Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional

(1)

Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten)

RANTHY PANCASASTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ABSTRAK

RANTHY PANCASASTI. Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga Dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional. Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten (Tb. Sjafri Mangkuprawira sebagai Ketua dan Akhmad Fauzi sebagai Anggota Komisi Pembimbing).

Secara umum, nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang termasuk dalam kategori miskin. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan berbagai kerawanan seperti: kerawanan ekonomi dan kerawanan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kerja suami dan istri pada rumahtangga nelayan tradisional di luar sektor perikanan, (2) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional seperti keputusan rumahtangga dalam pencurahan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran, dan (3) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kemiskinan dalam rumahtangga nelayan tradisional.

Perbedaan musim mempengaruhi corak dalam kegiatan produktif yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan tradisional di kecamatan Kasemen, dimana pada musim paceklik, peluang kerja anggota rumahtangga (suami dan istri) di luar sektor perikanan merupakan alternatif kegiatan produktif. Fenomena pencarian tambahan pendapatan mempengaruhi peluang kerja suami di luar sektor perikanan walaupun pendapatan yang dihasilkan tinggi atau rendah. Hal ini menyebabkan peranan suami dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga lebih besar daripada istri. Faktor-faktor non ekonomi yang berkaitan dengan peranan istri dalam pekerjaan rumahtangga seperti melahirkan, memelihara anak balita pada umur yang masih muda dan masih rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh istri mempengaruhi peluang istri bekerja di luar sektor perikanan. Kegiatan di dalam dan di luar sektor perikanan yang dilaksanakan pada musim penangkapan ikan memberikan corak yang berbeda terhadap perilaku ekonomi rumahtangga. Terbatasnya pemenuhan kebutuhan rumahtangga mendorong peluang kemiskinan rumahtangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional adalah pengeluaran total rumahtangga, banyaknya anggota rumahtangga, lama pendidikan suami, dan dummy musim. Pada musim paceklik, pemenuhan kebutuhan rumahtangga menurun sehingga peluang kemiskinan meningkat. Kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen merupakan kemiskinan sementara.

Kata Kunci: Peluang Kerja Suami dan Istri, Ekonomi Rumahtangga, Peluang Kemiskinan, Rumahtangga Nelayan Tradisional.


(3)

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul :

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN

PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi

Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan

Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten)

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan para Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di Perguruan Tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenaranya.

Bogor, Januari 2008

RANTHY PANCASASTI NRP. A 151050031


(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


(5)

Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten)

RANTHY PANCASASTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(6)

Judul Tesis : Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten)

Nama Mahasiswa : Ranthy Pancasasti Nomor Pokok : A 151050031

Program Studi : Ilmu Ekonomi Pertanian

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc

Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Ekonomi Pertanian

Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS


(7)

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 September 1972 di Jakarta. Penulis merupakan anak tunggal dari Bapak Sumaryadi dan Noor Harry Astoeti. Penulis masuk sekolah dasar tahun 1979 di Sekolah Dasar (SD) Harapan di Jakarta. Pada tahun 1985 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 65 Jakarta dan tahun 1988 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Jakarta.

Pendidikan Strata Satu (S1) penulis selesaikan di jurusan Manajemen Informatika STMIK Gunadarma, Jakarta tahun 1996. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan Magister Manajemen pada program Studi Manajemen di Universitas Gunadarma, Jakarta dan lulus tahun 1999.

Pada tahun 1996 penulis pertama kali bekerja di Astra Heavy Industry Jakarta. Kemudian pada tanggal 2 Maret 2003, penulis menikah dengan H. Alief Maulana, dan dikarunia seorang anak (Shafira Aliefiatuzzahra, lahir 4 Juni 2004). Setelah menikah penulis tinggal di Kabupaten Serang Propinsi Banten dan pindah kerja menjadi Dosen Tetap (PNS) di Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Melalui sponsor Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIIRJEN DIKTI) tahun 2005, Penulis melanjutkan pendidikan Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN), Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(9)

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, atas segala limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya kepada penulis sehingga Tesis yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian akhir dan penyelesaian studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dapat terselesaikan.

Tesis ini berjudul “Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten)” disusun berdasarkan penelitian yang penulis lakukan pada tahun 2006 sampai dengan tahun 2007.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih yang sebesar-sebesarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Tb. Sjafri Mangkuprawira sebagai Ketua Komisi dan Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas

arahan dan saran dalam penyempurnaan tulisan ini.

2. Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai Penguji luar komisi atas saran dalam penyempurnaan tulisan ini.

3. Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA, sebagai Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) beserta staf yang telah memberikan kemudahan selama mengikuti kegiatan akademik.

4. Papa Sumaryadi, Nenek Hj. Nutiyati, Suami tercinta H. Alief Maulana, dan Ananda tersayang Shafira Aliefiatuzzahra yang selalu mendukung setiap aktivitas penulis untuk menjadi orang yang berhasil dan bermanfaat.


(10)

5. Prof. Dr. KH. Wahab Affif , MA, Hj. Sri Annisa Wahab, H. Sudendi, SE, MM, Hj. Darlaini Nasution,SE, MM, Hj. Mardhialina Irwan dan keluarga atas dukungan dan motivasi dalam mendorong penulis untuk melanjutkan dan menyelesaikan studi.

6. Tante Ely dan Tante Nina beserta Keluarga yang telah mengorbankan waktu dan tenaga untuk menjaga dan memberikan dorongan pada penulis selama melakukan penelitian sampai menyelesaikan studi.

7. Sahabat-sahabat saya (Eka, Yana, Melati, Wiji, Budi) dan rekan-rekan angkatan tahun 2005 EPN yang telah memberikan bahan masukan dan semangat kepada penulis untuk penyelesaian tesis ini.

Penulis menyadari tulisan ini banyak kekurangan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik untuk kesempurnaan tulisan ini. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amiin.

Bogor, Januari 2008

Ranthy Pancasasti


(11)

Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten)

(Analysis of The Household Economics Behavior and Opportunity of The Poorness of Traditional Fisheries (Case Study is in Kecamatan Kasemen Serang City Banten

Province))

ABSTRACT

This research aims to analyse: (1) the factors which having an effect on to opportunity work outside fisheries sector for fishermen (husbands) and fishermen’s wifes (members of traditional fisheries household), (2) the factors these having an effect on to economic behavior of traditional fisheries household be like decision of household in take their time to work, expenditure and earnings, and (3) the factors those having an effect on to opportunity of poorness in traditional fisheries household. The results show the existence of work caracteristics in fisheries sector which done by fishermen (husbands) are climate or season differentiation for capturing the fish on the sea. The climate or season differentiation can influence patern of production activities wich done by traditional fisheries household in Kecamatan Kasemen. During the difficult season, opportunity of work household fisheries members (husband and wife) outside the fisheries sector included in the alternative production activities. The penomenon seeking of additional’s earnings can influence fishermen’s opportunities of work outside fisheries sector although low or high yielded earnings. This matter cause role of fishermen in giving the contribution to earnings are bigger than wifes.

Keyword: Opportunity of Work Fishermen and Wifes, Household Economics, Opportunity of Poorness, Traditional Fisheries Household.


(12)

RINGKASAN

Penduduk Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang umumnya sebagai nelayan tradisional bermata pencaharian pada sektor perikanan terutama menangkap ikan di laut. Namun secara umum, nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen termasuk dalam kategori miskin. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan berbagai kerawanan seperti kerawanan ekonomi dan kerawanan sosial.

Usaha perikanan yang ditekuni nelayan tradisional sebagian besar masih didominasi usaha berskala kecil, teknologi sederhana, sangat dipengaruhi irama musim, dan hasil-hasil produksinya pun terbatas hanya untuk konsumsi lokal. Nelayan tradisional setempat bekerja sendirian dalam melakukan penangkapan ikan di laut dan tidak menggunakan tenaga kerja sewa dari luar rumahtangga.

Secara terperinci, permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh rumahtangga nelayan tradisional adalah: (1) Ketidakpastian musim yang menyebabkan ketidakpastian pendapatan di dalam sektor perikanan menuntut pekerjaan lain di luar sektor perikanan dan alokasi istri (anggota rumahtangga) untuk bekerja, (2) Keterbatasan usaha perikanan dan internal rumahtangga nelayan tradisional merupakan corak perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional, dan (3) Ketidakmampuan ekonomi rumahtangga nelayan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari akan mendorong terjadinya peluang kemiskinan.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: (1) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kerja suami dan istri pada rumahtangga nelayan tradisional di luar sektor perikanan, (2) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional seperti keputusan rumahtangga dalam pencurahan waktu kerja, pendapatan dan pengeluaran, dan (3) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kemiskinan dalam rumahtangga nelayan tradisional.

Hasil penelitian menunjukkan adanya karakteristik pekerjaan di dalam sektor perikanan yang dilakukan oleh nelayan tradisional adalah perbedaan musim dalam penangkapan ikan. Perbedaan musim tersebut mempengaruhi corak dalam kegiatan produktif yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan tradisional di kecamatan Kasemen, dimana pada musim paceklik, peluang kerja anggota rumahtangga (suami dan istri) di luar sektor perikanan merupakan alternatif kegiatan produktif.

Fenomena pencarian tambahan pendapatan mempengaruhi peluang kerja suami di luar sektor perikanan walaupun pendapatan yang dihasilkan tinggi atau rendah. Hal ini menyebabkan peranan suami dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga lebih besar daripada istri.

Faktor-faktor non ekonomi yang berkaitan dengan peranan istri dalam pekerjaan rumahtangga seperti melahirkan, memelihara anak balita pada umur yang masih muda, dan masih rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh istri mempengaruhi peluang istri bekerja di luar sektor perikanan. Kegiatan di dalam dan di luar sektor perikanan yang dilaksanakan pada musim penangkapan ikan memberikan corak yang berbeda terhadap perilaku ekonomi rumahtangga.


(13)

nelayan tradisional dalam melakukan kegiatan penangkapan di laut adalah ikan atau udang. Untuk mempermudah pengukuran komoditi hasil produksi yang beragam maka produksi dinilai dalam satuan Rupiah.

Produksi nelayan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi seperti curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan, kapital (dummy jaring ikan dan udang), aset perahu, total biaya produksi, dan dummy musim. Curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan, total biaya produksi, aset perahu, dummy musim, dan dummy jaring responsif terhadap produksi perikanan.

Curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan dipengaruhi oleh umur suami, lama pendidikan suami, umur perahu, dan dummy musim. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh umur suami, lama pendidikan suami, dan dummy musim. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh umur istri, jumlah anak balita, dan lama pendidikan istri.

