pengurangan hingga penghilangan berbagai hambatan usaha dan sumber ekonomi biaya tinggi, serta perlindungan usaha atas persaingan tidak adil.
3. Pelestarian dan pemanfaatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam secara
berkelanjutan, terutama melalui pengelolaan konservasi, pengelolaan pertanahan, tata-ruang dan keagrariaan serta mendorong pengembangan usaha,
penerapan teknologi dan kelembagaan yang ramah lingkungan serta penegakkan hukum www.aphi-net.com, diakses pada 26 Agustus 2008 jam
14:00.
2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai keunggulan komparatif dan kompetitif terutama untuk komoditas jagung dan padi telah banyak dilakukan di berbagai daerah. Di
Sulawesi Utara sendiri pada tahun 1999 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Sulawesi Utara telah melakukan penelitian mengenai keunggulan
komparatif dan kompetitif tanaman pangan di Kabupaten Bolaang Mongondow. Selain itu terdapat pula penelitian-penelitian di daerah lain yang relevan dengan
penelitian penulis, seperti hasil penelitian Suryana 1980, Oktaviani 1991, Haryono 1991, Emilya 2001, Anapu et al. 2005 dan Suprapto 2006.
Hasil penelitian BPTP Sulawesi Utara pada tahun 1999 menemukan bahwa tingkat produktifitas minimal masing-masing komoditas tanaman pangan
dan holtikultura yang harus dihasilkan untuk berkompetisi dengan jagung adalah berturut-turut kedelai 4 566.04 kg per ha, padi sawah 3 826.6 kg per ha, nenas
2 410.15 kg per ha serta kentang 4 566.04 kg per ha. Rincian nilai tersebut relatif berbeda jauh jumlahnya dikaitkan angka produktifitas riil di lapangan. Demikian
pula dengan tingkat harga yang ditunjukkan bahwa untuk mampu bersaing dengan harga jagung yang sebesar Rp. 850 per kg pada tahun 1999, maka harga minimal
masing-masing komoditas yang harus dihasilkan adalah Rp. 1 761 padi beras, Rp. 2 660 kentang, Rp. 2 100 kedelai serta Rp. 1 109 nenas BPTP Sulawesi
Utara, 2000. Realitas dari hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa komoditas- komoditas padi, kedelai dan nenas memiliki tingkat produktifitas serta harga yang
mampu bersaing dengan jagung karena tingkat produktifitas dan harga yang cukup kompetitif karena berada di bawah nilai ambang dan tingkat harga riil di
lapangan. Hasil analisis keunggulan komparatif komoditas tanaman pangan dan
hortikultura berdasarkan penelitian tersebut menunjukkan bahwa komoditas padi memiliki nilai DRCR sebesar 0.61, jagung DRCR = 0.53, nenas DRCR =
0.36, kemudian rasio DRC kentang dan kedelai masing-masing sebesar 0.33 dan 0.19. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa komoditas padi sawah merupakan
komoditas tanaman pangan yang memiliki peluang terkecil untuk dimaksimalkan, dilain pihak kedelai memiliki peluang terbesar dari aspek komparatif BPTP
Sulawesi Utara, 2000. Suryana 1980 dalam tesisnya menyimpulkan bahwa secara ekonomi
berdasarkan hasil analisis DRCR menunjukkan usahatani ubi kayu lebih menguntungkan dibanding usahatani jagung baik di Lampung maupun di Jawa
Timur, namun untuk pengembangannya Lampung lebih menguntungkan. Sebaliknya secara finansial usahatani ubi kayu dan jagung lebih menguntungkan
jika dilaksanakan di Jawa Timur daripada Lampung.
Oktaviani 1991 dalam tesisnya menyimpulkan bahwa kebijakan insentif kebijakan harga pada komoditas padi, jagung, kedele dan ubi kayu
menyebabkan surplus produsen berkurang. Kebijakan pemerintah berupa subsidi input sebaiknya ditetapkan per wilayah. Pada daerah di luar Jawa, besaran subsidi
disesuaikan dengan biaya distribusi agar Harga Eceran Tertinggi HET yang diterima petani produsen sama di tiap wilayah.
Haryono 1991 dalam tesisnya menyimpulkan bahwa hasil analisis DRCR menunjukkan komoditas kedelai, jagung dan ubi kayu di Propinsi Lampung
memiliki keunggulan komparatif, dengan tingkat proteksi efektif Effective Protection Coefficient
menunjukkan adanya proteksi pemerintah terhadap petani produsen kedelai dan jagung sementara petani produsen ubi kayu dirugikan.
Emilya 2001 dalam tesisnya mengemukakan bahwa usahatani padi, kedelai dan jagung di Propinsi Riau memiliki keunggulan komparatif dan
kompetitif, dimana yang tertinggi komoditas padi, diikuti kedelai dan jagung. Suprapto 2006 dalam hasil penelitiannya mengemukakan bahwa
komoditas jagung di Jawa Timur untuk orientasi ekspor memperoleh proteksi dari pemerintah sedangkan komoditas jagung untuk orientasi subtitusi impor dan
perdagangan antar daerah tidak mendapatkan proteksi dari pemerintah. Hasil penelitian Anapu et al. 2005 mengenai dampak kebijakan tarif
impor beras di Kabupaten Minahasa Propinsi Sulawesi Utara menunjukkan bahwa kebijakan tarif impor menciptakan pemborosan sumberdaya. Usahatani padi tidak
efisien ditunjukkan dengan tingkat keuntungan sosial yang negatif. Sebaliknya usahatani kacang tanah memberikan keuntungan sosial yang jauh lebih tinggi dari
padi. Namun, petani lebih suka menanam padi dengan pertimbangan keamanan pangan keluarga, mengurangi resiko dan mudah memasarkan hasil.
Hasil kajian yang dilakukan Departemen Pertanian 2009 mengenai Peluang Perencanaan Investasi Pertanian Indonesia menunjukkan jenis tanaman
pangan jagung dan padi merupakan komoditas unggulan untuk sub sektor tanaman pangan. Pada Tabel 1 menunjukkan bahwa laju pertumbuhan produksi
jagung lebih cepat daripada padi, namun laju pertumbuhan areal padi lebih tinggi daripada jagung. Sedangkan laju peningkatan produksi kedua komoditas ini jauh
lebih tinggi daripada peningkatan areal tanamnya. Tabel 1. Perkembangan Produksi dan Luas Tanaman Padi dan Jagung di
Sulawesi Utara Tahun 2003 – 2005
Komoditas Tahun
Laju pertumbuhan
per tahun 2003 2004 2005
Padi Produksi ton
369 930 407 358
432 625 8.2
Luas ha 84 385
92 439 94 946
6.1 Jagung
Produksi ton 144 671
150 128 195 305
16.9 Luas ha
65 656 66 196
71 644 4.5
Sumber: Departemen Pertanian 2009, www.deptan.go.idppiinvestasiLapora-Final.pdf.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran