BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Lahan Model Pekebunan Melon
Penelitian yang berjudul Asesmen Paparan Residu Fugisida Azoxystrobin dalam Buah Melon Cucumis melo L. terhadap Keamanan Konsumen di Daerah
Istimewa Yogyakarta dilakukan untuk melihat laju disipasi residu fungisida azoxystrobin di dalam buah melon kemudian menentukan DT
50
dan PHI. DT
50
menggambarkan lama waktu dimana residu fungisida azoxystrobin terdegradasi 50 pada buah melon. PHI digunakan untuk menentukan waktu panen yang tepat
agar buah melon aman dari residu fungisida azoxystrobin dengan kadar dibawah positive list yaitu sebesar 0,01 mgkg. Oleh karena itu, laju disipasi sangat penting
untuk diketahui supaya melon yang dikonsumsi aman dari residu fungisida. Penelitian ini dimulai dengan menyiapkan model perlakuan untuk
penetapan kadar residu fungisida azoxystrobin pada buah melon. Model perkebunan melon dipilih dari 3 perkebunan melon di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Model perkebunan melon yang dipilih harus memiliki kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Lahan menggunakan melon dengan bibit merk Action sp.
2. Lahan tidak menggunakan fungisida atau pestisida yang lain dengan zat
aktif azoxystrobin 3.
Perbedaan setiap lahan pada sistem tanam, kondisi geografis, dan tekstur tanah.
48
Survei dilakukan untuk menentukan lokasi lahan yang memenuhi kriteria inklusi. Lahan yang memenuhi kriteria inklusi tersebut diatas adalah sebagai
berikut: 1.
Dusun Siliran Kecamatan Wates Kabupaten Kulonprogo 110° 10 18.6276 BT dan -7° 57 37.206 LS, 16 mdpl.
2. Dusun Pelemsewu Kelurahan Panggungharjo Kecamatan Sewon Kabupaten
Bantul 110° 21 40.5936 BT dan -7° 50 7.8324 LS, 84 mdpl. 3.
Dusun Demangan Lama Kelurahan Wedomartani Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman 110° 26 13.236 BT dan -7° 43 6.204LS, 254 mdpl.
Ketiga lahan tersebut dilihat kondisi geografis dengan mencari informasi di Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika BMKG daerah Istimewa
Yogyakarta. Informasi kondisi tanah lahan didapat dengan bantuan dari Fakultas Pertanian UGM. Data informasi kondisi geografis lahan dari BMKG dan kondisi
tanah dari Fakultas Pertanian UGM dapat dilihat pada tabel di bawah.
Tabel V. Data Suhu, Curah Hujan dan Kelembaban BMKG Yogyakarta
Lokasi Rata-rata Suhu
°C Rata-rata
Kelembaban Rata-rata Curah
Hujan mm
3
Siliran, Kulonprogo 26,2
85,3 313
Panggungharjo, Bantul
25,3 87,3
275 Wedomartani, Sleman
24,2 80,3
417,3
Tabel V menunjukkan bahwa suhu tertinggi berada pada lahan Siliran, Kulon Progo 26,2
C, curah hujan tertinggi berada pada lahan Wedomartani, PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sleman 417,3 mm
3
, dan rata-rata kelembaban tertinggi pada lahan Panggungharjo, Bantul 87,3.
Tabel VI. Data pH, Bahan Organik, Komposisi dan Kelas Tekstur Tanah Jurusan Tanah Fakultas Pertanian UGM
Lokasi pH
Tanah Bahan
Organik Komposisi Tanah
Kelas Tekstur
Tanah Lempung
Debu Pasir
Siliran, Kulonprogo
6,71 0,54
2,45 7,17
90,37 Pasir Panggungharjo
, Bantul 6,58
2,08 23,84
35,17 40,99 Geluh
Wedomartani, Sleman
6,67 1,09
4,64 19,97
75,39 Pasir geluhan
Tabel VI menunjukkan bahwa pH tanah tertinggi sebesar 6,71 berada pada lahan Siliran, Kulon Progo dan bahan organik tertinggi sebesar 2,08 terdapat
pada lahan Panggungharjo, Bantul. Struktur tanah secara berturut-turut pada lahan Siliran, Kulon Progo; Panggungharjo, Bantul; dan Wedomartani, Sleman adalah
pasir, geluh, dan pasir geluhan. Lahan yang memiliki sifat fisik baik adalah lahan yang daya serap air dan
sirkulasi udara didalamnya cukup baik. Sifat fisik ini ditunjukan dengan tekstur dan struktur tanah. Tekstur tanah adalah sifat fisis tanah yang berkaitan dengan
ukuran partikel pembentuk tanah seperti, pasir, debu dan lempung. Tekstur tanah berpengaruh pada daya serap dan daya tamping air. Tanah lempung teksturnya
sangat halus, mudah menampung air tetapi daya serapnya kecil. Sebaliknya tanah pasir mudah menyerap air, tetapi sukar menampungnya Asviatuti, 2008.
Model perkebunan melon tidak dilakukan pengkondisian kecuali kriteria inklusi dan aplikasi fungisida azoxystrobin. Perlakuan diluar aplikasi bergantung
pada kebiasaan petani dalam menanam melon. Petani bebas melakukan apapun untuk membuat tanaman melon tetap tumbuh subur dan tidak mempengaruhi
kriteria inklusi. Pemberian harian pupuk, pestisida, fungisida dan obat-obatan tanaman dicatat oleh peneliti supaya perawatan melon yang dilakukan petani
terkontrol sesuai kriteria inklusi. Waktu penanaman buah melon pada lahan Siliran dan Bantul adalah
adalah bulan Januari 2015 dengan target panen 60 hari pada bulan Maret 2015 dan waktu penanaman buah melon pada lahan Sleman adalah bulan Februari 2015
dengan target panen 60 hari pada bulan April 2015. Pada masing-masing lahan tersebut diambil 100 pohon buah melon sebagai sampel perlakuan. Selain sampel
pelakuan, diambil sampel kontrol dari lahan yang sama diluar 100 tanaman yang diberi perlakuan aplikasi. Kontrol diharapkan dapat memberikan kontrol negatif
untuk membedakan perlakuan yang diberikan oleh peneliti. Kontrol ditetapkan pada lahan yang sama agar memperoleh perlakuan dan budidaya yang sama oleh
petani. Semua lahan model perkebunan melon menggunakan bibit yang sama
agar memperkecil pengaruh diluar perlakuan yang akan membuat data rancubias. Varietas yang dipilih adalah buah melon Cucumis melo. L dengan bibit merk
Action 434® yang telah dideterminasi oleh Fakultas Farmasi, UGM. Bibit ini dipilih karena banyak digunakan oleh petani melon di Daerah Istimewa
Yogyakarta. Melon dengan varietas Action dianggap petani sebagai melon yang PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
paling mudah ditanam di segala cuaca khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Benihnya bagus, penampilan tanamannya juga meyakinkan, daunnya cukup tebal
sehingga perawatannya lebih mudah dan ukuran buahnya dapat diatur sesuai keinginan Anonim b, 2015.
B. Aplikasi Perlakuan Lahan Model Perkebunan Melon