70.76 – RPJM ACEH 2012-2017 | Aspek Kesejahteraan Masyarakat

BAB II - RPJM Aceh 2012-2017 | Aspek Kesejahteraan Masyarakat 80 No Kabupaten Kota M a k a m M a s ji d T u g u R m h T ra d . M o n u -m e n B e n te n g P e rp u s - ta k a a n B a n g u n a n G e d u n g T e m p a t B e rs e ja ra h A rc a J lh 17 Lhokseumawe 9 0 2 0 0 1 0 0 4 0 16 18 Sabang 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 Nagan Raya 3 0 0 1 0 1 0 0 4 0 9 20 Pidie 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 21 Pidie Jaya 39 8 2 1 0 5 1 1 9 3 69 22 Simeulue 4 0 0 0 0 10 1 0 3 0 18 23 Subulussalam 2 0 0 0 0 1 0 0 0 0 3 Jumlah 277 34 19 8 4 30 7 25 62 16 282 Sumber: Database Kebudayaan dan Pariwisata, Tahun 2011 Jumlah situs bangunan cagar budaya yang rusak yaitu di Banda Aceh 30, Aceh Besar 26, Aceh Barat 7, dan Aceh Jaya 3. Jumlah keseluruhan 66 bangunan. Kerusakan mulai dari rusak ringan, berat, dan rusak total. Dari jumlah cagar budaya yang diuraikan di atas, hanya 10 bangunan cagar budaya yang baru memiliki SK menteri atau register nasional. Kondisi cagar budaya di beberapa daerah sangat memprihatinkan khususnya wilayah yang terkena bencana tsunami seperti Makam Syiah Kuala. Penataan nisan di kompleks ini belum dilakukan secara maksimal. Penataan makam juga menimbulkan konflik antara ahli waris dan pihak pelestari, sehingga penataan tidak sesuai dengan kode etik pelestarian cagar budaya. Begitu juga pada situs Kampung Pande, nisan-nisan di situs ini belum satupun yang tertata, bahkan ada yang belum tersentuh. Nisan-nisan masih berserakan di rawa-rawa. Hasil penelitian Edwar Mc. Canon tahun 2007 memberikan informasi bahwa terdapat tulang- tulang manusia di lokasi Cot Makam Kampung Pande. Namun pada tahun 2011, tulang- tulang tersebut sudah tidak ditemukan lagi, dan kondisi situs tersebut sangat memprihatinkan. Hal yang sama juga terlihat pada situs Lamreh dan Ujung Pancu. Selayaknya kelestarian situs bangunan cagar budaya mendapat perhatian khusus. Menurut laporan BP3 Badan Pengelolaan dan Pelestarian Purbakala Aceh, hanya 60 enam puluh situs bangunan cagar budaya penting yang memiliki juru pelihara dan mendapat perhatian pemerintah. Namun, cagar budaya lainnya yang sudah teregister belum mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat. Demikian juga situs bangungan cagar budaya termasuk naskah-naskah kuno yang belum teregisterasi perlu dilakukan pencataan dan pola pengelolaan situs bangunan cagar budaya sebaiknya dilakukan berorientasi kawasan. Selama ini, pengelolaan situs bangunan cagar budaya dilakukan oleh BP3 yang merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Oleh karena itu, koordinasi pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta keikutsertaan masyarakat sangat diperlukan untuk pelestarian situs bangunan cagar budaya di Aceh. Aceh memiliki Budaya Tak Benda I ntangible yang beragam seperti tarian, adat istiadat, dan kegiatan spiritual. Atraksi budaya tak benda dapat mendukung keberadaan budaya benda. Budaya tak benda, seperti seni tari pada masing-masing daerah, memiliki