Produksi nelayan, curahan waktu kerja suami di dalam pertanian, harga jual ikan atau udang, dan dummy musim berpengaruh terhadap pendapatan suami di dalam sektor perikanan. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan, umur suami, lama pendidikan suami, dan dummy musim mempengaruhi pendapatan suami di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan responsif terhadap pendapatan suami di luar sektor perikanan.

Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan, umur istri, dan lama pendidikan istri berpengaruh nyata terhadap pendapatan istri di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan, umur istri, dan lama pendidikan istri responsif terhadap pendapatan istri di luar sektor perikanan.

Pendapatan total rumahtangga digunakan untuk membeli kebutuhan rumahtangga dan banyaknya anggota rumahtangga yang menjadi tanggungan/beban rumahtangga mempengaruhi besarnya kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan. Pada musim panen, pemenuhan kebutuhan rumahtangga seperti konsumsi pangan dan konsumsi non pangan meningkat karena pendapatan total rumahtangga meningkat. Respon konsumsi pangan terhadap pendapatan rumahtangga lebih kecil daripada konsumsi non pangan.

Terbatasnya pemenuhan kebutuhan rumahtangga mendorong peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional. Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional adalah pengeluaran total rumahtangga, banyaknya anggota rumahtangga, lama pendidikan suami, dan dummy musim. Pada musim paceklik, pemenuhan kebutuhan rumahtangga menurun sehingga peluang kemiskinan meningkat. Kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen merupakan kemiskinan sementara.


(14)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Ruang Lingkup Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

2.1. Peluang Kerja Anggota Rumahtangga ... 10

2.2. Ekonomi Rumahtangga Nelayan ... 14

2.3. Kemiskinan ... 18

2.4. Penelitian Terdahulu ... 22

2.5. Kemiskinan Rumahtangga Nelayan di Wilayah Pesisir ... 28

III. KERANGKA PEMIKIRAN ... 32

3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di Luar Sektor Perikanan 32

3.2. Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional ... 34

3.2.1. Produksi Nelayan ... 45

3.2.2. Curahan Waktu Kerja Rumahtangga ... 47

3.2.3. Pendapatan Rumahtangga ... 49

3.2.4. Pengeluaran atau Kosumsi Rumahtangga ... 49

3.3. Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional 50

IV. METODE PENELITIAN ... 54

4.1. Penentuan Lokasi dan Waktu Penelitian ... 54

4.2. Sumber Data ... 54


(15)

4.4.1. Model Peluang Kerja Suami di Luar Sektor Perikanan ... 55

4.4.2. Model Peluang Kerja Istri di Luar Sektor Perikanan ... 56

4.4.3. Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional ... 57

4.4.4. Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional ... 62

4.5. Metode Pendugaan Model ... 63

4.6. Definisi Operasional ... 64

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH ... 67

5.1. Gambaran Umum Propinsi Banten ... 67

5.2. Gambaran Umum Kabupaten Serang ... 68

5.3. Letak dan Keadaan Alam ... 68

5.4. Administrasi Pemerintahan ... 69

5.5. Kependudukan ... 69

5.6. Potensi Ekonomi ... 71

5.7. Sumberdaya Perikanan ... 73

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN .. 79

6.1. Peluang Kerja Suami di Luar Sektor Perikanan ... 79

6.2. Peluang Kerja Istri di Luar Sektor Perikanan ... 82

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN EKONOMI RUMAHTANGGA ... 87

7.1. Produksi Nelayan ... 87

7.2. Curahan Waktu Kerja Suami di Dalam Sektor Perikanan ... 91

7.3. Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Sektor Perikanan ... 93

7.4. Curahan Waktu Kerja Istri di Luar Sektor Perikanan ... 95

7.5. Pendapatan Suami di Dalam Sektor Perikanan ... 97

7.6. Pendapatan Suami di Luar Sektor Perikanan ... 99

7.7. Pendapatan Istri di Luar Sektor Perikanan ... 100

7.8. Konsumsi Pangan ... 103


(16)

7.9. Konsumsi Non Pangan ... 105

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL 108 IX. KESIMPULAN DAN SARAN ... 114

9.1. Kesimpulan ... 114

9.2. Saran ... 115

DAFTAR PUSTAKA ... 117

LAMPIRAN ... 122


(17)

Nomor Halaman 1. Produksi Ikan Menurut Tempat Penangkapan/Budidaya

di Kabupaten Serang Tahun 2004 ... 4 2. Identifikasi Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional .. 61 3. Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok

Umur di Kecamatan Kasemen Tahun 2005 ... 70 4. Banyaknya Tenaga Kerja yang Bekerja Menurut Lapangan

Pekerjaan dan Desa di Kecamatan Kasemen Tahun 2005 ... 71 5. Banyanya Industri Dirinci Menurut Jenis dan Desa di Kecamatan

Kasemen Tahun 2005 ... 72 6. Karakteristik Rumahtangga Responden ... 75 7. Curahan Waktu Kerja Suami di Dalam dan di Luar Sektor

Perikanan ... 80 8. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Peluang Kerja Suami di Dalam dan di Luar Sektor Perikanan ... 81 9. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Peluang Kerja Istri di Luar Sektor Perikanan ... 83 10. Rata-rata Curahan Waktu Kerja Rumahtangga Nelayan Tradisional 84 11. Rata-rata Pendapatan Rumahtangga Nelayan tradisional ... 84 12. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Produksi Nelayan ... 88 13. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Curahan Waktu Kerja Suami di Dalam Sektor Perikanan ... 91 14. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Curahan Waktu Kerja Suami di Luar Sektor Perikanan ... 94 15. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Curahan Waktu Kerja Istri di Luar Sektor Perikanan ... 95


(18)

16. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Pendapatan Suami di Dalam Sektor Perikanan ... 97 17. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Pendapatan Suami di Luar Sektor Perikanan ... 99 18. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Pendapatan Istri di Luar Sektor Perikanan ... 101 19. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Konsumsi Pangan ... 103 20. Hasil Pendugaan Parameter dan Elastisitas pada Persamaan

Konsumsi Non Pangan ... 105 21. Kontribusi Pendapatan Suami di Dalam dan di Luar Sektor

Perikanan ... 108 22. Rata-Rata Kontribusi Pendapatan Rumahtangga Nelayan

Tradisional pada Musim Panen dan Paceklik ... 109 23. Rata-Rata Pengeluaran Rumahtangga Nelayan Tradisional

pada Musim Panen dan Paceklik ... 110 24. Hasil Pendugaan Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap

Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional ... 111


(19)

Nomor Halaman 1. Kurva Indiferens ... 36 2. Kurva Perubahan Tingkat Upah dan Tingkat Kepuasan Individu 38 3. Kurva Hubungan Perubahan Pendapatan dengan Konsumsi ... 44 4. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 53 5. Diagram Alur Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional 66


(20)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Produksi Perikanan Tangkap Menurut Klasifikasi Perikanan

Tangkap di Propinsi Banten Tahun 2004 ... 123 2. Nilai Produksi Perikanan Laut Menurut Kuartal dan Kabupaten/

Kota di Propinsi Banten Tahun 2004 ... 123 3. Nilai Produksi Perikanan Perairan Umum Menurut Kuartal dan

Kabupaten/Kota di Propinsi Banten Tahun 2004 ... 124 4. Nama Pelabuhan dan Pangkalan Pendaratan Ikan di Propinsi

Banten Tahun 2004 ... 125 5. Jumlah Desa Nelayan di Propinsi Banten Tahun 2004 ... 126 6. Nama Desa Nelayan di Kabupaten Serang Propinsi Banten

Tahun 2004 ... 126 7. Banyaknya Rumahtangga Perikanan Menurut Jenis Perikanan

di Kabupaten Serang Tahun 2004 ... 127 8. Program dan Hasil Pendugaan Model Peluang Kerja Suami

di Luar Sektor Perikanan ... 128 9. Program dan Hasil Pendugaan Model Peluang Kerja Istri

di Luar Sektor Perikanan ... 130 10. Program dan Hasil Pendugaan Model Ekonomi Rumahtangga

Nelayan Tradisional ... ... 132 11. Program dan Hasil Pendugaan Model Peluang Kemiskinan

Rumahtangga Nelayan Tradisional ... 142


(21)

1.1. Latar Belakang

Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia bertujuan untuk mencapai kesejahteraan rakyat dengan mengupayakan adanya pertumbuhan ekonomi. Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkannya adalah melalui pembangunan pertanian. Pembangunan pertanian adalah seluruh upaya untuk memanfaatkan kekayaan sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan, sumberdaya manusia, modal, serta ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghasilkan produksi pertanian dan bahan baku primer industri (Garis Besar Haluan Negara, 1993).

Salah satu sektor pertanian yang menunjukkan ketangguhannya adalah sektor perikanan yang berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Sektor perikanan menjadi salah satu sektor andalan karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, baik ikan, sumberdaya perairan, dan lahan tambak masih cukup melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal, (2) Produk Domestik Bruto (PDB) sektor perikanan, walaupun masih relatif kecil kontribusinya, akan tetapi menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dan bahkan peningkatannya tertinggi dibandingkan dengan sektor yang lainnya, (3) permintaan ikan dunia dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan tingginya tingkat pendidikan, sedangkan kemampuan pasok dari negara penghasil ikan dunia semakin berkurang, karena terbatasnya sumberdaya yang dimilikinya, (4) pola hidup masyarakat dunia pada saat ini dicirikan dengan semakin selektifnya makanan yang disajikan dengan memenuhi kriteria gizi yang tinggi,


(22)

2

mudah disajikan, dan menjangkau masyarakat, dan (5) jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan mencapai lebih dari 200 juta orang merupakan pasar yang potensial bagi produk-produk perikanan (Kusumaatmadja, 2000).

Peranan sektor perikanan dalam pembangunan dapat dilihat dari tiga hal, yaitu sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, sebagai sumber pangan khususnya protein hewani, dan sebagai penyedia lapangan kerja. Sebagai sumber pertumbuhan ekonomi, pembangunan perikanan diharapkan dapat meningkatkan pendapatan nelayan serta pelaku ekonomi lainnya yang berhubungan dengan kegiatan produksi perikanan, memberikan devisa negara melalui ekspor, memacu pembangunan ekonomi daerah khususnya kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil serta memasok bahan baku industri. Ikan sebagai sumber protein hewani yang diperlukan manusia untuk pertumbuhan sangat penting dalam membentuk sumberdaya manusia yang berkualitas. Keunggulan sektor perikanan juga diharapkan menjadi tumpuan agar dapat menyerap tenaga kerja yang tinggi, karena sifat sektor perikanan yang lebih membutuhkan jumlah tenaga kerja yang besar.

Menurut data Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Tahun 2004 yang diterbitkan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Tahun 2005, PDB sektor kelautan dan perikanan selama periode tahun 2000-2004 meningkat sebesar 26.06 persen. Kenaikan produk domestik bruto sektor kelautan dan perikanan tersebut juga didukung dengan peningkatan produksi perikanan, dimana pada tahun 2000, produksi perikanan baru mencapai 5 107 juta ton, akan tetapi pada tahun 2004 telah meningkat menjadi 6 231 juta ton. Jumlah nelayan


(23)

Indonesia juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2000, nelayan di Indonesia hanya berjumlah 3 105 juta orang, sedangkan pada tahun 2004 jumlah nelayan di Indonesia telah mencapai 4 467 juta orang.

Salah satu propinsi yang mengembangkan sektor perikanan adalah Propinsi Banten. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Propinsi Banten, pada tahun 2005 sektor perikanan memberikan kontribusi terbesar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sektor pertanian yaitu sebesar 3.12 persen, dan untuk sektor pertanian sendiri pada tahun 2005 memberikan sumbangan sebesar 2.66 persen terhadap PDRB Propinsi Banten. Ekspor komoditi sektor perikanan memberikan sumbangan yang cukup besar yaitu bernilai US$ 2.10 miliar pada tahun 2004 (DKP, 2005).

Selama ini potensi perikanan laut yang berhasil ditangkap dan diproduksi bagi kepentingan perekonomian Banten, berdasarkan data Statistik Perikanan Tangkap Banten Tahun 2004 dari DKP Propinsi Banten Tahun 2005 (Lampiran 1), pembangunan perikanan tangkap Propinsi Banten terbagi menjadi dua sektor, yaitu sektor perikanan laut dan sektor perairan umum. Sektor

perikanan laut pada tahun 2004 mempunyai volume produksi sebesar 53 534.40 ton lebih tinggi dibandingkan dengan produksi pada sektor perairan

umum sebesar 498.52 ton (Lampiran 2). Nilai produksi yang dihasilkan oleh sektor perikanan laut sebesar Rp. 287 722 190 ribu, sedangkan sektor perairan umum sebesar Rp. 2 590 800 ribu (Lampiran 3).

Data DKP Propinsi Banten Tahun 2005 menunjukkan bahwa nilai produksi perikanan laut menurut daerah dan kuartal pada tahun 2004, Kabupaten Serang mempunyai nilai produksi sebesar Rp. 31 222 500 ribu, Kabupaten


(24)

4

Tangerang sebesar Rp. 153 189 600 ribu, Kota Cilegon sebesar Rp. 7 314.50 ribu, Kabupaten Pandeglang sebesar Rp. 93 555 275 ribu, dan Kabupaten Lebak sebesar Rp. 9 747 500 ribu (Lampiran 2).

Khusus di Kabupaten Serang, mempunyai nilai produksi nomor tiga terbesar dibandingkan dengan daerah lain, salah satunya karena keberadaan dari fasilitas pelabuhan dan pangkalan pendaratan ikan (PPP/PPI) di atas kapasitas jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Propinsi Banten yang dikelola oleh DKP Propinsi Banten yang berlokasi di Kecamatan Kasemen, sebagai pusat kegiatan dan transaksi hasil tangkapan ikan (Lampiran 4).

Selain itu, menurut data DKP Propinsi Banten Tahun 2005, Kabupaten Serang memiliki 24 desa nelayan yang sebagian besar merupakan desa nelayan tradisional dengan jumlah sumberdaya manusia terbanyak dibandingkan dengan kabupaten dan kota di Propinsi Banten (Lampiran 5).

Tabel 1. Produksi Ikan Menurut Tempat Penangkapan/Budidaya di Kabupaten

Serang, Tahun 2004

No. Kecamatan

Penangkapan

Laut (ton) Perairan Umum

Sungai (ton) Rawa/Danau (ton)

1. Cinangka 553.20

-2. Padarincang - 35.60 61.50

3. Ciomas - 14.70

-4. Pabuaran - 13.40

5. Baros - 19.60

-6. Cikeusal - 32.60 40.30

7. Pamarayan - 54.70 53.80

8. Anyar 331.60 -

-9. Bojonegara 1 558.40 -

-10. Pulo Ampel 2 001.70 -

-11. Kasemen 2 166.30 -

-12. Tirtayasa 184.10 -

-Serang 2004 6 795.30 170.60 155.60

2003 6 100.70 137.70 149.10


(25)

Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang umumnya sebagai nelayan tradisional bermata pencaharian pada sektor perikanan terutama menangkap ikan di laut. Walaupun di Kecamatan Kasemen terdapat fasilitas pelabuhan dan pangkalan pendaratan ikan (PPP/PPI) di atas kapasitas jika dibandingkan dengan kabupaten dan kota lainnya di Propinsi Banten, namun secara umum, nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen termasuk dalam kategori miskin. Kondisi yang demikian dapat menimbulkan berbagai kerawanan, seperti kerawanan ekonomi dan kerawanan sosial.

Untuk memahami berbagai upaya dalam meningkatkan kesejahteraan rumahtangga nelayan tradisional diperlukan pendekatan yang memperhatikan pola pengambilan keputusan rumahtangga. Pengambilan keputusan rumahtangga secara internal yang dilakukan seperti kegiatan produktif yang dilaksanakan anggota rumahtangga di dalam sektor perikanan dan di luar sektor perikanan, perilaku pengambilan keputusan rumahtangga yang bertindak sebagai produsen dan konsumen, dan keterlibatan anggota rumahtangga nelayan dalam upaya mengurangi kemiskinan yang dipengaruhi oleh faktor internal rumahtangga.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dianggap penting dilakukan penelitian tentang Analisis Perilaku Ekonomi Rumahtangga dan Peluang Kemiskinan Nelayan Tradisional. Penelitian ini memilih kasus rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten (Lampiran 6).


(26)

6

1.2. Rumusan Masalah

Di sebagian besar negara sedang berkembang, masalah kemiskinan dan pendapatan per kapita yang rendah merupakan salah satu masalah dalam pembangunan ekonami. Berdasarkan berita resmi statistik BPS pada bulan September tahun 2006, jumlah masyarakat miskin Indonesia pada tahun 2006 mencapai 39.05 juta jiwa (17.75 persen). Permasalahan pokok yang dihadapi sektor perikanan adalah kemiskinan nelayan tradisional.

Berdasarkan data BPS Kabupaten Serang tahun 2004, di Kecamatan Kasemen terdapat 233 rumahtangga nelayan (RTP), dimana 77.27 persen rumahtangga nelayan (RTP) hanya menggunakan perahu dayung (perahu tanpa motor) dan alat jaring yang terbatas jumlahnya, sedangkan selebihnya merupakan rumahtangga nelayan yang menggunakan motor tempel (12.97 persen), dan kapal motor (9.76 persen). Adanya penggunaan teknologi yang sederhana atau bersifat tradisional dalam proses penangkapan ikan di laut yang dilakukan oleh sebagian besar nelayan di Kecamatan Kasemen memiliki kesejahteraan yang minim (Lampiran 7).

Dimensi kemiskinan dapat terbentuk dari aspek ekonomi, aspek sumberdaya manusia, lingkungan, dan rumahtangga. Adanya pekerjaan yang tidak tetap yang tergantung musim mengakibatkan pekerjaan nelayan tradisional tidak tetap. Kondisi tersebut mengakibatkan tingkat pendapatannya pada sektor perikanan tidak pasti. Akibatnya, dalam kehidupan sehari-harinya rumahtangga nelayan umumnya mengikutsertakan anggota rumahtangga lainnya seperti istri untuk bekerja dan pada musim paceklik nelayan bekerja pada sektor non perikanan untuk mencari pendapatan tambahan.


(27)

Usaha perikanan yang ditekuni nelayan tradisional sebagian besar masih didominasi usaha berskala kecil, teknologi sederhana, sangat dipengaruhi irama musim, dan hasil-hasil produksinya pun terbatas hanya untuk konsumsi lokal. Nelayan tradisional setempat bekerja sendirian dalam melakukan penangkapan ikan di laut dan tidak menggunakan tenaga kerja sewa dari luar rumahtangga.

Keputusan pencurahan waktu kerja oleh anggota rumahtangga baik di dalam maupun di luar sektor perikanan akan mempengaruhi besar kecilnya tingkat pendapatan yang diperoleh rumahtangga. Pendapatan rumahtangga akan mempengaruhi tingkat dan pola konsumsi rumahtangga. Keputusan rumahtangga dalam mencurahkan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran merupakan perilaku ekonomi rumahtangga.

Adanya faktor musim, keterbatasan usaha nelayan tradisional, dan internal rumahtangga dapat berpengaruh terhadap penurunan hasil tangkapan ikan (produksi). Hal ini mengakibatkan pendapatan rumahtangga nelayan relatif rendah sehingga rumahtangga nelayan tradisional sulit untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Kondisi tersebut menyebabkan rumahtangga nelayan berpeluang untuk miskin.

Secara terperinci, permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh rumahtangga nelayan tradisional adalah:

1. Ketidakpastian musim yang menyebabkan ketidakpastian pendapatan di dalam sektor perikanan menuntut pekerjaan lain di luar sektor perikanan dan alokasi istri (anggota rumahtangga) untuk bekerja.

2. Keterbatasan usaha perikanan dan internal rumahtangga nelayan tradisional merupakan corak perilaku ekonomi rumahtangga nelayan


(28)

8

tradisional.

3. Ketidakmampuan ekonomi rumahtangga nelayan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari akan mendorong terjadinya peluang kemiskinan. 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kerja suami dan istri pada rumahtangga nelayan tradisional di luar sektor perikanan.

2. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku ekonomi rumahtangga nelayan tradisional seperti keputusan rumahtangga dalam pencurahan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran.

3. Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap peluang kemiskinan dalam rumahtangga nelayan tradisional.

Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan informasi yang berkaitan dengan peluang kerja suami dan istri di luar sektor perikanan, perilaku setiap variabel yang berpengaruh terhadap produksi, curahan waktu kerja, pendapatan, dan pengeluaran. Selain itu, hasil studi diharapkan dapat memberikan informasi berkaitan dengan peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional. Informasi ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan pembangunan sektor perikanan untuk mengentaskan kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional.


(29)

1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

Ruang lingkup dan keterbatasan penelitian ekonomi rumahtangga nelayan tradisional adalah:

1. Penelitian ini dilakukan pada rumahtangga nelayan tradisional yang menggunakan perahu dayung.

2. Aspek yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: (1) peluang kerja suami dan istri di luar sektor perikanan, (2) produksi nelayan, curahan waktu kerja rumahtangga, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga nelayan tradisional, dan (3) peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional. 3. Anggota rumahtangga yang dianalisis adalah suami dan istri.

