sebelumnya. Hal tersebut berarti bahwa kejadian dermatitis kontak pada pekerja dengan lama kontak dibawah rata-rata dipengaruhi oleh adanya
riwayat penyakit kulit sebelumnya. Sebagai upaya pencegahan terjadinya dermatitis kontak, maka selama
melakukan reparasimenangani motor, para pekerja bengkel disarankan untuk menjaga kebersihan diri khususnya mencuci tangan dengan air bersih
yang mengalir setiap kali selesai melakukan reparasimenangani sebuah motor, agar bahan kimia yang menempel pada tangan dapat hilang dan tidak
memapar kulit dengan lama. Selain itu para pekerja juga disarankan menggunakan sarung tangan untuk menghindari adanya kontak langsung
dengan paparan yang lama terhadap kulit.
6.3.2 Hubungan antara Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Frekuensi kontak merupakan jumlah kontak pekerja dengan bahan kimia dalam satu hari kerja. Frekuensi kontak pada pekerja bengkel motor
diketahui dari jumlah motor yang direparasi atau ditangani dalam satu hari.
Frekuensi kontak merupakan faktor yang mempengaruhi kejadian dermatitis
kontak akibat kerja. Semakin banyaknya frekuensi paparan bahan kimia terhadap kulit akan menyebabkan terjadinya kerusakan kulit.
Hasil penelitian rata-rata frekuensi kontak pekerja bengkel motor dengan bahan kimia yaitu 6,49 kalihari dengan standar deviasi 2,759
kalihari. Frekuensi kontak terendah yaitu 2 kalihari, sedangkan frekuensi
tertinggi yaitu 15 kalihari, hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 5.2. Berdasarkan hasil analisis bivariat, P value dari frekuensi kontak
didapatkan sebesar 0,926, hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bengkel motor di wilayah Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nuraga
dkk 2008. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya hubungan antara frekuensi kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang
terpajan dengan bahan kimia di perusahaan industri otomotif. Berdasarkan hasil penelitian Ruhdiat 2006 pada pekerja
laboratorium kimia di PT Sucofindo, dermatitis kontak akut terbanyak terjadi pada pekerja yang mempunyai frekuensi kontak dengan bahan kimia
sebanyak 5 kalihari. Sedangkan dermatitis kontak sub akut banyak terjadi pada pekerja sebanyak 3 dan 5 kali kontak bahan kimiahari. Untuk
dermatitis kontak kronik terjadi pada pekerja yang mempunyai kontak bahan kimia diatas 6 kali, yaitu 7 dan 8 kali kontak. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa semakin banyak frekuensi kontak pekerja dengan bahan kimia, maka semakin berpotensi untuk terjadinya dermatitis kontak
hingga kronik. Cohen 1999 mengatakan bahwa frekuensi kontak yang
berulang untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis kontak jenis alergi, yang mana bahan kimia dengan
jumlah sedikit akan menyebabkan dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional.
Namun pada penelitian ini frekuensi kontak tidak memiliki hubungan dengan kejadian dermatitis kontak. Sama halnya dengan lama kontak,
frekuensi kontak yang tidak berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor karena frekuensi kontak pekerja dengan
bahan kimia di bengkel motor sulit diukur. Hal tersebut dikarenakan frekuensi paparan bahan kimia di bengkel motor tidak tentu sehingga
dimungkinkan adanya bias informasi dalam mengetahui frekuensi kontak pekerja dengan bahan kimia. Frekuensi kontak pada pekerja bengkel motor
tidak selalu konstan setiap harinya. Pada satu pekerja bengkel memiliki frekuensi kontak yang berbeda antara hari yang satu dengan hari yang lain.
Frekuensi kontak tersebut tergantung pada jumlah motor yang ditangani para pekerja bengkel dalam satu hari, sehingga frekuensi dari masing-
masing pekerja bengkel juga tidak dapat diketahui secara pasti. Dilihat dari rata-rata frekuensi kontak bahan kimia pada pekerja
bengkel yaitu sebesar 6,49 kalihari. Dapat dimungkinkan dengan rata-rata frekuensi kontak tersebut belum dapat mempengaruhi pekerja bengkel
motor mengalami dermatitis kontak. Hal itu dimungkinkan frekuensi kontak yang tidak berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak dipengaruhi
oleh adanya riwayat alergi. Pada pekerja dengan frekuensi kontak dibawah rata-rata 6,49 kalihari dan mengalami dermatitis kontak didapatkan
sebanyak 8 38,1 dari 21 pekerja tersebut telah memiliki riwayat alergi. Jumlah tersebut lebih besar dibandingkan pada pekerja dengan frekuensi
kontak dibawah rata-rata 6,49 kalihari dan tidak mengalami dermatitis kontak yaitu sebanyak 5 13,5 dari 37 pekerja telah memiliki riwayat
alergi. Hal tersebut berarti bahwa kejadian dermatitis kontak pada pekerja dengan frekuensi kontak dibawah rata-rata dipengaruhi oleh adanya riwayat
alergi
6.3.3 Hubungan antara Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Masa kerja dalam penelitian ini merupakan kurun waktu atau lamanya responden bekerja sebagai pekerja bengkel motor sejak awal
bekerja sampai penelitian berlangsung dalam hitungan bulan. Masa kerja dilihat dari pertama kali pekerja bekerja sebagai mekanik motor di bengkel
yang saat penelitian berlangsung. Namun, jika sebelumnya pekerja pernah bekerja sebagai mekanik motor pada bengkel lain, maka masa kerja
ditambahkan dari lama bekerja pada bengkel sebelumnya. Pada tabel 5.2 dapat diketahui bahwa rata-rata masa kerja pekerja
bengkel motor yaitu 72,48 bulan dengan standar deviasi 65,917 bulan dengan masa kerja tertinggi yaitu 300 bulan. Hasil uji statistik bivariat
masa kerja menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bengkel motor di wilayah
Kecamatan Ciputat Timur tahun 2012.