Sejarah, Konsep, dan S trategi Pembangu nan

18

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka 1. Pembangunan

a. Sejarah, Konsep, dan S trategi Pembangu nan

Budiman 1995, Suwarsono dan Alvin 2006 dan Djojohadikusumo 1994 menyatakan bahwa istilah pembangunan development dan undevelopment muncul pada tanggal 20 Januari 1949 pada saat presiden Amerika Harry S. Truman mengumumkan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Para kalangan ilmuwan sosial pada saat itu sangat produktif menciptakan pengetahuan dan teori pembangunan dan modernisasi. Walaupun pada hakikatnya teori-teori pembangunan yang digunakan merupakan pandangan para ahli sebelumnya. Adam Smith menyatakan bahwa proses pertumbuhan dimulai apabila perekonomian mampu melakukan pembagian kerja division of la bor . Pembagian kerja akan meningkatkan produktivitas yang pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan. Adam Smith juga menggarisbawahi pentingnya skala ekonomi. Dengan meluasnya pasar, akan terbuka inovasi-inovasi baru yang pada gilirannya akan mendorong perluasan pembagian kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi. Setelah Adam Smith muncul pemikiran-pemikiran yang berusaha mengkaji batas-batas pertumbuhan limits to growth antara lain Malthus dan Ricardo. Malthus, dan Ricardo yang disebut sebagai aliran klasik, mengembangkan teori pertumbuhan ekonomi modern dengan berbagai variasinya yang pada intinya dapat dibagi menjadi dua, yaitu yang menekankan pentingnya commit to user 19 akumulasi modal physica l ca pita l for ma tion dan peningkatan kualitas sumber daya manusia huma n capita l. Salah satu pandangan yang dampaknya besar dan berlanjut hingga sekarang adalah model pertumbuhan yang dikembangkan oleh Harrod dan Domar. Pada intinya model ini berpijak pada pemikiran Keynes yang menekankan pentingnya aspek permintaan dalam mendorong pertumbuhan jangka panjang. Berbeda dengan Harrod-Domar yang memberikan tekanan kepada pentingnya peranan modal, Arthur Lewis dengan model sur plus of la bor - nya memberikan tekanan kepada peranan jumlah penduduk. Teori pertumbuhan neoklasik mulai memasukkan unsur teknologi yang diyakini akan berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekonom seperti Rostow menemukan “ Gr owth theory” -nya, dan waktu itu pula McClelland dan Inkeles menemukan teori modernisasi mereka. Salah satu hasil penting studi mereka adalah bahwa gagasan development dan modernisasi harus menjadi pilar utama bagi kebijaksanaan program bantuan dan politik luar negeri Amerika. Meskipun teori modernisasi bermacam-macam, namun mereka meyakini satu hal yang sama yaitu faktor manusia bukan struktur dan sistem menjadi fokus utama perhatian mereka. Pertama, yang menggunakan metafora pertumbuhan yakni tumbuh sebagai organisme. Mereka melihat development sebagai proses evolusi perjalanan dari tradisional ke modern. Pikiran ini dapat dijumpai dalam teori pertumbuhan yang sangat terkenal yaitu “ the five-sta ge scheme ” yang dikembangkan W.W. Rostow. Asumsinya adalah bahwa semua masyarakat termasuk masyarakat Barat pernah mengalami “tradisional” dan akhirnya commit to user 20 “modern”. Fokus utama Rostow adalah perlunya elite wiraswasta yang menjadi motor proses perubahan dari tradisional menjadi modern. Menurut Rostow, transformasi dari negara yang terkebelakang menjadi negara maju dapat dijelaskan melalui suatu urutan tingkatan atau tahap pembangunan yang dilalui oleh semua negara. Rostow mengemukakan lima tahap yang dilalui oleh suatu negara dalam proses pembangunannya; yaitu tahap Tra ditiona l Society, Pr econditions for Gr owth, The Ta ke-off, The Drive to Ma tur ity, dan The Age of High Ma ss Consumption Pandangan lain didasarkan pemikiran Mc Clelland, Inkeles, dan Smith. Berdasarkan tafsiran Mc Clelland atas Max Weber, jika etika protestant menjadi pendorong pertumbuhan di Barat, analog yang sama juga bisa untuk melihat pertumbuhan ekonomi. Apa rahasia pikiran Weber tentang Etika Protestan menurutnya adalah “ the need for a chievement ” NAch. Alasan mengapa rakyat dunia ketiga terbelakang disebabkan karena rendahnya “ Need For Achievement” . Salah satu harapan atau anggapan dari pengikut aliran teori pertumbuhan adalah bahwa hasil pertumbuhan akan dapat dinikmati masyarakat sampai di lapisan yang paling bawah. Namun, pengalaman pembangunan dalam tiga dasawarsa 1940-1970 menunjukkan bahwa yang terjadi adalah rakyat di lapisan bawah tidak senantiasa menikmati cucuran hasil pembangunan seperti yang diharapkan itu. Bahkan di banyak negara kesenjangan sosial ekonomi makin melebar. Hal ini disebabkan oleh karena meskipun pendapatan dan konsumsi makin meningkat, kelompok masyarakat yang sudah baik keadaannya dan lebih mampu, lebih dapat memanfaatkan kesempatan, antara lain karena posisinya yang commit to user 21 menguntungkan privileged, sehingga akan memperoleh semua atau sebagian besar hasil pembangunan. Dengan demikian, yang kaya makin kaya dan yang miskin tetap miskin bahkan dapat menjadi lebih miskin. Pandangan bahwa pembangunan tidak seyogyanya hanya memperhatikan tujuan-tujuan sosial ekonomi, berkembang luas. Masalah-masalah demokrasi dan hak-hak asasi manusia menjadi pembicaraan pula dalam kajian-kajian pembangunan. Goulet, 1997 yang mengkaji falsafah dan etika pembangunan, misalnya, mengetengahkan bahwa proses pembangunan harus menghasilkan 1 terciptanya solidaritas baru yang mendorong pembangunan yang berakar dari bawah gra ssroots oriented , 2 memelihara keberagaman budaya dan lingkungan, dan 3 menjunjung tinggi martabat serta kebebasan bagi manusia dan masyarakat. Dalam pembahasan mengenai berbagai paradigma yang mencari jalan kearah pembangunan yang berkeadilan perlu diketengahkan pula teori pembangunan yang berpusat pada rakyat. Istilah pembangunan juga seringkali diidentikkan pertumbuhan growth , modernisasi, perubahan, demokrasi, produktivitas, industrialisasi, perubahan sosial, westernisa si , evolusi socio-kultur a l . Pembangunan merupakan maksimalisasi nilai yang dicita-citakan dan minimalisasi kekerasan dalam segala bentuknya. Prinsip strategis memberi petunjuk bagaimana proses ini bisa dilaksanakan. commit to user 22 Gambar 2.1. Skema Strategi Pembangunan sumber: Sastrapratedja, 1986a

b. Etika Pembangunan