Profitabilitas Privat dan Sosial

5.5. Profitabilitas Privat dan Sosial

Analisis finansial dan ekonomi usahatani jagung memberikan gambaran umum dan sederhana mengenai tingkat kelayakan usahatani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow, khususnya pada lima kecamatan lokasi penelitian. Selain itu profitabilitas privat finansial merupakan indikator keunggulan kompetitif dari sistem komoditas berdasarkan teknologi, nilai output, biaya input dan transfer kebijakan yang ada. Sedangkan profitabilitas sosial ekonomi merupakan indikator keunggulan komparatif atau efisiensi dari sistem komoditas pada kondisi tidak ada distorsi pasar dan kebijakan pemerintah. Berdasarkan hasil perhitungan pada Lampiran 3 dapat dikemukakan bahwa baik secara finansial maupun ekonomi usahatani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow selama satu tahun terakhir dua musim tanam menunjukkan tingkat kelayakan usaha yang baik. Salah satu indikator sederhana dapat dilihat pada nilai Revenue Cost Ratio RC-ratio yang lebih besar dari satu. Selain itu hasil pendapatan pada analisis ini juga merupakan indikator keuntungan privat dan sosial dalam policy analysis matrix. Selanjutnya, secara ekonomi harga jual jagung yang diterima petani pada tingkat harga sosial lebih tinggi daripada harga aktualnya harga privat. Dimana terlihat bahwa pendapatan bersih diluar komponen lahan secara ekonomi yaitu Rp. 4 519 566 per tahun dengan RC-ratio 1.59, lebih besar dibandingkan secara finansial yang berjumlah Rp. 1 692 554 per tahun dengan RC-ratio 1.23. Demikian halnya jika komponen lahan dimasukkan maka diperoleh pendapatan bersih secara ekonomi sebesar Rp. 3 045 938 per tahun dengan RC-ratio 1.33 dan secara finansial diperoleh pendapatan bersih sebesar Rp. 218 926 per tahun dengan RC-ratio 1.02 lihat Lampiran 3. Hal ini menunjukkan bahwa secara ekonomi masyarakat tani setempat sebenarnya lebih diuntungkan dibanding dengan produsen input tradable maupun domestik non tradable. Sebaliknya secara finansial individu petani perolehan pendapatan yang rendah selama dua musim tanam terakhir menunjukkan tingginya komponen biaya produksi tradable dan faktor domestik yang harus dikeluarkan setiap petani secara individual untuk kelangsungan hidup usahataninya. Sementara biaya produksi yang tinggi tidak diimbangi dengan harga jual yang memadai pada tingkat harga aktual. Berdasarkan hasil analisis PAM pada Tabel 15 menunjukkan bahwa walaupun usahatani jagung memperoleh profitabilitas privat di atas normal D 0 yaitu 2.39 persen. Namun jika dibandingkan komoditi kompetitor utamanya, yaitu padi terlihat bahwa profitabilitas privat usahatani jagung menunjukkan nilai yang lebih rendah dibandingkan profitabilitas privat usahatani padi. Selain itu berdasarkan analisis finansial dan ekonomi pada Lampiran 4 terlihat bahwa secara finansial usahatani padi memiliki RC-ratio tingkat kelayakan usaha jauh lebih besar dibanding usahatani jagung 1.39, namun secara ekonomi tidak begitu nyata perbedaannya 1.37. Profitabilitas privat finansial adalah selisih penerimaan dan biaya total dengan dasar perhitungan harga output yang diterima dan harga input yang dibayar petani produsen. Total biaya telah mencakup nilai sewa lahan dan sewa tenaga kerja dalam keluarga. Pada kondisi aplikasi teknologi aktual, kinerja usahatani, pada tingkat harga yang dibayar dan diterima petani, dan kebijakan yang sedang berjalan nampak bahwa usahatani jagung belum memberikan keuntungan pada petani produsen secara individual privat dibandingan usahatani padi Tabel 15. Profitabilitas sosial mengindikasikan keunggulan komparatif suatu komoditas dalam pemanfaatan sumberdaya yang langka di dalam negeri. Pada kondisi ini harga input dan output diperhitungkan dalam kondisi persaingan sempurna, dimana segala bentuk subsidi dan proteksi yang bersifat mendistorsi pasar telah dihilangkan. Sistem komoditas dengan tingkat profitabilitas sosial ekonomi yang makin tinggi maka menunjukkan tingkat keunggulan komparatif yang semakin besar. Tabel 15 memperlihatkan bahwa usahatani jagung memiliki profitabilitas sosial yang tinggi 24 persen, dimana tidak berbeda secara signifikan dengan profitabilitas sosial usahatani padi 25 persen. Hasil ini merupakan indikasi awal bahwa