Hubungan Hukum antara Franchisor dengan Franchisee Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan

5. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 295MPP1997 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Setiap usaha waralaba Franchise yang akan berdiri dan memulai usahanya harus mendaftarkan diri agar usahanya tersebut sah atau legal menurut hukum yang berlaku. Kewajiban bagi setiap penerima waralaba franchise untuk mendaftarkan usahanya diatur dalam pasal 11 ayat 1 dimana jelaskan : “Bahwa setiap penerima waralaba Franchisee atau penerima waralaba Franchisee lanjutan, wajib mendaftarkan perjnjian waralaba nya beserta keterangan tertulis sebagamana yang dimaksud didalam pasal 5 keputusan ini pada departemen perindustrian dan perdagangan Cq Pejabat yang berwenang menerbitkan STPUW”.

2. Hubungan Hukum antara Franchisor dengan Franchisee

Sebagaimana kita ketahui bahwa antara pihak Franchisor dengan pihak Franchisee dijembatani oleh suatu kontrak yang disebut Franchise Agreement. Tidak ada hubungan lain selain dari itu. Karena itu pula setiap tindakan yang dilakukan oleh masing-masing pihak terhadap pihak ketiga akan dipertanggung jawabkan sendiri oleh masing-masing pihak tersebut dan biasanya prisip-prinsip tanggung jawab masing-masing ini ditemukan dengan tegas dalam kontrak franchise tersebut. - 44 - Tetapi disamping prinsip hukum yang umum tentang tanggung jawab masing- masing tersebut dalam hal-hal tertentu terasa tidak adil jika hal tersebut diterapkan secara konsekuen, sehingga kemudian berkembang teori-teori hukum di Indonesia masih merupakan hukum yang dicita-citakan – Ius Constituendum yang membebankan juga pertanggung jawaban kepada pihak Franchisor atas tindakan- tindakan yang dilakukan oleh pihak Franchisee terhadap pihak ketiga. Jadi dalam hal ini pihak Franchisee beralih kedudukannya dari semula seperti tanggung jawab distributor ke tanggung jawab yang berlaku bagi seorang agen. Adapun yang merupakan justifikasi yuridis terhadap ditariknya tanggung jawab seorang Franchisee menjadi tanggung jawab Franchisor atas tindakan yang dilakukan oleh pihak franchise, adalah :

a. Justifikasi Interen, dalam hal ini jika terdapat pengaruh atas campur

tangan yang cukup besar dari pihak franchisor terhadap jalannya bisnis franchise yang sebenarnya dikelola oleh pihak Franchisee.

b. Justifikasi Eksteren

, yakni jika terdapat kesan kepada masyarakat sedemikian rupa sehingga seolah-olah tindakan tersebut dilakukan oleh atau atas nama pihak Franchisor. 31 Perjanjian Franchise dibuat oleh para pihak, yaitu Franchisor dan franchisee, yang keduanya berkualifikasi sebagai subyek hukum, baik ia sebagai -----------------------------

31. Juajir Sumardi, Aspek-Aspek Hukum Franchise dan Perusahaan

Transnasional , PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. - 45 - badan hukum maupun hanya sebagai perorangan. Perjanjian Franchise adalah suatu perjanjian yang diadakan antara pemilik Franchise Franchisor dengan Pemegang Franchise Franchisee dimana pihak pihak franchisor memberikan hak kepada pihak Franchisee untuk memproduksi atau memasarkan barang barang produk dan atau jasa pelayanan dalam waktu dan tempat tertentu yang disepakati di bawah pengawasan franchisor, sementara franchisee membayar sejumlah uang tertentu atas hak yang diperolehnya. Dengan memperhatikan pengertian perjanjian franchise sebagaimana dikemukakan diatas, maka dapat disimpulkan adanya beberapa unsur dalam suatu perjanjian franchise yaitu : a. Adanya suatu perjanjian yang disepakati b. Adanya pemberian hak dari franchisor kepada franchisee untuk memproduksi dan memasarkan produk dan atau jasa. c. Pemberian hak tersebut terbatas pada waktu dan tempat tertentu. d. Adanya pembayaran sejumlah uang tertentu dari franchisee kepada franchisor. Perjanjian Franchise di Indonesia hingga sekarang ini belum diatur secara khusus dalam suatu perundang-undangan. Namun demikian tidak berarti bahwa di Indonesia tidak diperbolehkan melakukan atau membuat perjanjian franchise, sebab berdasarkan pasal 1338 KUHPerdata para pihak dimungkinkan membuat perjanjian apa saja asal tidak - 46 - bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum a. Adanya suatu perjanjian yang disepakati Untuk menjamin kepastian hukum, sebaiknya perjanjian franchise dibuat dihadapan pejabat yang berwenang Notaris. Dalam hal ini, perlu memperhatikan secara seksama mengenai partner Partner yang dimaksudkan disini adalah franchise lainnya dan konsumen, pemeliharaan standar Sistem Franchise hanya akan berjalan dengan baik jika seluruh pihak yang terlibat dalam sistem franchise tersebut dengan sungguh-sungguh memelihara sistem yang telah ditentukan oleh franchisor, hubungan para pihak kerjasama franchise berlangsung sebagaimana ditentukan dalam perjanjian dan perlu ditegaskan apakah hubungan kerjasama tersebut dapat diperpanjang lagi atau tidak, segi komersial Franchise pada dasarnya adalah hubungan bisnis, oleh karena itu segi pembagian keuntungan atau segi pembayaran franchisee kepada franchisor harus diatur secara jelas agar tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari, teknik operasional apabila dalam perjanjian standar masih kurang lengkap, maka bisa dibuat perjanjian tambahan sebagai pedoman dalam pengoperasian franchise, dan masalah antisipasi masa datang misalnya meninggal atau bubarnya franchisee, pemindahan lokasi, perubahan bahanproduk, dan pemindahan sistem. 32 ---------------------------------

32. Juajir Sumardi