terhadap ilmu pengetahuan atau bermotif ekstrinsik faktor eksternal umpamanya, biasanya cenderung mengambil pendekatan belajar yang
sederhana dan tidak mendalam. Sebaliknya, seorang siswa yang berintelegensi tinggi faktor internal dan mendapat dorongan positif
dari orang tuanya faktor eksternal, mungkin akan memilih pendekatan belajar yang lebih mementingkan kualitas hasil pembelajaran. Jadi,
karena pengaruh faktor-faktor tersebut di ataslah, muncul siswa-siswi yang high-achievers berprestasi tinggi dan under- achievers
berprestasi rendah atau gagal sama sekali.
9
c. Indikator Prestasi Belajar
Pada prinsipnya, pengungkapan hasil belajar ideal meliputi segenap ranah psikologis yang berubah sebagai akibat pengalaman dan proses
belajar siswa. Namun demikian, pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah itu, khususnya ranah rasa murid, sangat sulit. Hal ini
disebabkan perubahan hasil belajar itu ada yang bersifat intangible tak dapat diraba. Oleh karena itu, yang dapat dilakukan guru dalam hal ini
adalah hanya mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan diharapkan dapat mencerminkan perubahan yang
terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta dan rasa maupun yang berdimensi karsa.
Kunci pokok untuk memperoleh ukuran dan data hasil belajar siswa sebagaimana yang terurai di atas adalah mengetahui garis-garis besar
indikator petunjuk adanya prestasi tertentu dikaitkan dengan jenis prestasi yang hendak diungkapkan atau diukur.
10
Indikator prestasi belajar ada tiga yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Jika dikaitkan dengan indikator prestasi belajar PAI
9
Ibid., h. 130.
10
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, Bandung: Remaja Rosda karya, 1995, Cet. 2, h. 150.
maka: Pertama, ranah kognitif yaitu berkenaan dengan intelektual pengetahuan, pemahaman, ingatan, analisis, aplikasi sintesis dan
evaluasi siswa terhadap mata pelajaran pendidikan agama Islam. Kedua, ranah afektif yaitu berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima
aspek penerimaan, jawaban, atau reaksi, penilaian, organisasi, dan internalisasi siswa terhadap pendidikan agama Islam. Ketiga, ranah
psikomororik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak siswa terhadap pendidikan agama Islam.
2. Pendidikan Agama Islam di SMA
a. Pengertian Pendidikan Agama Islam di SMA
Menurut pendapat Al-Ghazali yang dikutip oleh Abuddin Nata, mengemukakan bahwa pendidikan Islam itu secara umum
mempunyai corak yang spesifik, yaitu adanya cap stempel agama dan etika yang kelihatan nyata pada sasaran-sasaran dan sarananya,
dengan tidak mengabaikan masalah-masalah keduniaan.
11
Di dalam kurikulum PAI di sekolah umum, dijelaskan bahwa pendidikan agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa
dalam meyakini, memahami, menghayati, dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan dengan
memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antarumat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional.
12
Menurut pendapat Ahmad D. Marimba yang dikutip oleh Al- Rasyidin dan Samsul Nizar, mengemukakan bahwa Pendidikan
Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani peserta didik dan rohani peserta
11
Abuddin Nata, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Gravindo Persada, 2001, Cet. 1, h. 86.
12
Muhaimin, Pradigma Pendidikan Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004, Cet. 3, h. 75.