Peluang Kerja Anggota Rumahtangga

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Peluang Kerja Anggota Rumahtangga

Bekerja diartikan sebagai aktivitas yang dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pendapatan. Bekerja dianggap sebagai bagian yang terpenting dalam kehidupan manusia karena dengan bekerja seseorang akan mempunyai daya beli. Bekerja juga berfungsi sebagai status sosial dalam hidup bermasyarakat. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan formal dirasakan oleh sebagian besar penduduk masih sangat terbatas. Kurang dari setengah penduduk daerah kota dan hanya sepertiga penduduk daerah pedesaan yang menilai bahwa peluang bekerja di sektor formal tetap baik BPS, 1999. Peluang kerja merupakan kesempatan bagi seseorang untuk memperoleh pekerjaan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup pokok yaitu berusaha untuk memperbaiki tingkat pendapatan, sandang, pangan, perumahan, pendidikan maupun kesehatan. Hal tersebut dilakukan untuk membina kesejahteraan rumahtangganya agar lebih baik dari keadaan sebelumnya Yuwono, 2000. Sawit et. al, 1986 menemukan bahwa banyak penduduk yang mencurahkan waktunya untuk bekerja lebih dari satu jenis pekerjaan. Hal ini disebabkan oleh hasil dari pekerjaan utama di sektor pertanian belum mencukupi biaya seluruh kebutuhan rumahtangga terutama bagi golongan miskin yang tidak menguasai sumberdaya selain tenaga kerja. Sitorus 1994 juga menemukan bahwa seluruh kasus rumahtangga miskin menerapkan strategi sumber nafkah ganda. Artinya rumahtangga tidak hanya mengandalkan hidup pada satu jenis pekerjaan saja. Di desa pantai, nelayan menyadari bahwa perekonomian rumahtangga mereka sangat ditentukan oleh keadaan cuaca. Untuk itu, rumahtangga mencari sumber pendapatan lain yang dapat menambah penghasilan rumahtangga mereka. Kasryno 1984 mendapatkan bahwa pekerja di pedesaan sering melakukan pekerjaan lebih dari satu bahkan melakukan pekerjaan yang berbeda dalam waktu yang bersamaan. Siregar et. al, 1995 juga mendapatkan bahwa khusus untuk kawasan pantai yang telah padat, perlu dicari usaha lain secara terpadu. Usaha tersebut seperti pengembangan sektor non perikanan guna mengalihkan mereka untuk menjauhi ketergantungan mereka dari sumberdaya laut guna menjaga keberlanjutan sumberdaya tersebut. Pada agroekosistem pantai, aktivitas non perikanan yang berkembang masih merupakan rangkaian usaha perikanan yang umumnya masih dapat digolongkan sebagai industri pengolahan hasil perikanan agroindustri skala kecil atau rumahtangga berupa pembuatan ikan asin, terasi atau ikan panggang serta pindang. Untuk bidang jasa atau berdagang umumnya masih terbatas berdagang hasil perikanan atau kebutuhan pokok yang sangat terbatas jenis dan volumenya Indraningsih et. al, 1995. Peranan setiap anggota rumahtangga dalam meningkatkan pendapatan rumahtangga dapat dilihat dari kontribusi kerja. Kontribusi kerja terhadap pendapatan diperoleh berturut-turut dari yang tertinggi disumbangkan oleh suami, istri, anak laki-laki, dan anak perempuan Mangkuprawira, 1985. Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi, hak, tanggungjawab, dan perilaku yang dibentuk oleh tata nilai sosial, budaya, dan adat istiadat Handayani dan Sugiarti, 2001. Pola pengambilan keputusan dalam rumahtangga tradisional umumnya adalah bahwa suami mengambil keputusan tentang pencarian nafkah dan istri memutuskan pada kegiatan rumahtangga Deacon dan Firebaugh, 1981 dalam Tombokan, 2001. Bagi perempuan, pekerjaan yang menghasilkan pendapatan di bidang usaha memerlukan modal, keberanian, dan pengetahuan. Hal ini sangat minim dimiliki oleh perempuan nelayan sehingga peluang berusaha tersebut menjadi terbatas. Sedangkan di bidang pekerjaan baik sebagai buruh maupun pekerjaan lainnya juga memerlukan keterampilan dimana bagi perempuan nelayan keterampilan yang dimiliki juga terbatas sehingga peluang bekerja juga menjadi terbatas Simanullang, 2006. Di Desa Muncar Kabupaten Banyuwangi, istri nelayan sebagai golongan kecil dengan pendidikan rendah ternyata produktif dalam mencari nafkah karena tuntutan keluarga. Di samping itu, usaha produktif dari perempuan nelayan tersebut jika didayagunakan secara maksimal maka tidak mustahil pada masa yang akan datang menjadi penggerak bagi rumahtangga nelayan Simanullang, 2006. Perbedaan peranan dalam keluarga disebabkan oleh faktor biologis dan juga disebabkan oleh faktor perbedaan sosial budaya, lingkungan keluarga, siapa yang meraja dalam sistem matriarchal vs patriarchal, siapa yang mengasuh dan mendidik anak, serta siapa yang mencari nafkah Hutajulu, 1985 dalam Rinaldi, 1999. Susanto 1997 dalam Rinaldi 1999 menunjukkan bahwa salah satu faktor yang memungkinkan wanita masa kini dapat memainkan peranan gandanya adalah peningkatan pendidikan kaum wanita, menurunnya jumlah anak yang dimiliki, dan adanya dukungan keluarga dalam pengembangan karir. Aryani 1994 mendapatkan bahwa semakin baik kondisi ekonomi rumahtangga maka semakin besar sumbangan dari hasil kegiatan melaut terhadap total penerimaan rumahtangga, sebaliknya sumbangan curahan tenaga kerja rumahtangga intensitasnya terlihat dari tingkat partisipasi dan tingkat waktu kerja. Berdasarkan kondisi ekonomi rumahtangganya, semakin baik kondisi ekonomi rumahtangga semakin tinggi partisipasi kerja istri dan anggota rumahtangga, sedangkan partisipasi kerja suami semakin menurun. Prasodjo 1993 menyimpulkan bahwa faktor musim mempengaruhi keragaan pola kerja antara pria dan wanita dalam rumahtangga dengan tahapan ekspansi demografi yang berbeda-beda, dimana peran produktif pria di dua komunitas meningkat sedangkan pengalokasian tenaga kerja wanita pada rumahtangga nelayan kurang optimal karena terdapat waktu luang yang besar. Dengan kata lain, tenaga kerja rumahtangga responsif terhadap perubahan musim tersebut dengan meningkatkan pola nafkah ganda. Kishor dan Gupta 1999 mengadakan penelitian mengenai peranan wanita pedesaan dalam proses pengambilan keputusan di sektor pertanian di Kota Kairabad dan Desa Sitapur, India. Pengambilan keputusan dianalisis dengan tiga skala yaitu konsultasi, pertimbangan opini, dan langsung dalam pengambilan keputusan akhir. Hasil penelitian tersebut menunjukkan 28 persen wanita terlibat langsung dalam pengambilan keputusan akhir, seperti penyimpanan hasil-hasil pertanian, jual beli tanah dan ternak serta pemasaran hasil-hasil pertanian. Tingkat partisipasi wanita dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, modal, kepemilikan lahan, dan status sosial ekonomi.

2.2. Ekonomi Rumahtangga Nelayan