BUMP Sebagai Kekuatan Ekonomi Perdesaan BUMP Sebagai Inovasi Kelembagan

73 ingin mengembangkan usahanya secara berkelanjutan. BUMN atau BUMS yang menanamkan ”modalnya” dalam pengembangan organisasi ekonomi petani BUMP akan memetik hasilnya dalam bentuk keuntungan yang besar di kemudian hari. Bentuk usaha BUMP disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Apakah wujudnya berbentuk koperasi atau perseroan terbatas PT merupakan hal lain yang tidak dapat dipaksakan, tergantung pada keinginan para petani. Yang perlu diingat adalah kelemahan dan kelebihannya dari dua struktur badan usaha yang berbeda tersebut. BUMP dapat dikembangkan sebagai hibrida perseroan dan koperasi, yang dimaksud adalah semangatnya koperasi tetapi wujudnya adalah PT. Semangat koperasi ini dengan sendirinya akan terwujud melalui struktur kepemilikan perseroan yang melibatkan ribuan orang petani dan sifatnya terbuka. Dengan model ini maka BUMP memiliki kapasitas untuk melevera ge modal sehingga kapasitasnya bisa meningkat hingga 5 kalinya. Selanjutnya, dengan modal yang bisa diperoleh dari perbankan atau dari pasar modal, maka kapasitas BUMP bisa cukup kuat untuk meningkatkan nilai tambah dan melakukan adu- tawar yang kuat dengan pihak mitra bisnisnya.

d. BUMP Sebagai Kekuatan Ekonomi Perdesaan

Fokus BUMP pada tahap awal adalah di bidang pertanian on-far m da n off-fa rm . Tetapi, di masa depan, dapat melebarkan usahanya pada bidang-bidang yang lebih luas, seperti: commit to user 74 1 Kredit simpan-pinjam baik untuk keperluan konsumsi, maupun kegiatan produktif yang lain on-far m, off-far m, dan non-far m 2 Pusat perkulakantoko SEMBAKO 3 Pendidikan dan pelatihan 4 Uji coba dan demonstrasi 5 Lembaga konsultasi manajemen dan bisnis BUMP dalam jangka panjang, apabila dikelola secara efisien, dapat berkembang sebagai lembaga ekonomi perdesaan yang sangat kuat, karena sahamnya dimiliki oleh petani dan warga masyarakat yang lain. Dalam hubungan ini, keberadaan BUMP jangan dilihat sebagai pesaing yang akan mematikan pelaku bisnis yang dimiliki oleh perorangan, tetapi mereka dapat menjalin kemitraan usaha atau sub-kontraktor dari BUMP.

e. BUMP Sebagai Inovasi Kelembagan

Rogers dan Shoemaker 1962 mengartikan inovasi sebagai: ide-ide ba ru, pra ktek-pr aktek ba ru, ata u obyek-obyek yang da pat dir a sa ka n sebaga i sesua tu yang ba ru oleh individu atau masyarakat sasaran penyuluhan. Sedang Lionberger dan Gwin 1983 mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya pembaharuan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Pengertian “ ba ru ” disini, mengandung makna bukan sekedar “baru diketahui” oleh pikiran cognitive , akan tetapi juga baru karena belum dapat diterima secara luas oleh seluruh warga masyarakat dalam arti sikap a ttitude , commit to user 75 dan juga baru dalam pengertian belum diterima dan dilaksanakanditerapkan oleh seluruh warga masyarakat setempat. Pengertian inovasi tidak hanya terbatas pada benda atau barang hasil produksi saja, tetapi mencakup: ideologi, kepercayaan, sikap hidup, informasi, perilaku, atau gerakan-gerakan menuju kepada proses perubahan di dalam segala bentuk tata kehidupan masyarakat. Pengertian inovasi dapat semakin diperluas menjadi Mardikanto, 1996: “ Sesuatu ide, produk, informasi teknologi, kelembagaan, perilaku, nilai-nilai, dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima, dan digunakanditerapkan dilaksanakan oleh sebagian besar warga masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, yang dapat digunakan atau mendorong terjadinya perubahan-perubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikaan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan” . Pengertian “baru” yang melekat pada istilah inovasi bukan selalu berarti baru diciptakan, tetapi dapat berupa sesuatu yang sudah “lama” dikenal, diterima, atau digunakanditerapkan oleh masyarakat di luar sistem sosial yang menganggapnya sebagai sesuatu yang masih “baru”. Pengertian “baru” juga tidak selalu harus datang dari luar, tetapi dapat berupa teknologi setempat indegenuous technology atau kebiasaan setempat kea rifa n tra disional yang sudah ditinggalkan. Awal pelaksanaan revolusi hijau di Indonesia, ada berbagai ragam inovasi teknologi yang berupa : 1. Beragam sarana produksi benih-unggul, pupuk-buatan, dan pestisida 2. Beragam teknik budidaya bercocok-tanam, perlindungan tanaman, pengairan, dan pemeliharaan tanaman yang lain 3. Beragam teknik penanganan panen dan pasca-panen 4. Beragam alat dan mesin pertanian commit to user 76 Perkembangan lebih lanjut, dengan dilatarbelakangi oleh terjadinya kondisi “ leveling off ” pada penerapan inovasi-teknologi, Hadisapoetro 1973 menawarkan konsep usahatani kelompok dalam bentuk Intensiifikasi-khusus yang kemudian dikenal sebagai inovasi sosial . Irawan 2004, menyatakan bahwa pengembangan inovasi kelembagaan pertanian ini dimaksudkan untuk: 1. Merajut ulang hubungan sinergis antara penyuluhan dan penelitian 2. Merajut ulang hubungan sinergis antara lembaga penelitian dengan petani dan pelaku agribisnis yang lain 3. Merajut ulang hubungan sinergis antara seluruh elemen agribisnis Ada 8 delapan prinsip dasar pengembangan kelembagaan yang harus diperhatikan untuk mewujudkan ketiga hal tersebut, yaitu: 1. Prinsip kebutuhan, artinya, secara fungsional, kelembagaan tersebut memang dibutuhkan, 2. Prinsip efektivitas, artinya, kelembagaan tersebut harus dapat melaksanakan fungsinya secara efektif untuk mencapai tujuan-tujuannya, 3. Prinsip efisiensi, dalam arti mudah, murah, dan sederhana untuk mencapai tujuannya, 4. Prinsip fleksibilitas, artinya dapat disesuaikan dengan sumberdaya dan budaya setempat, 5. Prinsip manfaat, artinya mampu memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi petani dan pelaku agribisnis yang lain, commit to user 77 6. Prinsip pemerataan, artinya memberikan manfaat secara proporsional bagi petani dan pelaku agribisnis yang lain, 7. Prinsip sinergitas, artinya, kehadiran kelembagaan tersebut harus mampu membangun hubungan kemitraan yang sinergis antar semua elememn agribisnis, 8. Prinsip keberlanjutan, artinya, dapat diharapkan keberlanjutannya untuk jangka waktu tak terbatas.

f. Badan Usah a Milik Petani Sebagai Inovasi Kelembagaan Pembangunan Pertan ian