4. Curahan waktu kerja anggota rumahtangga yang dianalisis adalah waktu untuk bekerja produktif di pasar kerja (market production time), yaitu waktu yang digunakan untuk mencari nafkah (income earning market production). Penelitian ini tidak menganalisis curahan waktu luang atau kegiatan non ekonomi (misalnya kegiatan sosial dan lain-lain).

5. Penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari dua musim penangkapan, yakni musim paceklik dan musim panen. Data musiman yang diperoleh diambil dalam satu bulan yang mewakili satu musim.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peluang Kerja Anggota Rumahtangga

Bekerja diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pendapatan. Bekerja dianggap sebagai bagian yang terpenting dalam kehidupan manusia karena dengan bekerja seseorang akan mempunyai daya beli. Bekerja juga berfungsi sebagai status sosial dalam hidup bermasyarakat. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan formal dirasakan oleh sebagian besar penduduk masih sangat terbatas. Kurang dari setengah penduduk daerah kota dan hanya sepertiga penduduk daerah pedesaan yang menilai bahwa peluang bekerja di sektor formal tetap baik (BPS, 1999). Peluang kerja merupakan kesempatan bagi seseorang untuk memperoleh pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup pokok yaitu berusaha untuk memperbaiki tingkat pendapatan, sandang, pangan, perumahan, pendidikan maupun kesehatan. Hal tersebut dilakukan untuk membina kesejahteraan rumahtangganya agar lebih baik dari keadaan sebelumnya (Yuwono, 2000).

Sawit et. al, (1986) menemukan bahwa banyak penduduk yang mencurahkan waktunya untuk bekerja lebih dari satu jenis pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh hasil dari pekerjaan utama di sektor pertanian belum mencukupi biaya seluruh kebutuhan rumahtangga terutama bagi golongan miskin yang tidak menguasai sumberdaya selain tenaga kerja. Sitorus (1994) juga menemukan bahwa seluruh kasus rumahtangga miskin menerapkan strategi sumber nafkah ganda. Artinya rumahtangga tidak hanya mengandalkan hidup pada satu jenis pekerjaan saja. Di desa pantai, nelayan menyadari bahwa perekonomian


(31)

rumahtangga mereka sangat ditentukan oleh keadaan cuaca. Untuk itu, rumahtangga mencari sumber pendapatan lain yang dapat menambah penghasilan rumahtangga mereka.

Kasryno (1984) mendapatkan bahwa pekerja di pedesaan sering melakukan pekerjaan lebih dari satu bahkan melakukan pekerjaan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Siregar et. al, (1995) juga mendapatkan bahwa khusus untuk kawasan pantai yang telah padat, perlu dicari usaha lain (secara terpadu). Usaha tersebut seperti pengembangan sektor non perikanan guna mengalihkan mereka untuk menjauhi ketergantungan mereka dari sumberdaya laut guna menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut.

Pada agroekosistem pantai, aktivitas non perikanan yang berkembang masih merupakan rangkaian usaha perikanan yang umumnya masih dapat digolongkan sebagai industri pengolahan hasil perikanan (agroindustri) skala kecil atau rumahtangga berupa pembuatan ikan asin, terasi atau ikan panggang serta pindang. Untuk bidang jasa atau berdagang umumnya masih terbatas berdagang hasil perikanan atau kebutuhan pokok yang sangat terbatas jenis dan volumenya (Indraningsih et. al, 1995).

Peranan setiap anggota rumahtangga dalam meningkatkan pendapatan rumahtangga dapat dilihat dari kontribusi kerja. Kontribusi kerja terhadap pendapatan diperoleh berturut-turut dari yang tertinggi disumbangkan oleh suami, istri, anak laki-laki, dan anak perempuan (Mangkuprawira, 1985). Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggungjawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya, dan adat istiadat (Handayani dan Sugiarti, 2001). Pola pengambilan keputusan dalam


(32)

12

 

rumahtangga tradisional umumnya adalah bahwa suami mengambil keputusan tentang pencarian nafkah dan istri memutuskan pada kegiatan rumahtangga (Deacon dan Firebaugh, 1981 dalam Tombokan, 2001).

Bagi perempuan, pekerjaan yang menghasilkan pendapatan di bidang usaha memerlukan modal, keberanian, dan pengetahuan. Hal ini sangat minim dimiliki oleh perempuan nelayan sehingga peluang berusaha tersebut menjadi terbatas. Sedangkan di bidang pekerjaan baik sebagai buruh maupun pekerjaan lainnya juga memerlukan keterampilan dimana bagi perempuan nelayan keterampilan yang dimiliki juga terbatas sehingga peluang bekerja juga menjadi terbatas (Simanullang, 2006).

Di Desa Muncar Kabupaten Banyuwangi, istri nelayan sebagai golongan kecil dengan pendidikan rendah ternyata produktif dalam mencari nafkah karena tuntutan keluarga. Di samping itu, usaha produktif dari perempuan nelayan tersebut jika didayagunakan secara maksimal maka tidak mustahil pada masa yang akan datang menjadi penggerak bagi rumahtangga nelayan (Simanullang, 2006).

Perbedaan peranan dalam keluarga disebabkan oleh faktor biologis dan juga disebabkan oleh faktor perbedaan sosial budaya, lingkungan keluarga, siapa yang meraja dalam sistem (matriarchal vs patriarchal), siapa yang mengasuh dan mendidik anak, serta siapa yang mencari nafkah (Hutajulu, 1985 dalam Rinaldi, 1999). Susanto (1997) dalam Rinaldi (1999) menunjukkan bahwa salah satu faktor yang memungkinkan wanita masa kini dapat memainkan peranan gandanya adalah peningkatan pendidikan kaum wanita, menurunnya jumlah anak yang dimiliki, dan adanya dukungan keluarga dalam pengembangan karir.


(33)

Aryani (1994) mendapatkan bahwa semakin baik kondisi ekonomi rumahtangga maka semakin besar sumbangan dari hasil kegiatan melaut terhadap total penerimaan rumahtangga, sebaliknya sumbangan curahan tenaga kerja rumahtangga intensitasnya terlihat dari tingkat partisipasi dan tingkat waktu kerja. Berdasarkan kondisi ekonomi rumahtangganya, semakin baik kondisi ekonomi rumahtangga semakin tinggi partisipasi kerja istri dan anggota rumahtangga, sedangkan partisipasi kerja suami semakin menurun.

Prasodjo (1993) menyimpulkan bahwa faktor musim mempengaruhi keragaan pola kerja antara pria dan wanita dalam rumahtangga dengan tahapan ekspansi demografi yang berbeda-beda, dimana peran produktif pria di dua komunitas meningkat sedangkan pengalokasian tenaga kerja wanita pada rumahtangga nelayan kurang optimal karena terdapat waktu luang yang besar. Dengan kata lain, tenaga kerja rumahtangga responsif terhadap perubahan musim tersebut dengan meningkatkan pola nafkah ganda.

Kishor dan Gupta (1999) mengadakan penelitian mengenai peranan wanita pedesaan dalam proses pengambilan keputusan di sektor pertanian di Kota Kairabad dan Desa Sitapur, India. Pengambilan keputusan dianalisis dengan tiga skala yaitu konsultasi, pertimbangan opini, dan langsung dalam pengambilan keputusan akhir. Hasil penelitian tersebut menunjukkan 28 persen wanita terlibat langsung dalam pengambilan keputusan akhir, seperti penyimpanan hasil-hasil pertanian, jual beli tanah dan ternak serta pemasaran hasil-hasil pertanian. Tingkat partisipasi wanita dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, modal, kepemilikan lahan, dan status sosial ekonomi.


(34)

14

 

2.2. Ekonomi Rumahtangga Nelayan

Rumahtangga nelayan menghadapi persoalan kompleks dalam hubungannya dengan produksi, konsumsi, dan alokasi tenaga kerja. Hal ini menyebabkan analisis yang hanya melihat dari satu sisi untuk melihat tingkah laku ekonomi mereka sangatlah lemah. Sawit dan O'Brein (1995) mencoba menggabungkan hal tersebut, atas landasan teori ekonomi rumahtangga kemudian diturunkan berbagai fungsi respons yaitu suplai tenaga kerja, suplai output, dan konsumsi rumahtangga. Variabel harga input atau output diperlakukan sebagai exogeneous yang mempengaruhi pendapatan, konsumsi, dan alokasi tenaga kerja rumahtangga.

Model ekonomi rumahtangga memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Ada dua proses perilaku rumahtangga yaitu: (1) proses produksi rumahtangga, dan (2) proses konsumsi rumahtangga yang merupakan pemilihan terhadap barang-barang yang dikonsumsi (Becker, 1981).

Barnum dan Squire (1979) menggunakan model ekonometrika dalam mengkaitkan perilaku produk usahatani, konsumsi, dan suplai tenaga kerja pada situasi pasar tenaga kerja bersaing dengan menggunakan data cross section di Malaysia. Temuan penting dalam penelitian ini adalah adanya saling keterkaitan yang erat antara produksi dan keputusan konsumsi dalam rumahtangga petani.

Wilayah laut yang luas menyebabkan banyak kegiatan ekonomi penduduk khususnya mereka yang bermukim di wilayah pantai yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan sumberdaya laut dalam memenuhi kehidupannya.


(35)

Kegiatan perekonomian di desa-desa pantai pada umumnya bersifat usaha kecil dan sangat terbatas, kemungkinan untuk bisa mengambil dan menciptakan manfaat ekonomi seperti yang dilakukan atau dinikmati oleh usaha yang berskala besar tidak mungkin. Ciri-ciri lain dari kegiatan usaha atau perekonomian di desa-desa pantai adalah kenyataan mengenai pengaruh musim yang kuat. Sifat usaha musiman dan skala usaha yang kecil menyebabkan nelayan tidak mempunyai kemampuan untuk mengontrol baik produksi maupun harga dari produksi yang dihasilkan (Simanullang, 2006).

Nelayan tradisional merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan kondisi sosial nelayan yang dicirikan oleh sikap mental yang tidak mudah menerima inovasi teknologi baru, pemilikan aset produktif yang sangat minimal, pendapatan relatif rendah, dan miskin, umumnya hanya memiliki perahu tanpa motor dengan alat tangkap yang sederhana atau hanya memiliki modal tenaga kerja. Istilah tersebut digunakan untuk membedakan antara nelayan tradisional dengan nelayan modern (Muhammad, 2002). Hasil penelitian Boer (1984) menyimpulkan bahwa nelayan tradisional merupakan lapisan sosial paling bawah di desa nelayan.

