kondisi persaingan sempurna. Salah satu pendekatan untuk menghitung harga bayangan nilai tukar uang adalah harga bayangan harus berada pada tingkat
keseimbangan nilai tukar uang. Keseimbangan terjadi apabila dalam pasar uang, semua pembatas dan subsidi terhadap ekspor dan diimpor dihilangkan.
Keseimbangan nilai tukar uang dapat dihitung menggunakan Standart Conversion Factor SCF
sebagai faktor koreksi terhadap nilai tukar resmi yang berlaku. Tsakok 1990 mengemukakan formula sebagai berikut:
; atau
atau dimana:
SER = Shadow Exchange Rate
nilai tukar bayangan tahun ke-t RpUS
OER = Official Exchange Rate nilai tukar resmi pemerintah Xt
= nilai
ekspor tahun
ke-t Rp
TXt =
pajak ekspor
tahun ke-t
Rp Mt
= nilai
impor tahun
ke-t Rp
TMt = pajak
impor tahun
ke-t Rp
4.6. Analisis Sensitivitas
Setelah dilakukan
analisis PAM
selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas yang bertujuan untuk melihat bagaimana hasil analisis suatu aktivitas ekonomi
bila terjadi perubahan dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasikan unsur-unsur dan
menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada hasil analisis semula. Pannell 1997 mengemukakan bahwa penggunaan analisis sensitivitas dapat
dikelompokkan ke dalam empat kategori utama yaitu: pengambilan keputusan atau membangun rekomendasi untuk para pengambil kebijakan, komunikasi,
peningkatan pengertian atau kuantifikasi suatu sistem dan model pembangunan. Dalam analisis kelayakan proyek pertanian, baik secara finansial maupun
ekonomi, terdapat empat faktor yang sangat sensitif terhadap suatu perubahan. Keempat faktor tersebut adalah harga, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya
dan perubahan hasil. Untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat perubahan faktor tersebut maka perlu dilakukan analisis sensitivitas
Gittinger, 1986. Analisis sensitivitas dalam penelitian ini terutama hanya dilakukan pada
kegiatan usahatani jagung. Hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa kebijakan pemerintah untuk usahatani jagung belum seketat atau sekonsisten kebijakan bagi
usahatani padi kebijakan perberasan nasional. Selain itu kebijakan untuk usahatani padi merupakan kebijakan nasional yang bersifat “top down” sehingga
dianggap kebijakannya telah tetap dan tidak perlu lagi mencari suatu skenario kebijakan baru.
Dalam analisis sensitivitas usahatani jagung terdapat 4 simulasi 12 skenario yang selanjutnya akan dilakukan analisis sensitivitas untuk memperoleh
bentuk kebijakan yang efektif, yaitu: 1.
Analisis sensitivitas harga output naik 10, 20 dan 30 persen dari harga aktual dan harga bayangan dalam penelitian ini, dengan asumsi faktor lainnya tetap.
2. Analisis sensitivitas harga input pupuk dan output secara bersamaan naik 10,
20 dan 30 persen dari harga aktual dan harga bayangan, dengan asumsi faktor lainnya tetap.
3. Analisis sensitivitas harga input pupuk turun 10 persen, sementara harga
output naik 10, 20 dan 30 persen dari harga aktual dan harga bayangan, dengan asumsi faktor lainnya tetap.
4. Analisis sensitivitas upah tenaga kerja turun 10 persen, sementara harga output
naik 10, 20 dan 30 persen dari harga aktual dan harga bayangan, dengan asumsi faktor lainnya tetap.
Hal yang mendasari penetapan besaran persentase terutama pada variasi persentase kenaikan harga output adalah berdasarkan data base harga jagung FAO
menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 1991 – 2006 15 tahun terakhir kenaikan harga jagung rata-rata sebesar 20 persen per tahun Tabel 3. Sehingga,
mengacu pada persentase kenaikan harga jagung rata-rata per tahun tersebut, maka dicobakan skenario variasi persentase kenaikan harga jagung, yaitu 10
persen 10 persen di bawah data FAO, 20 persen data FAO dan 30 persen 10 persen di atas data FAO.
Sedangkan skenario penurunan persentase harga input pupuk mengacu pada persentase penurunan harga eceran tertinggi pupuk dalam hal ini urea yang
terjadi selama kurun waktu 1973 – 2006, yaitu sebesar 13 – 14 persen PT. PUSRI, 2009. Besaran persentase penurunan 10 persen yang digunakan dalam
analisis sensitivitas merupakan persentase minimal dari persentase acuan berdasarkan data PT. PUSRI tersebut.
Upah buruh tani di Bolaang Mongondow pada tahun 1999 rata-rata sebesar Rp. 15 000 per Hari Orang Kerja HOK, sementara pada tahun 2009 telah
mencapai rata-rata Rp. 35 000 per HOK, sehingga terdapat kecenderungan kenaikan upah buruh tani sebesar 13 persen per tahun. Berdasarkan hal ini, maka
dalam analisis sensitivitas penulis mencoba menawarkan suatu bentuk kebijakan jika upah buruh tani tersebut dapat diturunkan minimal 10 persen pada harga
privat dan sosial pada tahun berjalan 2008 – 2009, sementara harga output dinaikkan 10, 20, 30 persen pada harga privat dan sosial, bagaimana
pengaruhnya terhadap keunggulan komparatif dan kompetitif usahatani jagung di Kabupaten Bolaang Mongondow.
Tabel 3. Persentase Kenaikan Harga Jagung kurun waktu Tahun 1991 – 2006 Tahun
Persentase Keterangan
1991-1992 -8 turun
1992-1993 10 1993-1994 24
1994-1995 16 1995-1996 21
1996-1997 4 1997-1998 74
1998-1999 24 1999-2000 -13
turun 2000-2001 32
2001-2002 -2 turun
2002-2003 4 2003-2004 9
2004-2005 2 2005-2006 14
Rata-Rata Kenaikan 20
Sumber : FAO 2008 diolah
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian