III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran
Analisis
Dewasa ini pengembangan sektor pertanian menghadapi tantangan dan tekanan yang semakin berat disebabkan adanya perubahan lingkungan strategis
berupa derasnya arus liberalisasi perdagangan, otonomi daerah serta makin pesatnya kemajuan teknologi. Berkaitan dengan itu maka strategi pengembangan
pertanian kedepan senantiasa berorientasi kompetisi atas dasar keunggulan komparatif dan kompetitif. Hal ini berkaitan erat pula dengan pelaksanaan
revitalisasi pertanian di Propinsi Sulawesi Utara yang secara umum diharapkan mencapai tujuan seperti yang diamanatkan oleh Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah RPJM-D Sulawesi Utara tahun 2005-2010, yakni peningkatan produktifitas dan produksi pertanian, peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan petani, mengurangi kemiskinan, membuka lapangan kerja baru, meningkatkan ketahanan pangan, meningkatkan daya saing ekonomi serta
melestarikan lingkungan hidup. Menurut Tsakok 1990 terdapat dua cara untuk mengukur keunggulan
komparatif, yaitu : Domestic Resource Cost Ratio DRCR atau Rasio Biaya Sumberdaya Domestik RBSD dan Net Economic Benefit Ratio NEBR. Kedua
koefisien menggunakan informasi yang sama dalam penggunaan harga dan input, namun DRCR penggunaanya lebih luas dibanding NEBR. Kedua teknik tersebut
mensyaratkan bahwa input primer dan antara dalam proses produksi dinilai atau dihitung dalam harga bayangan shadow prices. Keunggulan komparatif suatu
komoditi yang diukur dengan Rasio Biaya Sumberdaya Domestik RBSD yaitu rasio antara BSD dan harga bayangan nilai tukar uang V
1
sebagai berikut :
dengan catatan jika nilai RBSD suatu komoditi kurang dari satu RBSD 1 menunjukkan komoditi tersebut di dalam negeri relatif lebih menguntungkan
secara ekonomis dibanding dengan mengimpornya. Dalam penerapan model ini, dipertimbangkan dua jenis harga riil dan harga bayangan untuk setiap komponen
input dan output. Harga riil merupakan harga ditingkat petani, sementara harga bayangan mengacu pada harga Cost Insurance Freight CIF untuk komoditi
impor dan harga Free on Board FOB untuk komoditi ekspor. Sedangkan Analisis Keunggulan Kompetitif dapat menentukan sampai
seberapa jauh komoditas unggulan mampu bersaing dengan komoditas pembandingnya pesaing dimana perlu memperhatikan beberapa kondisi yakni :
1 komoditas pembandingnya adalah komoditas yang umumnya ditanam pada hamparan dan musim yang sama, 2 umur komoditas pembandingnya relatif
hampir sama, 3 produksi dan harga komoditas pembandingnya diasumsikan tidak mengalami perubahan konstan, dan 4 biaya produksi baik komoditas
yang dibandingkan maupun komoditas pembandingnya diasumsikan tetap. Analisis keuntungan kompetitif produksi akan memberi gambaran pada
tingkat produksi minimal berapa komoditas yang ditanam petani baru bisa memberikan tingkat keuntungan yang bersaing dengan komoditas pesaingnya.
Sedangkan analisis keuntungan kompetitif harga akan memberikan gambaran mengenai tingkat harga minimal yang harus diterima petani, agar komoditas yang
ditanamnya mampu memberikan keuntungan yang bersaing dengan tanaman pesaingnya BPTP Sulawesi Utara, 2000.
Pada garis besarnya, tujuan petani berproduksi adalah untuk meningkatkan taraf hidup melalui usaha produksi dari pengelolaaan sumberdaya tanah, tenaga
kerja dan modal. Pada kenyataannya, alokasi sumberdaya sektor pertanian yang dilakukan petani untuk kegiatan usahatani belum dilakukan secara optimal.
Dalam usahatani prinsip keunggulan komparatif menjelaskan lokasi produksi pertanian, berbagai jenis tanaman dan ternak dengan syarat-syaratnya
yang berbeda, harus diusahakan di daerah-daerah atau pada usahatani yang keadaan fisik serta sumberdaya lainnya secara ekonomi sangat sesuai. Karena itu
usahatani dengan sumberdaya yang sangat miskinpun dapat mempunyai keunggulan komparatif untuk beberapa komoditi. Prinsip keunggulan komparatif
berlaku untuk wilayah yang luas dunia, negara ataupun untuk perbandingan antar usahatani. Prinsip ini sangat mudah diterima oleh setiap orang sehingga
sering dilupakan penggunaannya, terutama dalam memilih tanaman untuk daerah- daerah pemekaran daerah baru. Terdapat beberapa faktor yang dapat mengubah
keunggulan komparatif, diantaranya: 1.
Pengembangan pola usahatani baru atau perbaikan teknologi 2.
Perubahan biaya produksi dan harga relatif dari berbagai komoditas usahatani 3.
Perubahan biaya angkutan seperti yang terjadi bila jalan diperbaiki atau rusak 4.
Perbaikan kualitas lahan karena drainase, irigasi dan sebagainya 5.
Pengembangan produk substitusi yang lebih murah. Sehingga setiap daerah dapat memperbaiki posisi ekonominya dengan komoditas
tanaman tertentu, ataupun kehilangan posisi ekonominya Soekartawi et al. 1986.
Dari kerangka di atas diharapkan akan dihasilkan suatu acuan pengembangan pertanian daerah berdasarkan skala prioritas, selain dapat menjadi
andalan pertumbuhan perekonomian daerah, juga akan dapat ditetapkan beberapa komoditas yang dapat memberi kepastian usaha bagi para petani berdasarkan
spesifikasi wilayah.
3.2. Policy Analysis Matrix