Indraningsih et. al, (1995) mengadakan studi mengenai identifikasi kemiskinan di Jawa Timur dengan menggunakan model rumahtangga nelayan di agroekosistem pantai mengatakan bahwa indikator kemiskinan rumahtangga yang digunakan: (1) penguasaan aset produksi nelayan, yakni berdasarkan pemilikan alat tangkap. Hasil tangkapan ikan dipengaruhi oleh cuaca dan teknologi peralatan tangkap yang digunakan, (2) pola pengeluaran rumahtangga, dimana pendapatan suatu rumahtangga dapat diproksi dari tingkat pengeluaran rumahtangga baik


(36)

16

 

pangan maupun non pangan. Pangsa pengeluaran penduduk miskin pada agroekosistem pantai untuk pangan relatif lebih besar dibanding non pangan yakni sebesar 66 persen dari pengeluarannya, (3) sumber pendapatan, dimana perolehan sumber pendapatan rumahtangga nelayan pada agro ekosistem pantai adalah dari hasil tangkapan ikan atau usaha di dalam perikanan (sekitar 60 persen) dan usaha non perikanan (sekitar 23 persen). Gambaran ini menunjukkan bahwa usaha penangkapan ikan sebagai sumber pendapatan rumahtangga tampaknya belum disubstitusi secara berarti oleh sumber pendapatan lain termasuk usaha non perikanan, dan (4) aktivitas perikanan dan non perikanan, dimana nelayan di agroekosistem pantai masih sangat bergantung pada aktivitas sektor perikanan karena tingkat pendidikan yang rendah, keterampilan yang sangat terbatas serta tidak adanya penguasaan modal menyebabkan diversifikasi usaha sulit dilakukan rumahtangga nelayan.

Kemampuan nelayan untuk memperluas jaringan interaksi sosial juga sangat terbatas karena sebagian besar waktu tersita untuk melaut. Untuk agroekosistem pantai, kegiatan anggota rumahtangga terutama istri nelayan dapat dikonsentrasikan pada kegiatan industri rumahtangga namun tetap dengan memanfaatkan bahan baku dari produk perikanan setempat.

Mangkuprawira (1985) menggunakan model ekonomi rumahtangga dalam disertasinya, yakni mengkaji alokasi waktu dan kontribusi kerja anggota keluarga dalam kegiatan ekonomi rumahtangga di Kabupaten Sukabumi yang melihat perilaku pembagian kerja antara anggota rumahtangga beserta faktor-faktor yang mempengaruhinya dan melihat perilaku rumahtangga dalam memanfaatkan kesempatan ekonomi yang ada. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan


(37)

bahwa faktor yang mempengaruhi alokasi waktu suami dan istri bekerja yaitu imbalan kerja, pendapatan rumahtangga serta jumlah anggota rumahtangga (usia kerja dan bukan usia kerja). Sedangkan respon penawaran tenaga kerja suami dan istri terhadap imbalan kerja bertanda positif. Ada kecenderungan semakin rendah lapisan ekonomi rumahtangga maka semakin tinggi respon suami dan istri dalam mencari nafkah.

Aryani (1994) meneliti tentang analisis curahan kerja dan kontribusi penerimaan keluarga nelayan dalam kegiatan ekonomi di Desa Pasir Baru, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi yang menyatakan bahwa semakin baik kondisi ekonomi rumahtangga maka semakin besar sumbangan dari hasil kegiatan melaut terhadap total penerimaan rumahtangga, sebaliknya sumbangan dari kegiatan non melaut semakin besar pada rumahtangga yang tidak memiliki aset. Curahan tenaga kerja rumahtangga terlihat dari tingkat partisipasi dan waktu kerja. Berdasarkan kondisi ekonomi rumahtangga, semakin baik kondisi ekonomi rumahtangga, maka semakin tinggi partisipasi kerja istri dan anggota rumahtangga sedangkan partisipasi kerja suami menurun.

Berdasarkan studi model ekonomi rumahtangga nelayan terdahulu, maka yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah perbedaan dalam unit analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu rumahtangga nelayan pemilik perahu dayung sebagai nelayan tradisional yang dianggap merupakan lapisan masyarakat yang paling miskin, karena nelayan pemilik perahu dayung adalah lapisan bawah dalam kelompok nelayan yang memiliki alat tangkap dan perahu. Penelitian ini menganalisis peluang kerja suami dan istri dalam rumahtangga nelayan tradisional, ekonomi rumahtangga nelayan


(38)

18

 

seperti alokasi waktu, pendapatan, pengeluaran rumahtangga, dan peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional.

2.3. Kemiskinan

Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan karena dikehendaki oleh si miskin, melainkan karena keadaan yang tidak dapat dihindari dengan kekuatan yang ada padanya. Kemiskinan ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang mencerminkan keadaan yang seakan-akan tidak dapat diubah yang tercermin dalam lemahnya kemauan untuk maju, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, lemahnya nilai tukar hasil produksi, rendahnya produktivitas, terbatasnya modal yang dimiliki, rendahnya pendapatan, dan terbatasnya kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, 2004).

Todaro (1994) menyatakan bahwa pada dasarnya konsep kemiskinan dikaitkan dengan perkiraan tingkat pendapatan dan kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan untuk hidup layak. Bila pendapatan tidak dapat memenuhi kebutuhan minimum, maka orang dapat dikatakan miskin. Jadi tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan miskin dan tidak miskin, atau sering disebut sebagai garis batas kemiskinan. Konsep ini sering disebut dengan kemiskinan absolut, yang dimaksudkan untuk menentukan tingkat pendapatan minimum yang cukup untuk memenuhi kebutuhan fisik seperti makan, pakaian, dan perumahan guna menjamin kelangsungan hidup.

Suparlan (2000) mendefinisikan bahwa kemiskinan adalah keadaan serba kekurangan harta dan benda berharga yang diderita oleh seseorang atau


(39)

sekelompok orang yang hidup dalam lingkungan serba miskin atau kekurangan modal baik dalam pengertian uang, pengetahuan, kekuatan sosial, politik, hukum, maupun akses terhadap fasilitas pelayanan umum, kesempatan berusaha, dan bekerja. Lebih jauh lagi, kemiskinan berarti suatu kondisi dimana orang atau sekelompok orang tidak mempunyai kemampuan, kebebasan, aset, dan aksesibilitas untuk kebutuhan mereka di waktu yang akan datang, serta sangat rentan terhadap resiko dan tekanan yang disebabkan oleh penyakit dan peningkatan secara tiba-tiba atas harga-harga bahan makanan dan uang sekolah (Anggraeni, 2003).

Muenkner (2002) mengukur kemiskinan dari perspektif yang lebih luas yaitu minimnya penghasilan, tidak tersedianya akses kepada pengetahuan, sumberdaya serta layanan sosial dan kesehatan, keterasingan dari arus utama pembangunan, dan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan pokok. Dengan perspektif ini, minimnya penghasilan hanyalah salah satu unsur. Yang lebih mendasar di sini adalah ketidakmampuan untuk mengakses sumber-sumber ekonomi.

Sen (2002) mencoba melihat kemiskinan melalui pendekatan kapabilitas (capability approach). Konsep kemampuan disini menunjuk kepada kebebasan atau peluang yang dimiliki oleh seseorang untuk meningkatkan kesejahteraannya. Seseorang disebut miskin bila dia memiliki kapabilitas dan peluang yang sangat terbatas untuk meningkatkan kesejahteraannya, minimnya kemampuan dasariah untuk mencapai tingkat kesejahteraan minimal yang telah ditentukan.

Ditinjau dari kelompok sasaran terdapat beberapa tipe kemiskinan. Penggolongan tipe kemiskinan ini dimaksudkan agar setiap tujuan program


(40)

20

 

memiliki sasaran dan target yang jelas. Sumodiningrat et. al, (1999) membagi kemiskinan menjadi tiga kategori, yaitu:

1. Kemiskinan absolut, dimana pendapatan di bawah garis kemiskinan dan tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.

2. Kemiskinan relatif, dimana situasi kemiskinan di atas garis kemiskinan berdasarkan pada jarak antara miskin dan non miskin dalam suatu komunitas.

3. Kemiskinan struktural, dimana kemiskinan terjadi saat orang atau kelompok masyarakat enggan untuk memperbaiki kondisi kehidupannya sampai ada bantuan untuk mendorong mereka keluar dari kondisi tersebut.

United Nations and Development Programme (UNDP) meninjau kemiskinan dari dua sisi, yaitu dari sisi pendapatan dan kualitas manusia. Dilihat dari sisi pendapatan, kemiskinan ekstrim atau kemiskinan absolut adalah kekurangan pendapatan untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dasar atau kebutuhan minimal kalori yang diperlukan. Dari sisi kualitas manusia, kemiskinan secara umum, atau sering disebut sebagai kemiskinan relatif, adalah kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan non pangan, seperti pakaian, energi, dan tempat bernaung (UNDP, 2003).

Masyarakat miskin secara umum ditandai oleh ketidakberdayaan/ ketidakmampuan dalam hal: (1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar seperti pangan dan gizi, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan, (2) melakukan kegiatan usaha produktif, (3) menjangkau akses sumberdaya sosial dan ekonomi, (4) menentukan nasibnya sendiri dan senantiasa mendapat perlakuan diskriminatif, mempunyai perasaan ketakutan dan kecurigaan, serta sikap apatis


(41)

dan fatalistik, dan (5) membebaskan diri dari mental dan budaya miskin serta senantiasa merasa mempunyai martabat dan harga diri yang rendah. Ketidakberdayaan/ketidakmampuan tersebut menumbuhkan perilaku miskin yang bermuara pada hilangnya kemerdekaan untuk berusaha dan menikmati kesejahteraan secara bermartabat.

Kemiskinan di Indonesia memiliki empat dimensi pokok, yaitu: (1) kurangnya kesempatan, (2) rendahnya kemampuan, (3) kurangnya jaminan,

dan (4) ketidakberdayaan. Kemiskinan di Indonesia lazim diukur dengan garis kemiskinan. Dalam memahami masalah kemiskinan di Indonesia, penting untuk diperhatikan adalah lokalitas yang ada di masing-masing daerah, yaitu kemiskinan dalam tingkat lokal yang ditentukan oleh komunitas dan pemerintah setempat. Dengan demikian kriteria kemiskinan, pendataan kemiskinan, penentuan sasaran, pemecahan masalah, dan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dapat lebih obyektif dan tepat sasaran.

Apabila ditinjau dari segi penyebabnya, konsep kemiskinan dapat dibedakan dalam dua bentuk:

1. Kemiskinan alamiah yaitu kemiskinan yang terjadi karena langkanya sumberdaya dan rendahnya produktivitas.

2. Kemiskinan struktural yaitu kemiskinan karena lembaga-lembaga yang ada menjadikan sekelompok masyarakat atau secara perorangan tidak mampu menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas yang tersedia secara merata.

