana remaja menyerap norma dan nilai-nilai yang akhirnya menjadi standar nilai yang mempengaruhi pribadi remaja Santrock, 2005. Menurut Jones dan Furman 2010, berkeinginan untuk memiliki teman sebaya atau kelompok merulakan bagian dari proses tumbuh kembang yang dialami remaja. Teman sebaya adalah remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya merupakan individu atau kelompok satuan fungsi yang berpengaruh pada remaja. Kelompok remaja memiliki ciri yang khas dalam orientasi, nilai- nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut StanhopedanLancaster, 2004.

2.4.8 Perilaku Pacaran

Pengalaman diartikan sebagai sesuatu yang pernah dialami dijalani, dirasai, ditanggung KBBI, 2005. Pengalaman dapat diartikan juga sebagai memori episodic, yaitu memori yang menerima dan menyimpan peristiwa yang terjadi atau dialami individu pada waktu dan tempat tertentu, yang berfungsi sebagai referensi otobiografi Daehler Bukatko, 1985 dalam Syah, 1003. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pacar didefinisikan sebagai teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta kasih; kekasih. Sementara berpacaran didefinisikan dengan bercnintaan; berkasih-kasihan. Berpacaran disamakan maknanya dengan pacaran.Menurut mulamawitri pacaran adalah hubungan pertemanan antar lawan jenis yang diwarnai keintiman. Keduanya terlibat dalam perasaan cinta dan saling mengakui pasangan sebagai pacar Mulamawitri, 2003. Penelitian yang dilakukan oleh Samino di Bandar Lampung tahun 2013 menunjukkan adanya hubungan status pacaran dengan perilaku seksual Samino, 2012. Demikian pula dengan penelitian Nurhidayah dkk pada remaja di Kota Bekasi, terdapat hubungan signifikan antara memiliki pacar dengan perilaku seks Nurhidayah et al., 2012.

2.5 Dampak Perilaku Seksual

2.5.1 Ketagihan

Sekarrini mengungkapkan bahwa perilaku seksual yang ringan seperti berpegangan tangan, berpelukan, cium kering terutama berciuman bibir dapat menimbulkan rasa ketagihan. Hal ini membuat remaja yang meakukannya ingin melakukannya berulang-ulang. Seiring meningkatnya frekuensi remaja dalam berperilaku seksual maka riksiko penularan penyakit juga meningkat. Ketika remaja mulai berani melakukan perilaku seksual ringan, ada keenderungan mulai mencoba perilaku seksual yang lebih berat dan besar risikonya Sekarrini, 2012.

2.5.2 IMS

Infeksi menular seksual adalah infeksi yang ditularkan melalui hubungan seksual baik melalui vagina, mulut, maupun anus. Infeksi tersebut dapat disebabkan oleh bakteri misalnya sifilis, jamur, virus misalnya herpes, HIV, atau parasit misalnya kutu BKKBN, 2012. Semua orang yang sudah pernah melakukan hubungan seksual berisiko tertular IMS. Risiko tersebut akan lebih tinggi pada orang yang melakukan hubungan seksual dengan berganti-ganti pasangan multipartner, melakukan hubungan seksual dengan seseorang yang multipartner, melakukan hubungan seksual tanpa pengaman kondom BKKBN, 2012. IMS menyebabkan infeksi alat reproduksi yang harus dianggap serius. Bila tidak diobati secara tepat, infeksi dapat menjalar, sakit berkepanjangan, kemandulan dan kematian. WHO menyatakan bahwa pantang dari hubungan seksual abstinence dan inisiasi tertunda perilaku seksual terutama menghindari seks pranikah adalah beberapa komponen utama dari upaya pencegahan IMS bagi kaum muda. Monogami dan pengurangan jumlah pasangan seksual be faithful serta meningkatkan akses dan layanan pencegahan komprehensif, termasuk pendidikan pencegahan dan penyediaan kondom condoms sangat penting bagi orang-orang muda yang aktif secara seksual BKKBN, 2012.

2.6 Kerangka Teori

Berdasarkan ulasan pada tinjauan pustaka, maka dapat dibangun sebuah kerangka teori seperti berikut ini: Bagan 2.1 Kerangka Teori Kerangka teori ini mengadopsi teori Precede Proceede Lawrence Green 1980. Teori ini dibuat untuk perencanaan dan evaluasi program kesehatan. Dalam hal ini terdapat kesesuaian antara tujuan teori Precede Proceede dengan penelitian yang dilakukan. Dari analisis lanjut data SDKI 2012 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku seksual Predisposing factor 1. Faktor demografi umur, tempat tinggal, tingkat pendidikan 2. Pengetahuan 3. Sikap Enabling factor 1. Peran sekolah sebagai penyedia informasi kespro 2. Peran masyarakat sebagai penyedia informasi kespro 3. Paparan media 4. Perilaku pacaran Perilaku seksual Reinforcing factor Pengaruh teman sebaya