Tabel 2.3 Jenis Alergens yang Umum Terdapat di Tempat Kerja No Alergen
1 Logam
Nikel, Kromium, Kobalt, Merkuri, Emas, Platinum 2 Karet
Aditif Akselerator : Merkaptobenzotiazol, Karbamat, Thiurams,
Tiourea Antioksidan : N-fenil-N-isopropil-paraphenylenediamine,
dan lain-lain
3 Plastik dan
Resin Epoxy, Fenolik dan Akrilik monomer
Amina, Anhidrida, dan Katalis peroksida Colophony, Terpentin, Katekol
4 Biosida Formalin dan Formaldehid releasers
Glutaraldehid Isothiazolinones
Methyldibromoglutaronitrile Iodopropynyl butylcarbamate
5 Kosmetik Paraphenylenediamine
Gliseril thioglycolate Cocamidopropylbetaine
Paraben dan pengawet lainnya lihat biosida Wewangian dan minyak esensial
6 Tanaman Penta-dan Heptadecylcatehols
Seskuiterpen lakton
Sumber : Sasseville 2008
2.3.3.2.1 Patogenesis
Di sini yang berperan adalah reaksi tipe IV Gell dan Coombs. Reaksi ini di bagi dalam dua fase yaitu, fase sensitisasi dan
fase elisitasi. Bahan kimia yang dapat bersifat sebagai allergen biasanya mempunyai berat molekul kecil, larut dalam lemak dan ini di
sebut sebagai hapten. Hapten akan berpenetrasi menembus lapisan korneum sampai mencapai lapisan bawah epidermis. Hapten ini akan
difagosit oleh sel Langerhans, kemudian hapten akan di ubah oleh enzim lisosom dan sitosolik yang kemudian berikatan dengan HLA-DR
membentuk anti gen. HLA-DR dan anti gen ini akan di perkenalkan kepada sel limfosit T melalui CD4 cluster of differentiation-4 yang
akan mengenal HLA-DR dan CD3 cluster of differentiation-3 yang akan mengenal anti gen tersebut. Sedangkan fase elisitasi di mulai
ketika anti gen yang serupa, setelah difagosit oleh sel Langerhans dengan cepat akan di kenal oleh sel memori sehingga sel memori akan
mengeluarkan IFN-g interferon gamma yang akan merangsang keratinosit yang akan menampakkan ICAM-1 dan HLA-DR pada
permukaan keratinosit. ICAM-1 akan memungkinkan keratinosit berikatan dengan sel lekosit yang pada permukaannya terdapat LFA-1
lymphocyte associated-1.
2.3.3.2.2 Manifestasi Klinis
Penderita umumnya mengeluh gatal. Pada yang akut di mulai dengan bercak eritea berbatas jelas, kemudian di ikuti edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi basah. Pada kronis terlihat kulit
kering berskuama, papul likenifikasi dan mungkin juga fisura, batas tidak jelas.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi dermatitis kontak
Faktor yang dapat mempengaruhi dermatitis kontak yaitu lama kontak, frekuensi kontak dan bahan kimia, usia, jenis kelamin, ras, riwayat atopi, riwayat
penyakit kulit lain, tipejenis kulit, riwayat alergi, riwayat pekerjaan, masa kerja, jenis pekerjaan, personal hygiene, pemakaian APD, serta suhu dan kelembaban.
2.4.1 Lama Kontak
Lama kontak dapat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak
akibat kerja Djuanda dan Sularsito 2002. Lama kontak dengan bahan kimia yang terjadi akan meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja.
Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit. Pengendalian
risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang terjadi perlu dilakukan Nuraga, 2008.
Berdasarkan penelitian Nuraga dkk 2008, ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan
dengan bahan kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa pekerja
dengan lama kontak 8 jamhari lebih banyak menderita dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja dengan lama kontak 8 jamhari. Dari
penelitian Ruhdiat 2006 juga didapatkan bahwa perjalanan dermatitis kontak akut, subakut, maupun kronis sering terjadi pada orang yang
mempunyai kontak selama 8 jam, dan lama kontak merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak.
Menurut Cohen 1999, lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak, karena semakin lama kontak dengan bahan kimia maka
akan semakin merusak sel kulit hingga ke lapisan yang lebih dalam dan risiko terjadinya dermatitis kontak akan semakin tinggi. Agius 2004 juga
mengatakan bahwa semakin lama bahan kimia kontak dengan kulit, maka penetrasi bahan kimia terhadap lapisan kulit akan semakin luas dan dalam
hingga menyebabkan reaksi peradanganiritasi yang lebih berat.
2.4.2 Frekuensi Kontak
Frekuensi kontak juga merupakan faktor yang mempengaruhi
kejadian dermatitis kontak akibat kerja Djuanda dan Sularsito, 2002. Menururt Cohen 1999, dermatitis kontak alergi dapat disebabkan karena
adanya frekuensi yang terus-menerus dan berulang khususnya untuk bahan yang mempunyai sifat sensitisasi akan menyebabkan terjadinya dermatitis
kontak alergi, dimana dermatitis yang berlebih baik luasnya maupun beratnya tidak proporsional biasanya disebabkan oleh bahan kimia dengan
jumlah sedikit. Menurut Nuraga dkk 2008, upaya menurunkan frekuensi kontak pekerja dengan bahan kimia merupakan salah satu upaya yang baik
dilakukan untuk menurunkan kejadian dermatitis kontak.