Saragih (2003) menyatakan bahwa kemiskinan dan kelaparan yang terjadi di negara ketiga bukan hanya akibat lemahnya negara-negara tersebut, tetapi juga


(42)

22

 

akibat bentuk-bentuk perdagangan internasional yang tidak adil di bidang pertanian. Bentuk-bentuk perdagangan tidak adil itu misalnya subsidi negara maju di sektor pertanian atau penetapan bea masuk tinggi oleh negara maju atas produk pertanian negara berkembang.

Penduduk miskin di Indonesia dibedakan menjadi dua, yaitu: (1) kemiskinan kronis atau kemiskinan struktural, yang terjadi terus menerus, dan

(2) kemiskinan sementara, yang ditandai dengan menurunnya pendapatan masyarakat secara sementara sebagai akibat dari perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi kondisi kritis.

2.4. Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian ekonomi rumahtangga nelayan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Jawa Timur yang dilakukan Muhammad (2002) menunjukkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan nelayan dalam pengusahaan penangkapan ikan, yaitu jangkauan wilayah perairan pantai dan laut yang dapat ditempuh, intensitas pemakaian modal kerja, perbaikan dan stabilitas harga ikan serta penyebaran informasi pasar. Selain itu, model ekonomi rumahtangga nelayan yang mengintegrasikan perilaku nelayan Juragan dan Pendega merupakan pengembangan model ekonomi rumahtangga pertanian. Dimana perilaku rumahtangga nelayan dalam produksi ikan, curahan kerja, pendapatan, dan pengeluaran rumahtangga nelayan dapat diterangkan sebagai berikut:

1. Kegiatan produksi ikan berhubungan dengan ukuran aset kapal, daerah penangkapan ikan, frekuensi melaut, dan produktivitas wilayah penangkapan ikan. Perilaku produksi tersebut berkaitan dengan berbagai


(43)

faktor. Faktor harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan peluang kerja non perikanan berhubungan negatif dengan produksi ikan, sedangkan status sumberdaya, teknologi, pelabuhan perikanan, ukuran kapal, kegiatan agroindustri, pemberian kredit, dan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) berhubungan positif dengan produksi ikan dan pendapatan nelayan.

2. Dalam rumahtangga Juragan ataupun Pendega masih tersedia waktu luang cukup besar. Curahan kerja untuk agroindustri dan non perikanan memperoleh dukungan dan keterlibatan angkatan kerja keluarga wanita untuk menangani kegiatan non melaut. Curahan kerja untuk melaut berhubungan positif dengan curahan kerja pascapanen dan berhubungan negatif dengan kegiatan non perikanan.

3. Pendapatan rumahtangga Juragan maupun Pendega terutama ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan melaut. Pengaruh perubahan harga ikan dan status sumberdaya terhadap penerimaan nelayan cukup rendah. Fenomena ini mengisyaratkan bahwa dalam upaya meningkatkan pendapatannya, nelayan cenderung lebih menguras sumberdaya daripada memperbaiki harga ikan atau status sumberdaya perikanan. Dalam rumahtangga nelayan terdapat kegiatan komplementer antara kegiatan melaut dan kegiatan agro industri perikanan. Jika besarnya pendapatan dari melaut menurun maka rumahtangga nelayan cenderung meningkatkan jumlah curahan kerja non perikanan.

4. Tabungan dalam rumahtangga Juragan jauh lebih tinggi daripada tabungan rumahtangga nelayan Pendega, sehingga masalah krusial dalam perumusan kebijakan peningkatan kesejahteraan nelayan adalah


(44)

24

 

mengurangi kesenjangan ekonomi yang semakin membesar antara rumahtangga Juragan dan Pendega. Dalam rumahtangga Pendega, konsumsi kebutuhan non pokok berhubungan negatif dengan jumlah angkatan kerja wanita.

5. Dampak kebijakan perubahan harga BBM, pengembangan teknologi, perbaikan status sumberdaya, peningkatan harga ikan, dan curahan kerja non melaut, pengaturan bagi hasil, perluasan daerah penangkapan sampai wilayah Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) 200 mil dan peningkatan fasilitas pelayan pelabuhan perikanan lepas pantai sebagai berikut: (1) Peningkatan harga BBM dan perluasan lapangan kerja non melaut mengurangi eksploitasi sumberdaya perikanan. Peningkatan harga BBM di samping berdampak terhadap penurunan tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan juga penurunan pendapatan nelayan, maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD), (2) Peningkatan mutu SDM, pemberian kredit, ukuran kapal, teknologi, harga ikan, curahan kerja agroindustri, pengaturan bagi hasil, dan perluasan daerah penangkapan ikan sampai 200 mil secara tunggal akan meningkatkan eksploitasi sumberdaya perikanan dan pendapatan nelayan. Jika dilakukan kombinasi kebijakan kenaikan harga BBM dengan peningkatan harga ikan pada tingkat presentase yang sama, maka dampak terhadap keragaan ekonomi rumahtangga nelayan masih menunjukkan penurunan pendapatan nelayan dan PAD sebagai akibat kebijakan kenaikan harga BBM, sehingga masih dibutuhkan kebijakan kombinasi dan terpadu, (3) Peningkatan pemanfaatan sumberdaya perikanan pada tingkat Maximum Suitanability Yield (MSY) dan pengaturan bagi hasil


(45)

antara Juragan dan Anak Buah Kapal (ABK) berdampak meningkatkan pendapatan nelayan Pendega dan proses pemerataan pendapatan antara Juragan dan ABK, dan (4) Subsidi BBM akan berdampak dua arah, di samping peningkatan pendapatan dan kesejahteraan rumahtangga nelayan, namun pada sisi lain eksploitasi sumberdaya akan semakin meningkat dan akan mempercepat terjadinya pemanfaatan sumberdaya perikanan secara berlebih (over exploited).

Mudzakir (2003) yang mengkaji tentang dampak pengembangan sektor perikanan terhadap perekonomian Jawa Tengah menerangkan bahwa hasil analisis keterkaitan menunjukkan sektor ikan laut dan hasil laut lainnya mempunyai keterkaitan output langsung maupun keterkaitan tidak langsung ke depan yang lebih besar daripada ke belakang, hal ini menunjukkan bahwa sektor tersebut mampu menarik sektor hulunya, dibandingkan dengan sektor hilirnya. Untuk sektor ikan darat dan hasil perairan darat, serta sektor jasa pertanian mempunyai nilai keterkaitan ke belakang yang lebih besar daripada ke depan. Akan tetapi jika dibandingkan dengan sektor yang lain, nilai keterkaitan sektor perikanan masih rendah, sehingga akan lebih banyak dipengaruhi sektor lain untuk menyediakan input maupun penggunaan outputnya.

Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis model peluang kerja suami dan istri, perilaku ekonomi rumahtangga dan peluang kemiskinan di Kecamatan Pandan Kabupaten Tapanuli Tengah Propinsi Sumatera Utara yang dilakukan oleh Simanullang (2006), dapat diterangkan bahwa:

1. Karakteristik pekerjaan di dalam sektor perikanan yang dilakukan oleh nelayan tradisional adalah perbedaan musim dalam penangkapan ikan.


(46)

26

 

Perbedaan musim tersebut mempengaruhi corak dalam kegiatan produktif yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Pandan.

2. Pada musim paceklik, peluang kerja anggota rumahtangga (suami dan istri) di luar sektor perikanan merupakan alternatif kegiatan produktif. Fenomena pencarian tambahan pendapatan mempengaruhi peluang kerja suami di luar sektor perikanan walaupun pendapatan yang dihasilkan tinggi atau rendah. Hal ini menyebabkan peranan suami dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga lebih besar daripada istri.

3. Faktor-faktor non ekonomi yang berkaitan dengan peranan istri dalam pekerjaan rumahtanga seperti melahirkan, memelihara anak balita pada umur yang masih muda, dan masih rendahnya pendidikan yang dimiliki oleh istri mempengaruhi peluang istri bekerja di luar sektor perikanan. 4. Kegiatan di dalam dan di luar sektor perikanan yang dilaksanakan pada

musim penangkapan ikan memberikan corak yang berbeda terhadap perilaku ekonomi rumahtangga. Produksi nelayan, curahan waktu kerja anggota rumahtangga, pendapatan anggota rumahtangga, dan konsumsi rumahtangga merupakan perilaku ekonomi rumahtangga nelayan yang dianalisis secara simultan.

5. Komoditi yang diperoleh nelayan tradisional dalam melakukan kegiatan penangkapan di laut adalah ikan atau udang. Untuk mempermudah pengukuran komoditi hasil produksi yang beragam maka produksi dinilai dalam satuan Rupiah. Produksi nelayan dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi seperti kapital (dummy jaring ikan dan udang), aset perahu, biaya


(47)

produksi, dan dummy musim. Curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan tidak responsif terhadap produksi. Biaya produksi responsif terhadap produksi perikanan.

6. Curahan waktu kerja suami di dalam sektor perikanan dipengaruhi oleh umur suami, lama pendidikan suami, umur perahu, dan dummy musim. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh dummy musim dan lama pendidikan suami. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh jumlah anak balita dan lama pendidikan istri.

7. Produksi, harga jual ikan atau udang, dan dummy musim berpengaruh terhadap pendapatan suami di dalam sektor perikanan. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan, umur suami, lama pendidikan, dan dummy musim mempengaruhi pendapatan suami di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja suami di luar sektor perikanan responsif terhadap pendapatan suami di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan dan lama pendidikan istri berpengaruh terhadap pendapatan istri di luar sektor perikanan. Curahan waktu kerja istri di luar sektor perikanan responsif terhadap pendapatan istri di luar sektor perikanan.

8. Pendapatan total rumahtangga digunakan untuk membeli kebutuhan rumahtangga dan banyaknya anggota rumahtangga sebagai tanggungan rumahtangga mempengaruhi besarnya kebutuhan konsumsi pangan dan non pangan. Pada musim panen, pemenuhan kebutuhan rumahtangga seperti konsumsi pangan dan konsumsi non pangan meningkat karena pendapatan total rumahtangga meningkat. Respon konsumsi pangan


(48)

28

 

terhadap pendapatan rumahangga lebih kecil daripada konsumsi non pangan.

9. Terbatasnya pemenuhan kebutuhan rumahtangga mendorong peluang kemiskinan rumahtangga. Faktor-faktor yang mempengaruhi peluang kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional adalah pengeluaran total rumahtangga dan dummy musim. Pada musim paceklik, pemenuhan kebutuhan rumahtangga menurun sehingga peluang kemiskinan meningkat. Kemiskinan rumahtangga nelayan tradisional di Kecamatan Pandan merupakan kemiskinan sementara.

Sedangkan penelitian mengenai analisis perilaku ekonomi rumahtangga dan peluang kemiskinan nelayan tradisional di Kecamatan Kasemen, Kabupaten Serang, Propinsi Banten belum pernah dilaksanakan.