usahatani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow memiliki keunggulan komparatif. Tabel 15. Hasil Analisis Policy Analysis Matrix Usahatani Jagung dan Padi di Kabupaten Bolaang Mongondow Rp No Uraian Revenue Input Tradable Faktor Domestik non tradable Profit Tenaga Kerja Lahan Modal 1. Jagung: a.Privat 9 160 790.63 2 135 557.29 4 560 657 2 245 650 218 926 b.Sosial 12 176 832.45 3 355 376.11 3 962 836 1 812 683 3 045 938 c.Divergensi -3 016 041.83 -1 219 818.82 597 821 432 968 -2 827 011 2. Padi : a.Privat 13 705 580.09 1 268 151.97 5 434 977 3 132 345 3 870 106 b.Sosial 12 761 551.72 2 053 674.92 4 706 137 2 555 173 3 446 567 c.Divergensi 944 028.37 -785 522.96 728 840 577 172 423 539 Profitabilitas privat finansial usahatani jagung yang rendah merupakan indikasi awal rendahnya keunggulan kompetitif usahatani jagung. Komoditas ini akan mengalami hambatan dalam pengembangannya karena komoditas kompetitornya yaitu padi ternyata memiliki daya saing lebih tinggi secara finansial atau lebih kompetitif. Terlihat pada Tabel 15 profitabilitas privat usahatani jagung lebih kecil dibanding profitabilitas sosialnya. Perbedaan ini terjadi diduga karena adanya praktek monopsoni di lokasi penelitian. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa adanya ketergantungan para petani pada pedagang pengumpul desa atau dengan kata lain para pedagang pengumpul di masing-masing desa penelitian menjadi satu-satunya pembeli hasil panen dan tempat bergantung petani untuk aspek keuangan serta pengadaan input. Sehingga para pedagang pengumpul tersebut memiliki kekuatan dalam mengendalikan pasar input dan output, akibatnya harga jual input menjadi tinggi sementara harga beli output justru ditekan. Pearson et al. 2005 mengemukakan bahwa salah satu penyebab terjadinya divergensi adalah kegagalan pasar. Pasar dikatakan gagal apabila tidak mampu menciptakan harga yang kompetitif serta menciptakan alokasi sumberdaya maupun produk yang efisien. Terdapat tiga jenis kegagalan pasar yang menyebabkan divergensi, yaitu: 1 monopoli penjual yang menguasai harga pasar atau monopsoni pembeli menguasai harga pasar, 2 eksternalitas negatif yaitu biaya, dimana pihak yang menimbulkan terjadinya biaya tersebut tidak bisa dibebani biaya yang ditimbulkannya atau eksternalitas positif yaitu manfaat, dimana pihak yang menimbulkan manfaat tersebut tidak bisa menerima kompensasi atau imbalan atas manfaat yang ditimbulkannya, dan 3 pasar faktor domestik yang tidak sempurna, dimana tidak adanya lembaga yang dapat memberikan pelayanan yang kompetitif serta informasi yang lengkap. Penyebab kedua terjadinya divergensi adalah kebijakan pemerintah yang distorsif. Penerapan kebijakan distorsif untuk mencapai tujuan yang bersifat non- efisiensi pemerataan atau ketahanan pangan, akan menghambat terjadinya alokasi sumberdaya yang efisien dan dengan sendirinya akan menimbukan divergensi. Misalnya, tarif impor beras yang diterapkan untuk meningkatkan pendapatan petani tujuan pemerataan dan meningkatkan produksi beras dalam negeri tujuan ketahanan pangan, namun dilain pihak akan menimbulkan kerugian efisiensi bila harga beras impor yang digantikannya ternyata lebih murah dari biaya domestik yang digunakan untuk memproduksi beras dalam negeri, sehingga akan timbul trade-offs Pearson et al. 2005. Pengambil kebijakan harus memberikan bobot tertentu pada masing-masing tujuan yang saling bertentangan tersebut untuk menentukan apakah kebijakan tarif impor perlu diterapkan atau tidak. Secara teori, kebijakan yang paling efisien dapat dicapai jika pemerintah mampu menciptakan kebijakan yang mampu menghapuskan kegagalan pasar dan jika pemerintah mampu mengabaikan tujuan non-efisiensi serta menghapuskan kebijakan yang distorsif. Apabila tindakan menciptakan kebijakan yang efisien dan menghilangkan kebijakan yang distorsif tersebut mampu dilaksanakan, maka divergensi dapat dihilangkan dan efek divergensi nilai-nilai divergensi pada Tabel 15 akan menjadi nol. Pada kondisi seperti itu, nilai-nilai pada bagian privat baris pertama tabel PAM akan sama dengan nilai pada bagian sosial baris kedua tabel PAM atau dengan kata lain pendapatan revenue, biaya dan profitabilitas privat akan sama dengan pendapatan, biaya dan profitabilitas sosial.

5.6. Keunggulan Komparatif dan Kompetitif