kesuburan tanah Hari, 2015. Hal ini juga tidak menutup kemungkinan residu pestisida khususnya fungisida tersebut masih mengendap di tanaman melon.
Padahal, batas aman kadar maksimal residu senyawa azoxystrobin untuk buah melon belum ditentukan oleh FAO sehingga mengacu pada tetapan batas aman
menurut positif list yaitu sebesar 0,01 mgkg The Japan Food Chemical Research Foundation, 2015.
Supaya ketersediaan melon di pasaran tetap terjaga dan aman bagi konsumen maka perlu mengetahui kadar residu fungisida azoxystrobin pada buah
melon dan pola laju disipasi residu fungisida azoxystrobin pada kondisi tropis di Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini untuk menentukan selang waktu antara
aplikasi formulasi fungisida azoxystrobin terakhir hingga saat panen sehingga dapat mengetahui waktu panen yang tepat dengan kadar residu fungisida
azoxystrobin yang rendah di bawah batas maksimum residu BMR di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memastikan buah melon pada saat panen aman dikonsumsi dari residu fungisida azoxystrobin dengan cara
menentukan interval waktu aplikasi terakhir fungisida azoxystrobin hingga dilakukan panen yang ditentukan dalam haripre harvest interval PHI fungisida
azoxystrobin berdasarkan laju disipasi residu fungisida azoxystrobin dari buah melon di Daerah Istimewa Yogyakarta.
1. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat ditentukan beberapa rumusan masalah yaitu:
a. Berapa kadar residu azoxystrobin dalam kulit, daging, dan keseluruhan
buah melon dengan penggunaan kadar aplikasi 1mlL kadar dengan volume tinggi?
b. Apakah ada perbedaan pola laju disipasi residu fungisida azoxystrobin di
dalam buah melon yang dipengaruhi oleh perbedaan geografis lahan buah melon yang digunakan?
c. Kapan pre harvest interval PHI yang aman dari residu fungisida
azoxystrobin pada buah melon setelah aplikasi fungisida azoxystrobin dengan kadar 1mlL dengan volume tinggi di Daerah Istimewa
Yogyakarta?
2. Keaslian Penelitian
Pada penelitian sebelumnya mengenai “Asesmen Paparan Residu Fungisida Azoxystrobin dalam Buah Melon Cucumis melo L. terhadap
Keamanan Konsumen di Daerah Istimewa Yogyakarta” belum pernah dilakukan di Indonesia khususnya Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun ada beberapa
penelitian yang dilakukan berkaitan dengan analisis kadar residu azoxystrobin. Penelitian dengan judul “Azoxystrobin and Difenoconazole – Residue Study on
Melon in Italy, Spain and Southern France in 2008 and 2009” oleh Mitch Kelly 2011 berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu menggunakan 3
lahan melon yang berbeda dengan perbedaan ketinggian. Penelitian ini membahas tentang 5 percobaan dengan tanaman melon
yang dikondisikan dengan variasi penggunaan azoxystrobin di Eropa Selatan. Determinasi dari senyawa azoxystrobin di melon telah diteliti dan dievaluasi
residu yang ada. Data yang diperoleh menunjukkan residu dari azoxystrobin ditetapkan pada kadar antara 0,01 mgkg untuk limit of quantification LOQ pada
melon dengan perlakuan dan tidak terdeteksi kadar azoxystrobin di setiap melon yang tidak diberi perlakuan sampel pada pasar bebas.
Penelitian tentang “Dissipation Pattern of Azoxystrobin, Difenoconazole and Iprodione Treated on Field-Grown Green Garlic” oleh Hye-Rim Kang dkk.
2011 untuk menyelidiki pola disipasi 3 pestisida, azoxystrobin, difenoconazole dan iprodione, pada bawang putih hijau setelah pestisida diaplikasikan di
lapangan sebagai obat daun dengan aplikasi tunggal yang direkomendasikan dan dua kali lipat kadar yang direkomendasikan. Pada penelitian yang dilakukan tidak
menggunakan perbedaan kadar bertingkat sebagai aplikasi terhadap lahan yang akan diberikan perlakuan.
Hasil dari penelitian ini adalah residu dari azoxystrobin, difenoconazole dan ioprodin di bawang hijau masing-masing ada dibawah MRL di hari ke 0
untuk azoxystrobin, hari ke 0 untuk difenoconazole, dan hari ke 5 untuk ioprodine. Kesimpulannya pestisida ini aman untuk digunakan dalam pertanian
dan aman untuk konsumen.
3. Manfaat Penelitian