– RPJM Aceh 2012-2017 | Kebijakan Pengelolaan Keuangan Masa Lalu

188 BAB IV - RPJM Aceh 2012-2017 | Permasalahan dan Tantangan Aceh menunjukkan bahwa daya serap Kredit Usaha Rakyat KUR di Propinsi Aceh hanya sebesar 0,8 dari total plafon nasional sebesar Rp 24 trilliun . Permasalahan lainnya yang masih dihadapi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM di Aceh adalah terkait dengan iklim usaha yang kurang kondusif, seperti besarnya biaya transaksi akibat masih adanya ketidakpastian berusaha, persaingan pasar yang kurang sehat, terbatasnya akses kepada sumber daya produktif terutama terhadap bahan baku, permodalan, sarana dan prasarana serta informasi pasar. Di sisi lain, tantangan utama yang dihadapi Usaha Mikro Kecil Menengah UMKM di Aceh adalah masih rendahnya kinerja dan produktivitas usaha dalam menghasilkan produk yang berkualitas dan berdaya saing untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan bahkan pasar internasional. Dengan demikian, tantangan ke depan adalah bagaimana meningkatkan produktifitas dan daya saing usaha mikro kecil menengah yang berbasis agro industry, industri kreatif, dan inovatif yang didukung oleh peningkatan kapasitas kelembagaan UMKM. 4.1.9. Rendahnya pemanfaatan potensi sumberdaya alam yang berdaya guna, berhasil guna dan berkelanjutan Pemanfaatan sumber daya alam masih belum optimal dalam rangka membuka lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pemanfaatan sumber daya alam di sektor pertanian masih sangat rendah jika dilihat dari produksi dan produktivitas. Hal ini disebabkan antara lain karena rendahnya kepemilikan lahan per kepala keluarga. Rata-rata kepemilikan lahan perkepala keluarga hanya sekitar 0,25 – 0,6 ha kk dengan I ndeks Penanaman I P sekitar 1,28 pertahun, sedangkan rata-rata produktivitas padi baru mencapai 4,6 ton ha. Disamping sektor pertanian, sektor-sektor lain yang bergerak dalam pemanfaatan potensi sumberdaya alam juga mengalami persoalan yang sama, seperti: pemanfaatan energi baru terbarukan, sumber daya kelautan dan kehutanan sehingga belum mampu memperkuat nilai tambah masyarakat terhadap produk yang dihasilkannya. Di sisi lain, pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terkendali dan penggunaan teknologi yang tidak tepat dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap keberlanjutan sumber daya alam. Hal ini dapat dilihat dari sistem pengelolaan hutan, pemanfaatan sumber daya air, usaha pertambangan, usaha perkebunan, dan kelautan serta pengelolaan kawasan pesisir yang belum tepat sehingga berdampak pada kerusakan ekosistem, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya bencana alam. 4.1.10. Pertumbuhan ekonomi Aceh masih rendah Pertumbuhan ekonomi Aceh masih rendah hanya sebesar 5,02 persen pada tahun 2011, lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi Nasional yang tercatat sebesar 6,5 persen Bank I ndonesia, 2011. Disamping itu, perkembangan pertumbuhan ekonomi Aceh pada BAB IV - RPJM Aceh 2012-2017 | Permasalahan dan Tantangan Aceh 189 periode 2007-2011 menunjukkan kecenderungan yang fluktuatif. Hal ini menggambarkan bahwa pondasi struktur ekonomi Aceh masih lemah dan labil. Rendahnya pertumbuhan ekonomi Aceh disebabkan oleh belum optimalnya pengelolaan sumber daya alam, lemahnya sistem pengelolaan keuangan daerah, rendahnya minat investasi swasta pada sektor produktif dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini terlihat dari masih rendahnya produksi dan nilai tambah dari produk unggulan daerah yang belum secara nyata meningkatkan struktur ekonomi Aceh. Berdasakan kondisi tersebut di atas, peningkatan produk dan nilai tambah komoditi unggulan daerah menjadi prioritas pembangunan dengan tetap menjaga kelestarian dan daya dukung lingkungan dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh ke arah yang lebih baik. Untuk mendukung prioritas pembangunan sebagaimana yang diuraikan di atas salah satu konsep yang dapat digunakan adalah kerangka kerja sistem inovasi. Pengembangan teoretik dari sistem inovasi didasarkan pada hipotesis bahwa proses inovasi tidak terjadi dalam suatu area yang terisolasi dari lingkungannya, tetapi merupakan hasil dari interaksi- interaksi yang bersifat sistemik. Sebuah sistem inovasi mencakup sistem riset iptek, berbagai unsur dari lingkungan ekonomik, sistem perbankan, sistem pendidikan dan pelatihan, sektor- sektor publik, serta kondisi sosio-kultural masyarakat. Ukuran bagi kinerja dari sebuah sistem inovasi ditentukan dengan berfokus pada nilai-nilai tambah ekonomik atau sosial sebagai outcome dari inovasi. 4.1.11. Kualitas Sumberdaya Manusia Masih Rendah Kualitas sumberdaya manusia SDM Aceh masih rendah jika dibandingkan dengan pencapaian rata-rata nasional yang direpresentasikan dengan indeks pembangunan manusia I PM. Demikian juga dengan daya saing SDM Aceh masih tergolong rendah, yang dicirikan dengan masih terbatasnya jumlah lulusan SDM kejuruan yang memiliki keterampilan skill, rendahnya daya saing lulusan SMA sederajat untuk memasuki Perguruan Tinggi jumlah tenaga kerja yang berpendidikan tinggi masih sedikit dan rasio ketergantungan penduduk usia produktif dengan jumlah penduduk masih tinggi. Hal ini tergambar dari angka rasio ketergantungan hidup mencapai 54,89 persen pada tahun 2008 dan meningkat menjadi 55,59 persen pada tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif harus menanggung 56 penduduk usia tidak produktif. Masih rendahnya kualitas kesehatan masyarakat Aceh yang dapat dilihat dari masih tingginya proporsi masyarakat Aceh yang mengalami keluhan kesehatan yaitu 30 dari jumlah penduduk Aceh. Penyakit-penyakit menular seperti tuberkulosis, malaria, deman berdarah dan HI V-AI DS belum tuntas tertangani, sementara penyakit tidak menular seperti