2.5. Kemiskinan Rumahtangga Nelayan di Wilayah Pesisir

Direktur Jenderal Pesisir Pantai dan Pulau Kecil (2000) telah berusaha memetakan permasalahan di pesisir antara lain: (1) pemanfaatan sumberdaya melebihi kapasitas dan daya dukung, (2) kompetisi antara skala industri, dimana industri skala kecil sering kalah bersaing, sehingga membuat rendah hasil produksi, produktivitas dan pendapatan, (3) distribusi hasil tidak seimbang dan adil karena akses terhadap usaha perikanan yang berbeda, (4) kebijakan yang tumpang tindih dan membuat kebijakan secara spasial untuk daerah pesisir pantai dan pulau kecil sehingga mengakibatkan banyak area yang rusak, (5) kelebihan investasi pada beberapa sektor, sementara yang lain memiliki investasi yang sangat terbatas, dan (6) kemiskinan yang berkepanjangan/struktural terutama di desa pesisir/desa nelayan. Sebagai wilayah homogen, wilayah pesisir merupakan


(49)

wilayah sentra produksi ikan namun bisa juga dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduknya tergolong di bawah garis kemiskinan (Budiharsono, 2001 dalam Muhammad, 2002).

Kemiskinan berkembang di pesisir karena beberapa faktor, yaitu: (1) sumberdaya pesisir sering bersifat akses terbuka setidaknya secara de facto,

(2) wilayah yang paling tertekan karena berbagai kegiatan pembangunan dan dampak pembangunan, dan (3) wilayah yang kurang diperhatikan jika dilihat dari ketersediaan sarana dan prasarana umum. Selain itu, faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan berkembang di pesisir adalah padat penduduk, kualitas penduduk yang rendah, dan tidak adanya akses ke sumber modal, teknologi, dan pasar (Direktur Jenderal Pesisir Pantai dan Pulau Kecil, 2000).

Kemiskinan secara umum dapat dibedakan dalam beberapa pengertian.

Pengertian kemiskinan sekurang-kurangnya dalam lima kelas, yaitu: (1) kemiskinan absolut, (2) kemiskinan relatif, (3) kemiskinan struktural, (4) kemiskinan kronis, dan (5) kemiskinan sementara. Pada kasus nelayan akibat adanya perubahan yang bersifat musiman maka kemiskinan nelayan digolongkan dalam kemiskinan sementara yakni kemiskinan yang disebabkan karena perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi dan adanya perubahan yang bersifat musiman (Darwis dan Nurmanaf, 2001).

Pada umumnya sebagian besar anggota rumahtangga miskin bekerja pada kegiatan-kegiatan yang memiliki produktivitas yang rendah dan mengandalkan pekerjaan fisik dengan keterampilan yang minimal. Hal ini disebabkan karena rendahnya aksesibilitas angkatan kerja terhadap penguasaan faktor-faktor produksi (Darwis dan Nurmanaf, 2001). Kemiskinan nelayan dicirikan oleh


(50)

30

 

pendapatan yang berfluktuasi, pengeluaran yang konsumtif, tingkat pendidikan keluarga rendah, dan potensi tenaga kerja keluarga (istri dan anak) belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Kemiskinan nelayan lebih dekat kepada bentuk

kemiskinan struktural daripada bentuk kemiskinan fisik (absolut) (Siregar et. al, 1995).

Rivai (1989) menyatakan bahwa pembangunan di Indonesia tidak semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi tetapi juga memperhatikan asas pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya. Upaya meningkatkan kesejahteraan msyarakat miskin/masyarakat lapisan bawah merupakan pengejawantahan dari asas pemerataan tersebut, kemudian pada gilirannya mempunyai kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.

Dalam upaya untuk menanggulangi kemiskinan, ada dua strategi utama yang dapat ditempuh yaitu: (1) melakukan berbagai upaya untuk melindungi rumahtangga dan kelompok masyarakat miskin sementara sebagai akibat dampak krisis ekonumi, dan (2) membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan struktural dengan memberdayakan mereka agar mempunyai kemampuan yang tinggi untuk berusaha. Strategi ini diharapkan dapat mencegah terjadinya kemiskinan baru (Darwis dan Nurmanaf, 2001).

Salah satu upaya untuk meningkatkan kemampuan masyarakat miskin yakni kebijaksanaan pemberian dan perbaikan kualitas tenaga kerja. Kemampuan ini dapat dimiliki oleh golongan termiskin melalui kursus-kursus dan pembinaan yang tepat guna untuk melakukan diversifikasi usaha baik secara vertikal maupun horizontal. Untuk mengiringi aktivitas tersebut dan memperbaiki struktur pemilikan aset perlu kiranya disediakan kredit bersubsidi dan tanpa agunan


(51)

diiringi dengan subsidi bantuan peralatan yang dibutuhkan masyarakat sesuai dengan pola usaha yang dipilih (Luthfi, 1993).

Menurut Suparmoko (1989) dalam rangka mencapai tujuan pokok

membangun masyarakat nelayan, perlu dilakukan usaha sebagai berikut: (1) peningkatan produksi dan produktivitas, (2) peningkatan kesejahteraan

nelayan melalui perbaikan pendapatan, dan (3) penyediaan lapangan kerja. Menjaga kelestarian sumberdaya hayati perikanan dan pola manajemen dalam pengelolaan sumberdaya ikan juga merupakan usaha untuk membangun masyarakat nelayan.


(52)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Model Peluang Kerja Suami dan Istri di luar Sektor Perikanan

Secara teoritis, setiap anggota rumahtangga akan mencurahkan waktunya pada pekerjaan tertentu. Hal tersebut dilakukan apabila pendapatan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut cukup menarik baginya dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada daerah nelayan, kegiatan menangkap ikan di laut merupakan mata pencaharian utama sehingga menempati porsi utama dalam curahan waktu kerja rumahtangga nelayan. Usaha perikanan yang ditekuni oleh nelayan tradisional sebagian besar masih didominasi usaha berskala kecil dan berteknologi sederhana. Usaha perikanan juga sangat dipengaruhi oleh musim dan hasil-hasil produksinya pun terbatas hanya untuk konsumsi lokal. Selain itu, adanya anggapan bahwa laut adalah milik bersama dapat menyebabkan semua orang dapat menangkap ikan di laut.

Setiap orang bebas memanfaatkan laut tanpa memperhatikan akibat-akibat yang mungkin timbul seperti kelestarian sumberdaya tersebut dapat rusak atau terganggu kemudian mengakibatkan tangkapan ikan nelayan semakin lama semakin menurun dan hal ini menyebabkan pendapatan nelayan semakin menurun. Apabila pendapatan yang diterima dari pekerjaan utama tidak mencukupi seluruh kebutuhan rumahtangga, maka rumahtangga yang rasional akan mencari pekerjaan yang lain di luar pekerjaan utamanya yang memiliki peluang yang lebih besar.

Pekerjaan di sektor perikanan memiliki sifat yang fluktuatif karena adanya masa sibuk dan sepi sehingga para nelayan memiliki waktu yang bisa


(53)

dimanfaatkan untuk mendorongnya mencari pekerjaan lain di samping pekerjaan utamanya. Adanya usaha lain (secara terpadu) misalnya usaha di sektor non perikanan perlu diupayakan. Hal ini bertujuan untuk mengalihkan nelayan untuk menjauhi ketergantungan mereka dari sumberdaya laut sehingga keberlanjutan sumberdaya tersebut dapat terjaga dengan baik.

Kehidupan nelayan tradisional yang miskin juga diliputi oleh kerentanan misalnya ditunjukkan oleh terbatasnya anggota rumahtangga yang secara langsung ikut dalam kegiatan produksi dan adanya ketergantungan nelayan yang sangat besar dalam menangkap ikan. Rumahtangga nelayan memiliki kebiasaan tidak mengikutsertakan perempuan dan anak-anak dalam penangkapan ikan. Demikian pula, dalam kegiatan pemasaran dan pengolahan, umumnya hasil penangkapan ikan dijual kepada pedagang tanpa melalui pengolahan.

Becker (1981) menyatakan bahwa pembagian peran gender antara mengurus rumahtangga dan bekerja di sektor publik disebabkan oleh dua hal

yakni karena prioritas investasi human capital dan oleh faktor intrinsik biologis

masing-masing jenis kelamin. Biologis perempuan komit untuk melahirkan dan menyusui anak. Lebih dari itu, perempuan lebih ikhlas menyediakan waktu dan tenaganya untuk mengasuh anak karena menghendaki agar investasi biologisnya untuk produksi yang lebih bermanfaat.

Untuk meningkatkan kadar keberdayaan rumahtangga nelayan maka perlu adanya pengembangan terhadap kegiatan usaha yang beraneka ragam. Pekerjaan lain selain pekerjaan utama dan anggota rumahtangga yang produktif seperti istri perlu digerakkan untuk mampu memberikan kontribusi pendapatan rumahtangga dalam rangka pemenuhan kebutuhan anggota rumahtangga. Peluang suami dan


(54)

34

 

istri bekerja di luar sektor perikanan dipengaruhi oleh faktor-faktor internal rumahtangga nelayan tersebut. Model peluang kerja suami dan istri berdasarkan model yang ditunjukkan oleh Reniati (1998) yang memiliki variabel yang berasal dari faktor internal rumahtangga nelayan.

Pemanfaatan tenaga kerja dalam rumahtangga untuk berbagai kegiatan produktif dipengaruhi oleh tingkat pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Tenaga kerja yang berumur produktif dan berpengalaman dapat diharapkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan produktif yang akan dikembangkan baik di dalam aktivitas sektor perikanan dan aktivitas di luar sektor perikanan. Lama pendidikan akan mempengaruhi kemampuan dan motivasi untuk perbaikan taraf hidup. Sumbangan tenaga kerja istri dibatasi oleh tuntutan pemeliharaan anak balita yang membawa konsekuensi sebagian besar tenaga dan waktu istri untuk kegiatan reproduksi tersebut.

Persamaan peluang kerja rumahtangga nelayan tradisional di luar sektor perikanan adalah:

PKARj = F (PSj, UARj, EKSLP, LPARj, JAB)………...……...(3.1)

dimana:

PKARj = Peluang kerja anggota rumahtangga

PSj = Pendapatan suami

UARj = Umur anggota rumahtangga

EKSLP = Pengalaman kerja suami di luar sektor perikanan

LPARj = Lama pendidikan anggota rumahtangga

JAB = Jumlah anak balita

j = 1, 2; 1= suami

2= istri

3.2. Model Ekonomi Rumahtangga Nelayan Tradisional


(55)

rumahtangga. Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil keputusan dalam kegiatan produksi dan konsumsi serta hubungannya dengan alokasi waktu dan pendapatan rumahtangga yang dianalisis secara simultan. Asumsi yang digunakan adalah dalam mengkonsumsi, kepuasan rumahtangga berasal dari barang dan jasa yang dapat diperoleh di pasar dan berbagai komoditi yang dihasilkan dari rumahtangga. Beberapa asumsi yang dipakai dalam model rumahtangga pertanian yaitu: (1) waktu dan barang atau jasa merupakan unsur kepuasan, (2) waktu dan barang atau jasa dapat dipakai sebagai input dalam fungsi produksi rumahtangga, dan (3) rumahtangga bertindak sebagai produsen dan konsumen.

