10
c. Bagi Siswa
Penggunaan pendekatan kontekstual diharapkan dapat meningkatkan kemampuan membaca pemahaman pada siswa tunarungu.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah pengalaman mengenai ilmu pendidikan luar biasa tentang pendekatan yang efektif
yang dapat diterapkanp ada pembelajaran bahasa untuk siswa tunarungu.
G. Definisi Operasional
1. Kemampuan Membaca Pemahaman Siswa Tunarungu
Kemampuan membaca pemahaman siswa tunarungu adalah keterampilan siswa tunarungu untuk memahami makna atau isi dari materi yang telah
dibaca. Pada penelitian ini kemampuan membaca pemahaman ditunjukan dengan siswa dapat memahami materi bacaan, yang terdiri dari
kemampuan untuk memahami makna kata per kata dalam bacaan, menjawab pertanyaan bacaan secara tertulis, dan menceritakan kembali isi
bacaan. 2.
Pendekatan Konstekstual
Pendekatan kontekstual adalah suatu pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dengan cara menekankan keterlibatan siswa secara
penuh dalam pembelajaran melalui kegiatan mengaitkan materi pembelajaran dengan konteks yang dialami di dunia nyata. Pada penelitian
11
ini keterlibatan siswa dalam pembelajaran terdapat dalam kegiatan mengaitkan materi pelajaran dengan pengetahuan yang sudah dimiliki,
bertanya, berdiskusi, inkuiri, memaparkan hasil diskusi, menyimpulkan,
dan merefleksi.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan Mengenai Siswa Tunarungu
1. Pengertian Siswa Tunarungu
Secara etimologi tunarungu berasal dari kata “tuna” dan “rungu”.
Tuna artinya kurang dan rungu artinya pendengaran, jadi secara etimologi tunarungu berarti kurang mendengar. Pengertian tunarungu sendiri sangat
beragam yang mengacu pada kondisi pendengaran siswa tunarungu. Tunarungu juga merupakan istilah umum yang menunjukan kesulitan
mendengar dari yang ringan sampai yang berat. Menurut Permanarian
Somad Tati Hernawati 1996: 27:
siswa tunarungu adalah seseorang yang mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau seluruhnya
yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat
pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap hidupnya secara kompleks.
Pendapat tersebut menjelaskan bahwa ketunarunguan yang dialami oleh siswa dapat membawa dampak yang kompleks dalam kehidupan
sehari-hari. Sejalan dengan pendapat Edja Sadjaah 2005: 69 siswa tunarungu adalah siswa yang karena berbagai hal menjadikan
pendengarannya mendapatkan gangguan atau mengalami kerusakan sehingga sangat menggangu aktivitas kehidupannya. Berdasarkan
pendapat tersebut siswa tunarungu adalah siswa yang mengalami gangguan atau kerusakan dria pendengarannya sehingga tidak dapat