Remaja pria dengan pengetahuan terkait perilaku seksual berisikoo IMS kurang lebih banyak terdapat di pedesaan 76,9 dibandingkan dengan perkotaan 61.6.
Hal ini diasumsikan Remaja pria yang memilki sikap negatif terhadap perilaku seskual berisiko IMS
hampir sama antara di pedesaan dan perkotaan, yakni 57.5 di pedesaan dan 56.4 di perkotaan. Ini artinya baik di rural maupun urban, lebih banyak remaja pria yang
bersikap  negatif  terhadap  perilaku  seksual  berisiko.  Dalam  hal  ini  bersikap  negatif artinya  setuju  terhadap  perilaku  seksual  berisiko  dan  sikap  positif  artinya  tidak
mendukung perilaku seksual berisiko. Diantara  remaja  pria  Indonesia  yang  menganggap  sekolahnya  tidak  berperan
sebagai  penyedia  informasi  terkait  kesehatan  reproduksi,  lebih  banyak  yang bertempat  tinggal  di  pedesaan  61.5  daripada  di  perkotaan  45.2.  Ini  artinya
lebih  banyak  sekolah  di  pedesaan  yang  belum  memberikan  pendidikan  kesehatan reproduksi secara komprehensif pada siswanya dibandingkan di perkotaan.
Remaja pria  yang menganggap teman sebaya berpengaruh dalam pembentukan perilaku  seksualnya  hampir  sama  antara  di  pedasaan  dan  perkotaan.  Diantara
keduanya  hanya  terpaut  selisih  1  dimana  di  perkotaan  lebih  tinggi  28.  Ini artinya, remaja di perkotaan lebih banyak  yang  merasakan pengaruh teman sebaya
dalam pembentukan perilaku seksualnya.
6.5 Gambaran Tingkat Pendidikan Remaja Pria Indonesa Tahun 2012
Pendidikan  adalah  suatu  proses  pembentukan  kecepatan  seseorang  secara intelektual  dan  emosional.  Pendidikan  juga  diartikan  sebagai  suatu  usaha  sendiri
untuk  mengembangkan  kepribadian  dan  kemampuan  di  dalam  maupun  di  luar sekolah  dan  berlangsung  seumur  hidup  Notoatmodjo,  2003.  Jika  dikelompokkan
berdasarkan  karakteristik  tingkat  pendidikan,  sebagian  besar  remaja  pria  di Indonesia  tahun  2012  berpendidikan  tinggi  65.1.    Pada  variabel  pendidikan
terdapat missing data sebanyak 5. Remaja pria berpendidikan tinggi lebih banyak berperilaku  seksual  berisiko  IMS  15.3  dibandingkan  dengan  remaja  pria
berpendidikan rendah 13.8. Hasil  studi  yang  dilakukan  di  Makassar  sejalan  dengan  penelitian  ini,  bahwa
Remaja  dengan  tingkat  pendidikan  tinggi  memiliki  kecenderungan  berperilaku berisiko lebih besar dibandingkan remaja  yang berpendidikan rendah  Hidayangsih
et al., 2011, Depkes, 2008. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian pada remaja Indoesia yang menunjukkan bahwa lebih banyak remaja berpendidikan
rendah  yang  berperilaku  seksual  tak  aman  dibandingkan  dengan  remaja  yang berpendidikan tinggi dan menengah PratiwidanBasuki, 2011.
Berdasarkan hasil analisis bivariat menggunakan uji chi square, diketahui bahwa terdapat  hubungan  yang  signifikan  antara  tingkat  pendidikan  dengan  perilaku
seksual  remaja  pria  di  Indonesia  p  value  =  0.000.  hal  ini  sejalan  dengan  hasil penelitian yang dilakukan pada remaja di Pasir Gunung Selatan, Depok tahun 2012,
sesuai dengan hasil penelitian ini, yakni ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku seksual, dimana remaja yang pendidikannya lebih tinggi
memiliki  peluang  lebih  besar  sebanyak  1,89  kali  dibandingkan  remaja  dengan pendidikan lebih rendah Dewi, 2012.
Berdasarkan tingkat pendidikan pada remaja pria, didapatkan bahwa pendidikan yang  tinggi  cenderung  lebih  banyak  yang  berperilaku  seksual  berisiko  IMS  yaitu
sebesar 15.3. Menurut Looze, 2012 pada remaja 12-16 tahun di Belanda, remaja dengan  tingkat  pendidikan  yang  lebih  tinggi  memiliki  kencenderungan  yang  lebih
besar untuk  terjadinya  perilaku seksual berisiko  dibandingkan dengan  remaja  yang memiliki  tingkat  pendidikan  yang  rendah.  Dewi  2012  juga  mengatakan  bahwa
remaja dengan pendidikan tinggi lebih berpeluang berperilaku seksual berisiko 1.89 kali lebih besar disbanding remaja dengan pendidikan rendah Dewi, 2012.
Remaja dengan pendidikan tinggi bisa saja beranggapan sudah memiliki cukup pengetahuan  tentang  resiko  yang  akan  dihadapi,  walaupun  belum  tentu  informasi
yang didapatkan selama ini sudah benar. Pendidikan yang tinggi akan menimbulkan keberanian  dan  rasa  percaya  diri  yang  lebih  besar  pada  diri  seseorang  untuk
membuat keputusan atas tindakannya. Remaja dengan pendidikan rendah cenderung memiliki  keberanian  dan  rasa  percaya  diri  yang  kurang  terkait  risiko  yang  akan
dihadapi terkait keputusan yan diambilnya dalam berperilaku.
6.6 Hubungan  Pengetahuan  dengan  Perilaku  Sekual  Remaja  Pria  di  Indonesia
Tahun 2012
Menurut  Bloom  dan  Skinner,  pengetahuan  merupakan  kemampuan  seseorang untuk mengungkapkan kembali apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti jawaban
baik  lisan,  atau  tuliasan  yang  merupakan  stimulasi  dari  pertanyaan.  Pengetahuan atau  kognitif  merupakan  domain  terpenting  dalam  membentuk  tindakan  seseorang
overt behavior. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket  yang menanyakan tentang isi materi yang ingin dikur dari subjek penelitian
atau responden. Notoatmojo, 2007 Dari hasil analisis deskriptif diketahui  bahwa,  remaja pria dengan pengetahuan
kurang  68.3  jauh  lebih  banyak  dibandingkan  remaja  dengan  pengetahuan  baik 31.7. Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya kurangnya paparan informasi,
atau  informasi  yang  memapari  tidak  efektif.  Menurut  laporan  SDKI  tahun  2012
persentase pria belum kawin yang membaca surat kabar atau mendengar radio lebih rendah  dibandingkan  SKRRI  tahun  2007.  Ini  merupakan  fakta  menarik  komponen
kesehatan  reproduksi  remaja  KRR  BKKBN,  2013.  Paparan  informasi  yang kurang  efektif  tidak  dapat  mempengaruhi  pengetahuan  remaja.  Menurut  Surono
1997,  pengetahuan  yang  setengah-setengah  justru  lebih  berbahaya  daripada  tidak tahu  sama  sekali,  tapi  bukan  berarti  tidak  memiliki  pengetahuan  adalah  tidak
membahayakan.  pengetahuan  yang  setengah-setengah  bisa  menimbulkan  salah persepsi dan mendorong remaja untuk mencoba-coba Surono, 1997.
Selain  itu,  remaja  pria  dengan  pengetahuan  baik  lebih  banyak  berperilaku seksual  berisiko  IMS  dibandingkan  dengan  remaja  pria  berpengetahuan  kurang.
Idealnya,  secara  umum,  semakin  baik  pengetahuan  seseoarang,  maka  semakin rendah  kecenderungannya  untuk  berperilaku  berisiko.  Statemen  tersebut  diduking
oleh  hasil  penelitian  yang  membuktikan  bahwa  responden  dengan  pengetahuan rendah  3.16  kali  lebih  berpeluang  melakukan  perilaku  seksual  berisiko
dibandingkan  responden  dengan  pengetahuan  tinggi  Andriani,  2013.  Namun  hal bertolak  belakang  dengan  hasil  penelitian.  Asumsinya  karena  mereka  yang
berpengetahuan  baik  dianggap  paham  akan  resiko  dan  dampak  yang  akan  timbul dari  perilaku  yang  mereka  miliki.  Namun  pada  kenyataanya,  perilaku  tidak  hanya
dipengaruhi oleh pengetahuan saja, melainkan ada banyak hal lain yang tidak hanya berasal  dari  dalam  diri  individu  tapi  juga  dari  luar  misalnya  pengaruh  lingkungan
sosial dan paparan informasi. Berdasarkan  hasil  analisis  bivariat  diperoleh  p  value  sebesar  0.00.  Artinya,
terdapat  hubungan  yang  signifikan  antara  pengetahuan  dengan  perilaku  seksual