Rumahtangga sebagai produsen dan konsumen diasumsikan bersifat rasional dalam memaksimumkan kepuasannya. Sebagai produsen, rumahtangga akan memproduksi lebih banyak barang yang harganya relatif mahal dan akan memproduksi lebih sedikit barang yang harganya relatif murah. Sebaliknya, sebagai konsumen, rumahtangga akan mengkonsumsi lebih banyak barang yang harganya relatif lebih murah dan mengkonsumsi lebih sedikit barang yang harganya relatif mahal.

Sebagai produsen, rumahtangga nelayan tradisional masih menggunakan input tenaga kerja yang berasal dari anggota rumahtangga. Hal ini disebabkan karena sumberdaya utama yang dimiliki sebagian besar rumahtangga adalah waktu untuk bekerja. Setiap anggota rumahtangga (usia kerja) dianggap mau mencurahkan waktunya dalam rangka memaksimumkan kepuasannya. Untuk itu, anggota rumahtangga dihadapkan pada dua jenis pilihan apakah bekerja (mencari nafkah) atau tidak bekerja.


(56)

36

 

Apabila bekerja, berarti anggota rumahtangga tersebut memberikan nilai guna pendapatan yang lebih tinggi dan akan mencurahkan waktunya bagi pencapaian kebutuhan konsumsi. Adanya kedua pilihan tersebut pada dasarnya akan menghasilkan berbagai kombinasi untuk mencapai kepuasan maksimum. Hal

ini terlihat pada kurva indiferens U1,U2, dan U3 dalam Gambar 1.

O A C F

Waktu Luang E

E1

E2

E3

U2 U1 Barang

Konsumsi

D G

U3 B

Sumber: Simanjuntak, 1985

Gambar 1. Kurva Indiferens

Pada Gambar 1 terlihat bahwa U1 disebut kurva indiferens karena di semua

titik pada kurva U1 tingkat utility adalah sama. Tingkat utility U2 lebih tinggi dari

U1 dan tingkat utility U3 lebih tinggi dari U2 dan U1. Utility (dari titik E) dapat

ditingkatkan dengan menambah barang konsumsi sebesar BD=EE1 menjadi E1

pada U2 atau dengan menambah waktu luang sebesar AC=EE2 (menjadi E2 pada

U2). Tingkat utility U2 dapat diperoleh dengan konsumsi barang sejumlah OD dan

menikmati waktu luang sebesar OA(posisi di titik E1) atau dengan mengkonsumsi

barang sebanyak OB dan menikmati waktu luang sebesar OC (posisi E2). Untuk


(57)

harus mengorbankan waktu luang AC untuk memperoleh pertambahan barang

konsumsi BD. Tingkat utility dari U2 (dalam posisi E2) dapat diperbesar menjadi

U3 dengan kenaikan pendapatan yang memungkinkan rumahtangga dapat

menambah barang konsumsi dan waktu luang bersama-sama.

Perbandingan antara perubahan barang konsumsi dengan perubahan waktu

luang (dalam tingkat utility yang sama) dinamakan Marginal Rate of Substitution

(MRS). Apabila terjadi penambahan barang konsumsi maka diperlukan pengurangan waktu luang agar kurva indiferens tetap. Hal ini menyebabkan pola MRS yang semakin menurun yang dapat dilihat pada persamaan 2.

Secara matematis:

………..………...…..……(3.2)

Dimana MUx/MUy merupakan rasio marginal utility. Jika semakin banyak

suatu barang maka tingkat kepuasan yang terakhir (marginal utility) akan semakin

rendah, artinya dia bersedia menukar dengan jumlah yang lebih besar (sehingga kepuasan yang dikorbankan lebih besar) untuk mendapatkan barang lain. Nilai marjinal dari unit terakhir barang yang akan dikorbankan akan sama besarnya.

Dalam mengkonsumsi dua jenis komoditas di atas (barang konsumsi dan waktu luang), anggota rumahtangga dibatasi dua kendala yaitu, pertama, waktu yang terbatas ketersediaannya pada periode tertentu, dan kedua, anggota rumahtangga sebagai tenaga kerja di pasar kerja yang sempurna tidak mampu mempengaruhi tingkat upah yang berlaku. Pada dasarnya, dua kendala tersebut

merupakan kendala anggaran. Secara grafik, peranan kendala anggaran dalam


(58)

38

 

D3

O D1

Waktu Luang

D2 H

C2

A F

C`

C1

U1 E1

E3

E2 U2

B`

B Upah,

Barang Konsumsi

Sumber: Simanjuntak, 1985

Gambar 2. Kurva Perubahan Tingkat Upah dan Tingkat Kepuasan Individu Dari Gambar 2, misalkan suatu rumahtangga mempunyai pendapatan

OA=HB di luar hasil pekerjaan (non earned income, misalnya sewa, warisan).

Apabila seluruh waktu yang tersedia OH digunakan untuk waktu luang maka pendapatan rumahtangga tersebut hanya OA=HB. OD menunjukkan jumlah

waktu yang digunakan rumahtangga untuk waktu luang dan HD1 merupakan

waktu yang digunakan untuk bekerja (waktu luang diukur dari titik O ke titik H

dan waktu bekerja diukur dari H ke O). Dengan bekerja sebanyak HD1 jam maka

rumahtangga memperoleh upah senilai barang konsumsi AF. Jumlah barang konsumsi rumahtangga adalah jumlah barang senilai hasil kerja ditambah jumlah barang senilai pendapatan di luar hasil kerja yakni: OF=OA+AF. Nilai barang konsumsi yang dapat dibeli dari hasil kerja satu jam dinamakan tingkat upah yang

dicerminkan dengan kecenderungan (slope) dari budget line. Semakin tinggi


(1)

141

Lampiran 10b. Lanjutan  

       The SAS System   

      The SYSLIN Procedure         Two‐Stage Least Squares Estimation   

       Model      KONS_NPR         Dependent Variable       KNPR         Label      KONSUMSI NON PANGAN RT   

      Analysis of Variance   

      Sum of        Mean 

       Source       DF     Squares      Square    F Value    Pr > F   

       Model       4    8.461E11    2.115E11    1300.22    <.0001         Error      78    1.269E10    1.6268E8 

       Corrected Total        82    8.623E11   

       Root MSE      12754.4488    R‐Square       0.98523         Dependent Mean    229158.413    Adj R‐Sq       0.98447         Coeff Var      5.56578 

 

      Parameter Estimates   

       Parameter Standard      Variable 

Variable      DF  Estimate    Error t Value Pr > |t| Label   

Intercept      1  102342.1 24436.20    4.20   <.0002 Intercept 

BAR      1  ‐23203.3 2074.285  ‐11.21   <.0003 BANYAKNYA ANGGOTA RT 

KPR      1  ‐0.24229 0.056333   ‐4.33   <.0004 KONSUMSI PANGAN RT 

PTR      1  0.540773 0.016697   32.43   <.0005 PENDAPATAN TOTAL RT 

D1       1  ‐24020.1 3011.827   ‐8.03   <.0006 DUMMY MUSIM   

      Durbin‐Watson      2.455172        Number of Observations       80        First‐Order Autocorrelation    0.770081


(2)

Lampiran 11. Program dan Hasil Pendugaan Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan

Tradisional

Lampiran 11a. Program Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional

OPTIONS NODATE NONUMBER;

DATA logitd3; SET SASUSER.logits3; /*CREATE VARIABEL*/ /* DESKRIPSI VARIABEL*/

LABEL PKRNT = 'PELUANG KEMISKINAN RT NELAYAN TRADISIONAL' ETR = 'PENGELUARAN TOTAL RT'

BAR = 'BANYAKNYA ANGGOTA RT' LPS = 'LAMA PENDIDIKAN SUAMI' D1 = 'MUSIM'

RUN;

proc logistic data=logitd3; model PKRNT = ETR BAR LPS D1;

run;

Lampiran 11b. Hasil Pendugaan Model Peluang Kemiskinan Rumahtangga Nelayan Tradisional

       The SAS System 

 

       The LOGISTIC Procedure   

       Model Information   

  Data Set      WORK.LOGITD3 

  Response Variable       PKRNT      PELUANG KEMISKINAN RT NELAYAN TRADISIONAL    Number of Response Levels     2 

  Number of Observations        80 

  Model       binary logit    Optimization Technique        Fisher's scoring   

      Response Profile   

       Ordered      Total         Value        PKRNT     Frequency   

       1      0      13         2      1      67         

      Model Convergence Status   

      Complete separation of data points detected.   

       Model Fit Statistics   

      Intercept         Intercept         and        Criterion        Only        Covariates   

      AIC       73.008         10.409        SC      75.391         22.321        ‐2 Log L      71.010      0.411 

Lampiran 11b. Lanjutan

       The SAS System   

       The LOGISTIC Procedure   


(3)

143

      Test       Chi‐Square       DF     Pr > ChiSq 

 

      Likelihood Ratio        70.5983        4         <.0001        Score       40.9476        4         <.0001        Wald       1.9824        4         0.7390   

       Analysis of Maximum Likelihood Estimates   

       Standard      Wald 

      Parameter    DF    Estimate       Error    Chi‐Square    Pr > ChiSq   

      Intercept     1     74.7974       6.637        0.0127       0.09104        ETR       1    0.000462   0.0000368        1.5639       0.02113        BAR       1    ‐15.0948     5.47774        0.0759       0.07832        LPS       1    ‐43.0305     5.60154        0.5901       0.04428        D1      1     51.3720     4.47852        1.3158       0.02519   

      Odds Ratio Estimates   

      Point      95% Wald         Effect    Estimate      Confidence Limits   

       ETR      1.000       1.000       1.001         BAR         <0.003      <0.001    >999.999         LPS         <0.004      <0.001    >999.999         D1        >999.999      <0.001    >999.999   

       Association of Predicted Probabilities and Observed Responses   

       Percent Concordant    100.0    Somers' D    1.000         Percent Discordant      0.0    Gamma        1.000         Percent Tied      0.0    Tau‐a        0.276         Pairs       871    c      1.000


(4)

(5)

123


(6)